Sabtu, 12 Mei 2012

Motivasi berprestasi


Robbins (1989 :175) mengemukkan, Mc Clelland et al. mengambil teori asalnya dengan konsep motivasi prestasi yang dikemukakan oleh Murray pada tahun 1938. Teori ini menyatakan bahwa individu yang tinggi motivasi berprestasi akan menunjukkan keutamaan yang tinggi kepada situasi yang sederhana, yaitu kemungkinan derajat mencapai keberhasilan dan kegagalan adalah sama.
Sebaliknya orang-orang yang rendah motivasi kerjanya suka kepada situasi yang sangat sukar atau sangat mudah mencapai keberhasilan. McClelland memberi ciri-ciri yang ada pada individu yang mempunyai motivasi kerja/pencapaian yang tinggi; a) suka membuat kerja yang berkaitan dengan prestasi, b) suka mengambil risiko yang sederhana, c) lebih suka membuat kerja yang mana individu itu bertanggungjawab bagi keberhasilan kerja itu, d) suka mendapat kemudahan tentang kerja itu, e) lebih mementingkan masa depan daripada masa sekarang dan masa yang telah lalu, dan f) tabah apabila menemui kegagalan.
Sifat-sifat tesebut dikatakan sebagai puncak yang membedakan seseorang. Seseorang individu itu lebih berhasil dari pada individu yang lain karena mereka mempunyai keinginan pencapaian yang lebih tinggi. Keinginan ini memberi mereka motivasi untuk bekerja dengan lebih tekun. Selanjutnya, McClellan menyatakan bahwa motivasi berprestasi bukan suatu yang boleh diwarisi. Disebabkan pengaruh situasi disekitarnya, maka motivasi berprestasi boleh dibentuk mengikut cara tertentu.Individu dengan kebutuhan tinggi untuk berprestasi lebih menyukai situasi pekerjaan dengan tanggung jawab pribadi, umpan balik, dan suatu resiko dengan derajat menengah.
Bila karakteristik-karakteristik ini berlaku, peraih prestasi tinggi akan termotivasi. Bukti dengan konsisten memperagakan, misalnya bahwa peraih prestasi tinggi sukses dalam kegiatan wiraswasta seperti menjalankan bisnis mereka sendiri dan mengelola unit mandiri di dalam sebuah organisasi yang besar.
McClelland (1976:230), mengemukakan motivasi berprestasi dalam dunia pendidikan merupakan kombinasi dari tiga faktor yaitu faktor keberhasilan  pendidikan, keberhasilan dalam melaksanakan tugas dan pengalaman sukses atau gagal dalam pelaksanaan tugas. Dalam motivasi keberhasilan ada enam kondisi eksperimen yaitu kondisi santai, netral, orientasi pada keberhasilan, sukses, gagal Peraih prestasi lebih menyukai pekerjaan yang menawarkan umpan balik resiko sedang tanggung jawab dan sukses gagal.
a.      Pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja
           Menurut Handoko (1992), ada banyak faktor yang mempengaruhi prestasi kerja karyawan. Karyawan bekerja dengan produktif atau tidak tergantung kepada motivasi, kepuasan kerja, tingkat stres, kondisi fisik pekerjaan, sistem kompensasi, desain pekerjaan dan aspek-aspek ekonomis, teknik serta keprilakuan lainnya.
           Performance kerja ini adalah fungsi dari motivasi untuk berproduksi dengan level tertentu. Motivasi ditentukan needs yang mendasari tujuan yang bersangkutan dan merupakan alat (instrumental) dari tingkah laku produksi terhadap tujuan yang dinginkan (As’ad, 1995).
           Menurut teori Atribusi atau Expectancy Theory yang pertama kali dikemukakan oleh Heider (1958) yang dikutip dari Anderson dan Butzin (1974) kinerja (performance = P) adalah hasil interaksi antara motivasi (M) dengan kemampuan dasar (ability = A) atau P=M x A dengan demikian orang yang tinggi motivasinya tetapi memiliki ability yang rendah akan menghasilkan performance yang rendah. Begitu pula halnya dengan orang yang sebenarnya mempunyai ability tinggi rendah motivasinya (As’ad,1995).
           Menurut Vromm (1964) tentang motivasi dan ability yang dikutip As’ad (1995) dikatakan bahwa performance kerja seseorang (P) merupakan fungsi dari interaksi perkalian antara motivasi dan ability (kecakapan = k). Sehingga rumusnya adalah P (M x K). Alasan dari hubungan pekalian ini adalah seseorang yang rendah pada salah satu komponennya maka prestasi kerjanya pasti akan rendah pula. Dengan kata lain apabila performance kerja (prestasi kerja) seseorang rendah, maka ini dapat merupakan hasil dari motivasi rendah, atau kemampuannya tidak baik, atau hasil kedua komponen (motivasi dan kemampuan) yang rendah.
           Vroom menggunakan persamaan matematis untuk mengintegrasikan konsep-konsep kekuatan atau kemampuan motivasi menjadi model yang dapat dipredikasi. Hanya ada tiga konsep kunci di dalam model Vroom yaitu harapan (expectancy), alat (instrumentally) dan penilaian (valensi) atau M = V x I x E (Kretner dan Kinicki, 2005).  

Kepuasan kerja


a.      Pengertian kepuasan kerja
            Banyak ahli yang mengemukakan pendapatnya yang beraneka ragam dalam memberikan batasan atau pengertian tentang kepuasan kerja, akan tetapi pada dasarnya setiap prinsip tidak berbeda jauh antara pengertian tentang kepuasan kerja, akan tetapi pada dasarnya secara prinsip tidak berbeda jauh antara pengertian yang satu dengan yang lainnya. Robbins (1996) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu sikap umum terhadap pekerjaan seorang: selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang pekerja dan bnayknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Menurut Kreitner dan Kinicki (2005), kepuasan kerja adalah suatu efektivitas atau respon emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan. Definisi ini berarti bahwa kepuasan kerja bukanlah suatu konsep tunggal. Sebaliknya, seseorang dapat relatif puas dengan suatu aspek dari pekerjaannya dan tidak puas dengan salah satu atau lebih aspek yang lainnya. Aspek yang dimaksud tersebut meliputi pengakuan (recognition). Kompensasi (Compensation) dan Pengawasan (suvervisor).
Menurut Kreitner dan Kinicki (2005), ada 5 (lima) model kepuasan kerja yang menonjol akan menggolongkan pemyebabnya. Penyebabnya adalah:
1.      Need Fulfillment. Model ini menjelaskan bahwa kepuasan ditentukan oleh karakteristik dari sebuah pekerjaan memungkinkan seorang individu untuk memenuhi kebutuhannya.
2.      Discrepancies. Model ini menjelaskan bahwa kepuasan adalah hasil dari harapan yang terpenuhi. Harapan yang terpenuhi mewakili perbedaan antara apaa yang diharapkan oleh seorang individu dari sebuah pekerjaan, seperti upah dan kesempatan promosi yang baik dari apa yang pada kenyataannya diterimanya.
3.      Value attaiment gagasan yang melandasi pencapaian nilai adalah bahwa kepuasan berasal dari nilai persepsi bahwa suatu pekerjaan memungkinkan untuk pemenuhan nilai-nilai kerja yang penting dari seorang individu.
4.      Equity Dalam model ini, kepuasan adalah suatu fungsi dari bagaimana seorang individu diperlakukan “ secara adil” di tempat kerja kepuasan berasal dari persepsi seseorang bahwa output pekerjaan relatif sama dengan inputnya perbandingan yang mendukung output input lain yang significan.
5.      Depositional Genetic Component secara khusus model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja merupakan sebagian fungsi dari sifat pribadi maupun faktor genetik, oleh karenanya model ini menunjukkan bahwa perbedaan individu yang stabil adalah sama pentingnya dalam menjelaskan kepuasan kerja dengan karakteristik lingkungan kerja.
b.      Faktor faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
            Banyak orang menganggap bahwa gajih atau upah merupakan faktor utama untuk timbulnya kepuasan kerja, sampai taraf tertentu hal ini dapat diterima sesuai dengan tingkatan motivasi dari Maslow maka gaji termasuk pada kebutuhan dasar, akan tetapi jika masyarakatsudah dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagi keluarga secara wajar maka gaji atau upah bukanlah merupakan faktor yang utama. Menurut Herzberg dengan teori dua faktor dikatakan bahwa gaji atau upah termasuk dalam kelompok ketidakpuasan kerja(As’ad,1995).
            Menurut Robbins (1996) kepuasan kerja adalah suatu sikap umum seseorang individu terhadap pekerjaannya dan faktor-faktor yang mendorong terjadinya kepuasan kerja yaitu :
a.      Pekerjaan yang secara mental menantang
Pada dasarnya karyawan lebih cenderung menyukai pekerjaan yang memberikan kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan serta menawarkan beragam tugas, kebebasan serta umpan balik terhadap pekerjaan yang dilakukan.
b.      Ganjaran yang pantas
Karyawan pada dasarnya menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang dirasakan adil dan sesuai dengan harapan mereka. Apabila upah dirasakan pada tuntutan pekerjaan, memperhatikan tingkat keterampilan individu serta standar pengupahan komunitas.
c.       Kondisi kerja yang mendukung
Lingkungan kerja yang baik akan memberikan keamanan bagi
Karyawan dalam bekerja karena akan memudahkan mereka untuk melakukan pekerjaan. Karyawan keadaan fisik yang aman,lokasi yang dekat dengan rumah, fasilitas yang bersih dan relatif modern serta peralatan yang memadai.mengungkapkan ada tiga faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja:
a.       Faktor utama dalam pekerjaan yaitu : Gaji, pengawasan ketentraman atau kekerasan kerja, kondisi kerja, kesempatan untuk maju, penghargaan terhadap kecakapan, hubungan sosial diantara karyawan di dalam pekerjaannya, ketepatan dan kecepatan dalam menyelesaikan permasalahan keadilan, perlakuan terhadap pekerjaan dan keadilan tugas.
b.      Faktor sosial yaitu hubungan kekeluargaan, pandangan masyarakat kesempatan untuk berekreasi, kehidupan serikat buruh, kebebasan berpolitik, dan hubungan kemasyarakatan.
c.       Faktor individual yaitu; umur, kesehatan, watak keinginan.
c.       Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja
Menurut Ricard L. Daft (2010: 286) Sikap yang paling menarik bagi manajer adalah sikap-sikap yang berhubungan dengan pekerjaan, terutama sikap-sikap yang mempengaruhi kinerja. Dua sikap yang berhubungan dengan penciptaan kinerja tinggi adalah kepuasan terhadap pekerjaan seseorang dan komitmen pada perusahaan.
Menurut Strauss dan Sayles yang dikutip Handoko (2001), kepuasan kerja juga penting untuk aktualisasi diri. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mengalami kematangan psikologis dan pada gilirannya akan menjadi frustasi. Karyawan seperti ini akan sering melamun, mempunyai semangat rendah, cepat lelah dan bosan, emosi yang tidak stabil sering absent dan melakukan kesibukan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang harus dilakukan, sedangkan karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja biasanya mempunyai catatan kehadiran dan perputaran yang lebih baik, kurang aktif dalam kegiatan serikat karyawan dan berprestasi kerja lebih baik dari pada karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja. Oleh karena itu kepuasan kerja mempunyai pengaruh yang kuat bagi karyawan terutama karena menciptakan prestasi kerja yang lebih baik.

Pengaruh Kepribadian terhadap Kinerja.


Kepribadian dapat digunakan untuk memprediksi dan mengetahui perilaku dan kinerja seorang pegawai. Fakta-fakta yang ada menunjukkan bahwa lima ciri kepribadian atau yang biasa disebut  “Big Five” sekarang ini sering muncul dalam penelitian sebagai sesuatu yang berpengaruh kuat dengan kinerja (Luthans, 1998). Witt et al (2002), menyatakan bahwa dedikasi kerja akan berhubungan dengan sifat kepribadian Conscientiousness (misalnya,  kecenderungan untuk giat bekerja dan rajin) karena dedikasi kerja bergantung pada tingkat self-discipline dan kerelaan yang dimiliki oleh orang yang sangat teliti.
            Dalam penelitian Suwito (2005) menyatakan walaupun hasilnya tidak secara bersama konsisten, konsesus umum yang ditarik oleh peneliti adalah bahwa kepribadian pada kenyataannya benar-benar memiliki beberapa faedah sebagai predictor kinerja dari pekerjaan. Menurut Kreitner dan Kinicki (2005), diantara Lima Besar, ketelitian memiliki pengaruh positif yang paling kuat dengan prestasi kerja dan prestasi pelatihan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh solgado  (1997) dalam suwito  (2005) mengindikasikan bahwa Conscientiousness dan emotional stability adalah valid terhadap predictor Kriteria suatu pekerjaan dan pengelompokkan jabatan hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa Conscientiousness mempunyai validitas paling tinggi dan diikuti emotional stability, artinya kedua dimensi itu jadi predictor yang valid untuk semua pekerjaan dan kriteria pekerjaan.

Senin, 16 April 2012

Sekolah Unggul


PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Arus globalisasi khususnya ekonomi dan perdagangan yang semakin menguat setelah diberlakukannya liberalisasi perdagangan dunia tahun 2020, akan mendorong terjadinya kompetensi yang sangat tinggi dalam perekonomian global. Kompetisi ini terjadi terutama dalam hal mutu produk, tingkat efisiensi berproduksi, serta nilai kenyamanannya dalam penggunaan produk tersebut. Karenanya, kondisi demikian menuntut seperangkat daya dukung yang harus ada, berupa sarana infrastruktur ekonomi-politik serta kualitas sumberdaya manusia yang baik. Yakni kualitas sumberdaya manusia yang tidak saja menguasai ipteks dan kemampuan profesional di bidangnya, tetapi juga memiliki wawasan dan visi keunggulannya.
Kebutuhan akan sumberdaya manusia dengan segenap kapasitas dan kapabilitas yang dimilikinya, memerlukan suatu format pendidikan ke arah model pendidikan sekolah yang efektif, lebih jauh lagi sekolah unggul. Keunggulan ini mencakup : (a) Kemampuan unggul para lulusan yang dihasilkan, (b) Sistem kelembagaan yang unggul pula, meliputi : struktur organisasi dan manajemen sekolah, iklim kelas dan sekolah, variasi dan kelulusan program pembelajaran, serta (c) peran serta atau dukungan orang tua murid dan masyarakat yang optimal.
Dalam rangka untuk menghilangkan kesan elitis sekaligus untuk mereduksi munculnya “kasta kelembagaan” antar satuan pendidikan sekolah yang ada, dibutuhkan usaha pemerataan mutu sekolah. Sehingga konsep “unggul” (excellent) akan dimaknakan sebagai keunggulan yang diukur dengan kriteria tertentu, bukan lagi didasarkan atas kelebihannya dibanding sekolah-sekolah lain yang ada. Jadi ukurannya adalah “normatif” bukan lagi “relatif”. Kesemuanya ini pada akhirnya secara komulatif akan menghasilkan lulusan yang secara strategis mendukung bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan tahun 2020.
Di antara agenda penting bagi negara-negara di dunia dalam menyongsong tahun 2020 menurut Robert B. Reich (1991:8) khususnya di bidang ekonomi, adalah: “meningkatkan nilai-tambah potensial (potential value-added) yang bisa disumbangkan oleh warga negara ke ekonomi global, dengan cara meningkatkan kecakapan dan kemampuan mereka serta memperbaiki sarana-sarana yang bisa mengkaitkan kecakapan dan keahlian itu dengan kebutuhan pasar dunia”. Pernyataan Ekonom Amerika Serikat ini nampaknya memperoleh relevansinya, mengingat tahun 2020 merupakan tahun dimulainya liberalisasi perdagangan dunia, yang oleh banyak ahli disebut sebagai era globalisasi ekonomi dan perdagangan yang semakin menemukan kemapanannya.
Pada era globalisasi ekonomi dan perdagangan ini, segala bentuk hambatan birokrasi-struktural terhadap arus barang, jasa dan informasi pada tingkat mondial telah semakin menghilang. Sehingga siapa pun baik secara mondial telah semakin menghilang. Sehingga siapa pun baik secara individual maupun kolektif bisa melakukan transaksi dan menjual produk-produk ekonominya secara leluasa. Akibat selanjutnya adalah, munculnya kompetisi untuk survival yang semakin tajam dan terbuka. Oleh karenanya mereka yang paling kompetitif-lah yang paling stabil dan efisien. (Bambang Sudibyo, 1995:4)
Kondisi demikian, secara logis menuntut dengan segera adanya kesiapan sarana infrastruktur ekonomi-politik serta kualitas sumberdaya manusia yang baik. Yakni kualitas sumberdaya manusia yang tidak saja menguasai ipteks dan kemampuan profesional di bidangnya, tetapi juga memiliki wawasan dan visi keunggulan. Menurut Bambang Sudibyo (1995:4), ada tiga pandangan yang diterima umum tentang kompetitifitas pada era ini. Pertama, untuk bisa kompetitif di pasar global, supermasi penguasaan ipteks dan kualitas sumberdaya manusia (human resources) adalah faktor kunci. Kedua, sistem ekonomi paling stabil dan efisien dilingkungan global adalah sistem ekonomi pasar. Ketiga, sistem politik yang paling kondusif bagi stabilitas dan efisiensi ekonomi adalah sistem politik demokratis.
Nampaknya sistem ekonomi pasar yang stabil dan efisien serta iklim politik yang sehat dan demokratis secara perlahan bisa dimantapkan. Namun untuk menyediakan sumberdaya manusia yang berkualitas menyongsong era globalisasi ekonomi 2020 masih merupakan agenda yang membutuhkan kerja keras, mengingat kondisi kelembagaan pendidikan yang belum solid dan stabil, serta mutu lulusan SLTA dan perguruan tinggi pada umumnya yang masih memprihatinkan.

Sejalan dengan tuntutan masyarakat terhadap mutu pendidikan di Indonesia, belakangan ini banyak muncul ide persekolahan modern dengan berbagai nama, seperti: Sekolah Unggul, Sekolah Terpadu, Sekolah Percontohan, dan seterusnya. Di beberapa negara maju gerakan ini dinamakan dengan ide Sekolah Unggul. Ciri utama sekolah Unggul, berdasarkan berbagai riset meliputi: (a) kepemimpinan instruksional yang kuat; (b) harapan yang tinggi terhadap prestasi siswa; (c) adanya lingkungan belajar yang tertib dan nyaman; (d) menekankan kepada keterampilan dasar; (e) pemantauan secara kontinyu terhadap kemajuan siswa; dan (f) terumuskan tujuan sekolah secara jelas (Davis & Thomas, 1989: 12).
Untuk mewujudkan sekolah unggul hanya mungkin didukung oleh kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan yang unggul. Fred M. Hechinger (dalam Davis & Thomas, 1989: 17) pernah menyatakan:
Saya tidak pernah melihat sekolah yang bagus dipimpin oleh kepala sekolah yang buruk dan sekolah buruk dipimpin oleh kepala sekolah yang buruk. Saya juga menemukan sekolah yang gagal berubah menjadi sukses, sebaliknya sekolah yang sukses tiba-tiba menurun kualitasnya. Naik atau turunnya kualitas sekolah sangat tergantung kepada kualitas kepala sekolahnya.

Pandangan tersebut menganjurkan kepada para kepala sekolah untuk memahami tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin pendidikan secara cermat.

A.       Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari Sekolah Unggul ?
2.      Apa ciri dan karakteristik Sekolah Unggul ?
3.      Apa landasan yuridis Sekolah Unggul ?
4.      Bagaimanaimplementasi kebijakan pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu lulusan ?
5.      Bagaimana praktik kepemimpinan Kepala  Sekolah Unggul?
6.      Bagaimana langkah-langkah mewujudkan  Sekolah Unggul?













BAB II

PEMBAHASAN

A.      PENGERTIAN SEKOLAH UNGGUL
Sekolah merupakan suatu institusi yang didalamnya terdapat komponen guru, siswa, dan staf administrasi yang masing-masing mempunyai tugas tertentu dalam melancarkan program. Sebagai institusi pendidikan formal, sekolah dituntut menghasilkan lulusan yang mempunyai kemampuan akademis tertentu, keterampilan, sikap dan mental, serta kepribadian lainnya sehingga mereka dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau bekerja pada lapangan pekerjaan yang membutuhkan keahlian dan keterampilannya.
Keberhasilan sekolah merupakan ukuran bersifat mikro yang didasarkan pada tujuan dan sasaran pendidikan pada tingkat sekolah sejalan dengan tujuan pendidikan nasional serta sejauhmana tujuan itu dapat dicapai pada periode tertentu sesuai dengan lamanya pendidikan yang berlangsung di sekolah.
Berdasarkan sudut pandang keberhasilan sekolah tersebut, kemudian dikenal sekolah efektif dan efisien yang mengacu pada sejauh mana sekolah dapat mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yag telah ditetapkan. Dengan kata lain, sekolah disebut efektif jika sekolah tersebut dapat mencapai apa yang telah direncanakan. Pengertian umum sekolah efektif juga berkaitan dengan perumusan apa yang harus dikerjakan dengan apa yang telah dicapai. Sehingga suatu sekolah akan disebut efektif jika terdapat hubungan yang kuat antara apa yang telah dirumuskan untuk dikerjakan dengan hasil-hasil yang dicapai oleh sekolah, sebaliknya sekolah dikatakan tidak efektif bila hubungan tersebut rendah (Getzel, 1969).

B.     IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN DALAM UPAYA MENINGKATKAN MUTU LULUSAN

Berdasarkan PERMENDIKNAS No.78 tahun 2008
(a)           Sekolah yang kurang dalam mensosialisasikan PERMENDIKNAS No.78 tahun 2008;
(b)          kurangnya peran dari Komite sekolah dan Dewan Pendidikan dalam mensosialisasikan PERMENDIKNAS tersebut; dan
(c)           komitmen guru yang kurang dalam menjelaskan peranannya sehingga pemahaman tentang PERMENDIKNAS tersebut kurang.

Sementara upaya yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan dalam mengimplementasikan PERMENDIKNAS No.78 tahun 2008 antara lain:
(a)           Mengadakan sosialisasi kepada semua sekolah-sekolah unggulan seperti mendirikan pusat pendidikan sain (Pusdiksain), pembelajaran berpengantar Bahasa Inggris, serta tidak membatasi lembaga bimbingan belajar untuk bangkit selama tujuannya untuk peningkatan belajar siswa. Demi terwujudnya sistem pendidikan nasional yang mampu mencetak sumber daya yang unggul, penulis menyarankan agar sosialisasi terus dilakukan terutama dalam mengimplementasikan PERMENDIKNAS No.78 tahun 2008, pengoptimalan sarana dan pembelajaran di sekolah, Fihak sekolah (stakeholder)
(b)          Masuknya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu cara untuk mencetak sumber daya manusia yang unggul adalah melalui pendidikan. Namun lain halnya dengan dunia pendidikan di Indonesia saat ini sedang memprihatinkan. Untuk menciptakan sistem pendidikan yang mampu menjawab tantangan di masa depan, maka pemerintah dalam hal ini Presiden dan DPR membentuk UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Sebagai tindak lanjut dari kebijakan tersebut, pemerintah mengeluarkan kebijakan penghapusan Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS) yang di tuangkan dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No.11 tahun 2002.

Sebagai penggantinya, Pemerintah mengeluarkan SK No.153 tahun 2003 tentang pelaksanaan Ujian Akhir Nasional (UAN). Karena adanya berbagai kontroversi dalam pelaksanaan kebijakan tersebut dan belum terwujudnya sistem pendidikan nasional yang mempunyai standar kompetensi, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan baru yang dituangkan dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.78 tahun 2008 tentang Ujian Nasional di SMP/MTs dan yang sederajat. Yang merupakan hal baru dalam kebijakan ini adalah dikeluarkannya standar minimal kelulusan 5,50. Berdasarkan peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.78 tahun 2008 maka Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan harus mengikuti kebijakan tersebut. Dalam penelitian ini peneliti ingin mendiskripsikan tentang:
(1)          Bagaimanakah implementasi dari kebijakan PERMENDIKNAS No.78 tahun 2008 di Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan;
(2)          Faktor penghambat yang dihadapi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan dalam upaya mengimplementasikan PERMENDIKNAS No.78 tahun 2008;
(3)          Upaya yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan dalam mengimplementasikan PERMENDIKNAS No.78 tahun 2008.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif yaitu penelitian yang mencoba mendeskripsikan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi kebijakan Ujian Nasional di Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan telah dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.78 tahun 2008 serta di sesuaikan dengan pedoman teknis Ujian Nasional yang telah dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur.
Adapun faktor-faktor yang dihadapi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan dalam mengimplementasikan PERMENDIKNAS No.78 tahun 2008 antara lain:
(a)           kurangnya kesadaran dari masyarakat untuk mendukung program peningkatan mutu;
(b)          kurangnya sarana dan prasarana pembelajaran;
(c)           komitmen Stakeholder (Kepala Sekolah) yang kurang dalam mensosialisasikan PERMENDIKNAS No.78 tahun 2008;
(d)          kurangnya peran dari Komite sekolah dan Dewan Pendidikan dalam mensosialisasikan PERMENDIKNAS tersebut; dan
(e)           komitmen guru yang kurang dalam menjelaskan peranannya sehingga pemahaman tentang PERMENDIKNAS tersebut kurang.

Sementara upaya yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan dalam mengimplementasikan PERMENDIKNAS No.78 tahun 2008 antara lain:
(a)           Mengadakan sosialisasi kepada semua sekolah-sekolah tentang PERMENDIKNAS tersebut dan untuk mengkaji perubahan dari PERMENDIKNAS sebelumnya;
(b)          Memperbaiki kinerja sekolah yang bertujuan agar mutu lulusan yang dihasilkan maksimal;
(c)           Melibatkan tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk mengajak masyarakat agar peduli terhadap peningkatan pendidikan; dan
(d)          komunikasi yang baik antara Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.

Sedangkan untuk peranan Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan dalam upaya meningkatkan mutu lulusan adalah sebagai berikut:
(1)          Memberikan pembinaan ke sekolah-sekolah terkait dengan upaya meningkatkan mutu lulusan melalui forum (MKKS ), (MGMP), dan berbagai workshop;
(2)          Meningkatkan mutu guru dengan cara mengirim guru- guru untuk mengikuti pelatihan-pelatihan, diklat baik di level propinsi maupun nasional;
(3)          Pemenuhan fasilitas, sarana dan prasarana pembelajaran; dan
(4)          melakukan program-progam unggulan seperti mendirikan pusat pendidikan sain (Pusdiksain), pembelajaran berpengantar Bahasa Inggris, serta tidak membatasi lembaga bimbingan belajar untuk bangkit selama tujuannya untuk peningkatan belajar siswa.

C.      LANDASAN YURIDIS SEKOLAH UNGGUL
Di Indonesia penyelenggaraan Sekolah berpijak pada beberapa peraturan perundang-undangan sebagai landasan yuridis diantaranya Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Selain UU No. 20 tahun 2003 landasan lainnya ialah UU No.25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004 yang didalamnya memuat bahwa salah satu program pendidikan pra-sekolah, pendidikan dasar dan pendidikan menengah adalah terwujudnya pendidikan berbasis masyarakat/sekolah. Melalui pendidikan berbasis masyarakat/sekolah inilah warga sekolah akan memiliki kekuasaan penuh dalam mengelola sekolah. Setiap sekolah akan menjadi sekolah unggulan apabila diberi wewenang untuk mengelola dirinya sendiri dan diberi tanggung jawab penuh.
a).     Perencanaan Sekolah SMP Unggulan
Sebelum kita menginjak pada proses pembanguna sekolah tentunya kita harus merencanakan terlebih dahulu, karena kegiatan apapun perlu direncanakan dengan baik, sehingga semua kegiatan terarah pada tercapainya tujuan, dan perencanaan harus dibuat dengan sebaik-baiknya. Hal yang perlu diperhatikan sebelum kita membangun sekolah ialah pangsa pasar, letak geografis sekolah dan adanya yayasan  selaku penyedia dana.
(1)     Pangsa Pasar
Pangsa pasar ialah melihat kebutuhan masyarakat, dalam membangun sekolah hendaknya kita melihat kebutuhan dan lingkungan masyarakat sekitar, karena pada dasarnya sekolah adalah lembaga sosial yang berfungsi untuk melayani angota-anggota masyarakat dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu dirasa penting kita membangun sekolah sesuai kebutuhan masyarakat.
Sebagai contoh, di kecamatan A data menunjukan jumlah murid sekolah dasar mencapai 1200 anak, sedangkan sekolah SMP/sederajat dikecamatan tersebut hanya ada 3 sekolah saja, maka daerah tersebut tepat jika kita mendirikan sekolah disana karena jumlah murid tidak sebanding dengan jumlah sekolah yang ada. Akan tetapi, selain melihat kebutuhan masyarakat kita lihat juga lingkungan masyarakat sekitar. Misalnya, dilingkungan rersebut mayoritas beragama islam tentunya kita tidak mungkin membangun sekolah yang diperuntukkan bagi orang-orang diluar islam. Karenanya, jelaslah bawah kebutuhan dan lingkungan masyarakat sangat mempengaruhi dalam pembangunan sekolah.

(2).    Letak Geografis Sekolah
Dalam pembangunan sekolah, apalagi sekolah unggulan hendaknya kita bisa memilih letak yang strategis dalam pembangunan sekolah, hal ini penting karena letak sekolah secara tidak langsung mempengaruhi kegiatan belajar mengajar di sekolah yang bersangkutan. Misalnya saja, sekolah dibangun disamping pasar tradisional, secara tidak langsung kegiatan belajar mengajar akan terganggu dengan suara-suara gaduh dari luar yang tentunya mengganggu konsentrasi belajar siswa maupun konsentarasi mengajar guru. Oleh karena itu, pemilihan letak sekolah hendaknya dapat dipertimbangkan baik-baik.
(3).    Yayasan
Yayasan ialah suatu badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan yang bersifat sosial, keagamaan maupun kemanusiaan. Keberadaan yayasan di dalam pendidikan terutama dalam pembangunan sekolah-sekolah sangatlah penting. Yayasan dalam hal ini sebagai pelaku manajemen

b).     Pembangunan Sekolah Unggul
Setelah semua terencana dengan baik, tahap selanjutnya adalah pembangunan. Pembangunan sekolah SMP unggulan sedikit berbeda dengan pembangunan sekolah SMP yang biasa, sekolah unggulan harus memiliki banyak fasilitas yang tentunya dapat menunjang tercapainya kegiatan belajar mengajar, dengan kata lain, selain memberikan keunggulan dalam pelayanan kepada siswa tentunya kan menunjang pula pada keunggulan akademik siswa.
Pembangunan sekolah dimulai dengan pembuatan ruang-ruang yang difungsikan secara maksimal, misalnya, ruang kelas yang luas dan banyaknya disesuaikan dengan banyaknya murid, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang tata usaha, ruang organisasi, Ruang BK dibuat senyaman mungkin agar para pendidik dan kependidikan dapat nyaman dalam bekerja. Fasilitas seperti laboratorium, baik laboratorium IPA maupun laboratorium bahasa serta gedung seni dan gedung olah raga haruslah memiliki sarana dan prasarana yang lengkap. Adanya perpustakaan dengan berbagai macam koleksi buku dalam menunjang pendidikan, tempat ibadah, aula, taman, lapangan olah raga, dan kamar mandi di setiap lantainya. ruang UKS, ruang OSIS, ruang komite sekolah, ruang koperasi sekolah, serta tempat parkir.
Penyediaan media belajar seperti buku, OHP, infocus serta media belajar lain, haruslah disediakan dan digunakan semaksimal mungkin agar tercapainnya keunggulan dalam akademik.

c).      Pengorganisasian
(1).    Pembentukan Organisasi Sekolah
Organisasi dapat diartikan sebagai memberi struktur atau susunan terutama dalam penyusunan/penempatan orang-orang dalam suatu kelompok, atau berarti juga menempatkan hubungan antara orang-orang dalam kewajiban-kewajiban, hal-hak dan tanggung jawab masing-masing di dalam struktur yang telah ditentukannya. Dalam merencanakan pembangunan sekolah unggulan diharuskan adanya pembentukkan pengurus sekolah, pembentukkan pengurus sekolah harus disusun dalam bentuk organisasi sekolah yang baik karena tugas guru tidak hanya mengajar saja, pegawai-pegawai tata usaha, pesuruh dan penjaga sekolah semuanya harus bertanggung jawab dan diikutsertakan dalam menjalankan roda sekolah tersebut secara keseluruhan agar tidak terjadi overlapping (tabrakan) dalam memegang atau menjalankan tugasnya masing-masing.
Pembagian tugas seksi-seksi disesuaikan dengan kecakapan dan kemampuan guru masing-masing. Selain itu, perlu dilengkapi dengan job description yang jelas dan terinci yang akan disusun melalui rapat secara musyawarah. Setiap bagian atau seksi diharuskan membuat “rencana kerja” terinci yang akan dilaksanakan selama satu tahun ajaran agar setiap rencana masing-masing bagian atau seksi tidak bertumburan satu sama lain, dan harus merupakan satu kesatuan yang harmonis dan disesuaikan dengan program-program sekolah.

(2).    Pemilihan Tenaga Pendidik dan Kependidikan
Sama halnya dengan pembentukan pengurus sekolah, pemilihan tenaga pendidik dan kependidikan yang baik sangatlah penting dalam menunjang proses belajar mengajar terutama bagi sekolah unggulan. Tenaga pendidik dalam hal ini ialah guru sedangkan tenaga kependidikan yakni pegawai-pegawai sekolah lain yang termasuk juga tukang kebun dan satpam.
Dalam pengembangan pembelajaran unggulan tidaklah mudah, haruslah memperstaratkan guru yang juga bernilai keunggulan. Semua komponen dalam proses belajar mengajar, materi, sarana & prasarana tidak akan banyak memberikan dukungan yang maksimal bagi pembelajaran unggulan tanpa didukung oleh keberadaan guru yang profesional.
Guru yang profesional ialah guru yang secara kontinu berupaya mewujudkan gagasan, ide & pemikiran dalam bentuk prilaku yang baik dalam tugasnya sebagai pendidik. Guru merupakan unsur manusiawi yang sangat menentukan unsur keberhasilan pendidikan. (Adler, 1982)

d).     Pengembangan Sekolah Unggul
Setelah semua komponen sekolah terbentuk, dari mulai gedung, fasilitas, organisasi yang jelas, tenaga pendidik dan kependidikan yang profesional, yang harus dilakukan selanjutnya adalah sekolah membuat silabus sesuai kurikulum, promosi dan sosialisasi, kegiatan belajar mengajar, dan terakhir sekolah menjalin hubungan dengan masyarakat.

(1).    Membuat Silabus Sesuai Kurikulum
*)    Pengembangan dalam rangka merintis sekolah unggulan
Dalam setiap kegiatan belajar mengajar sudah tentu harus mempunyai perencanaan yang seuai dengan pendidikan secara umumnya, maka dari iu mentri pendidikan Indonesia dalam rangka menyeragamkan proses pembelajaran di Indonesia di samakan secara nasional guna memperoleh keselarasan baik dalam kurikulum ataupun silabusnya.
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran dengan tema tertentu, yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, indicator, penilaian, alokasi waktu dan sumner pembelajaran yang dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan.
Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar kedalam materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indicator pencapaian kompetensi untuk penilaian hasil belajar. Pada hakekatnya pengembangan silabus harus mampu menjawab pertanyaan sebagai berikut:
a)    kompetensi apakah yang harus dimiliki oleh peserta didik?
b)    bagaimana cara membentuk kompetensi tersebut?
c)    bagaimana mengetahui bahwa pesertadidik telah memiliki kompetensi itu?

Dengan demikian silabus yang pengembangannya di serahkan kepada guru akan berbeda antara satu guru dengan guru yang lain, baik dalam satu daerah ataupun dalam daerah yang berbeda. Namun demikian dengan memperhatikan hakekat silabus diatas, suatu silabus minimal memuat enam komponen utama, yakni : (1) standar kompetensi (2) kompetensi dasar (3) indicator (4) materi standar (5)standar proses (kegiatan belajar-mengajar), dan standar penilaian. Pengembangan komponen-komponen tersebut merupakan kewenangan mutlak guru, termasuk pengembangan formea silabus, dan penambahan komponen-komponen lain dalam silabus diluar komponen minimal. Smakin rinci silabus, semakin membantu memudahkan guru dalam menjabarkannya kedalam rencana pelaksanaan pembelajaran.

(2).    Prinsip pengembangan silabus
Pengembangan silabus sepenuhnya diserahkan kepada setiap satuan pendidikan, khususnya bagi yang sudah mampu melakukannya. Oleh karena itu setiap satuan pendidikan diberikan kebebasan dan keleluasaan dalam mengembangkan silabus seuai dengan kondisidan kebutuhan masing-masing. Agar pengembangan silabus yang dilakukan oleh setiap satuan pendidikan tetap berada dalam bingkai pengembangan kurikulim nasional (Standar Nasional), maka perlu memperhatikan prinsip-prinsip pengembangan silabus. Prinsip-prinsip tersebut adalah :
a.    Ilmiah
Pengembangan silabus harus dilakukan dengan prinsip ilmiah, yang mengandung arti bahwa keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar, logis, dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
b.    Relevan
Relevan dalam silabus mengandung arti bahwa ruang lingkup, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus disesuaikan dengan karakteristik peseerta didik yakni :tingkat perkembangan intelektual, social, emosional dan spiritual pesrta didik.
c.     Fleksibel
Fleksibel dalam silabus dapat dikaji dari dua sudut pandang yang berbeda, yakni fleksibel sebagai suatu pemikiran pendidikan dan fleksibel sebagai kaidah dalam penerapan kurikulum.

d.    Kontinuitas
Kontinuitas atau kesinambungan mengandung arti bahwa setiap program pembelajaran yang dikemas dalam silabus memiliki keterkaitan satu sama lain dalam membentuk kompetensi dan pribadi peserta didik.
e.     Konsisten
Pengembangan harus secara konsisten mengandung arti bahwaantara standar kompetensi, kompetensi dasar, indicator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan system penilaian memiliki hubungan yang “ajeg” dalam membentuk peserta didik.

e).      Promosi dan Sosialisasi
Dalam rangka sosialisasi banyak sekali yang bisa dilakukan, dan sudah tentu baik orang tua murid maupun pribadi si murid tersebut ingin melanjutkan jenjang pendidikan berikutnya (SMP) kepada sekolah yang mempunyai kompetensi dan mempunyai karakterr serta prestasi-prestasi yang tinggi dan tidak diragukan lagi,serta para pesrta  didik mampu bersaing secara sehat baik dengan murid yang lain maupun dengan kemajuan teknologi yang makin hari makin berkembang pesat.
Memang dalam tahap pengembangan, rintisan atau membuat sekolah unggulan harus memenuhi beberapa tahap dan tingkatan, yang dimana tingkat ini cukup memerlukan proses yang cukup panjang dan cukup berat diantara proses yang lain yaitu sosialisasi dan promosi.
Banyak sekali cara mempromosikan namun diperlukan pemikiran dan kretativitas didalamna, sehingga mampu menarik khalayak banyak terutama kaum terdidik dalam rangka meneruskan sekolah ke jenjang SMP.

Banyak cara yang dapat kita lakukan dalam rangka mempromosikan atau mensosialisasikan sekolah, baik secara persuasive atau secara prestasi. Dan semuanya itu dilakukan dengan penuh sungguh sungguh dan tingkat intensitas yang sangat tinggi, diantaranya adalah :
1).   Silaturahmi
Dalam rangka sosialisasi sekolah ini salah satunya dengan Silaturahmi, ini mengandung arti dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik secara besar besaran ataupun dor to dor (ke setiap sekolah). Missal seperti :
a)    Sosialisasi kesetiap sekolah SD dan memberikan motivasi-mitivasi kepada mereka sehingga mereka mau melanjutkan pendidikannya dan masuk ke sekolah tersebut.
b)    Mengadakan kegiatan rutin tahunan di sekolah tersebut yang didalamnya ada perlombaan yang para pesertanya dari SD di wilayah tertentu sehingga para calon murid SMP tersebut simpatik dan tau baik system, pembelajaran, prestasi yang didapat, ataupun fasilitas yang ada di sekolah tersebut sehingga mampu menarik para peserta didik untuk masuk dan belajar di sekolah tersebut.
c)    Membuat pamphlet-pamplet atau spanduk di jalan-jalan atau depan gerbang sekolah setiap SD yang didalamnya di publikasikan keunggulan sekolah tersebut yang pada akhirnya menarik mereka untuk segera mendaftarkan diri di sekolah tersebut, dan masih banyak lagi yang lainnya.

2).   Pendekatan persuasive kepada guru
Maksud pendekatan disin mengandung arti bahwa mengajak para guru untuk bekerja sama dengan sekolah SMP tersebut untuk meminta supaya mengajak anak didiknya sekolah di sekolah unggulan tersebut guna mencetak generasi di masa depan yang cerdas dan gemiliang serta siap aktif dan mampu mengabdikan diri secara sempurna dimasyarakat.dan masih banyak cara mensosialisasikannya entah itu dengan iklan di TV,Radio, ataupun Koran-koran yang mampu mengajak kepada setiap orangtua murid untuk menyekolahkan anaknya di sekolah unggulan tersebut.

f).      Kegiatan Belajar Mengajar
Dalam rangka merintis atau mengembangkan sekolah unggulan sudah barang tentu harus sesuai dan mampu bersaing dengan sekolah yang lain, apalagi jaman sekarang sekolah baik SMP, MTS, Yayasan baik yyang negri ataupun yang swasta itu sudah barang tentu menjadi saingan yang patut untuk dipertimbangkan dalam dan oleh setiap sekolah, maka dari itu supaya sekolah menjadi menarik maka sekolah tersebut harus mempunyai karakter atau cirikhas tertentu agar mampu membedakan dan berbeda dengan sekolah yang lainnya yang akhirnya sekolah tersebut diminati oleh setiap peserta didik.
Proses merintis atau membuat sekolah ungulan harus dipersiapkan segala sesuatunya, terutama semua kegiatan yang harus ada pada sekolah tersebut terutama kegiatan belajar mengajar yang menjadi point inti pada setiap lembaga pendidikan.
Kegiatan belajar mengajar harus menjadi persoalan dan harus di pertimbangkan, maka dalam pembuataan sekolah unggulan proses belajar mengajarnyapun harus unggulan, baik fasilitas, sarana dan prasarana yang dapat menunjang pada keberhasilan proses belajar mengajar.
Biasanya sekolah unggulan tidak hanya mengembangkan kegiatan intra (proses belajar-mengajar) tapi juga mengedepankan ekstrakulikuler juga yang mampu meunjang dan mewadaho dari setiap kretifitas dan bakat serta minat dari setiap peserta didik.
Maka dalam rangka membuat sekolah unggulan harus seimbang (Balance) diantara intra dan ekstra kulikulernya, guna memperoleh sekolah yang unggul, serasi, selaras dan seimbang.

g).     Menjalin Hubungan
Setiap sekolah terutama sekolah unggulan harus mampu berkomunikasi dan berhubungan baik dengan sesama, baik dengan sesame murid, guru-guru, terutama terhadap masyarakat sekitar dan masyarakat luas umumnya agar sekolah tersebut diakui oleh khalayak banyak serta ke mashurannya dapat di jadikan sebagai nilai plus kepada setiap lapisan masyarakat.
Sekolah yang unggul merupakan sekolah yang mampu berinteraksi dan berhubungan baik dengan warga atau masyarakat, yang dimana itu merupakan sebuah figur dan merupakan contoh dari sekolah-sekiolah lainnya guna memperoleh kebaikan dan dukungan dari masyarakat juga, karena tanpa masyarakat sekolah unggulan tidak akan di sebut unggulan, maka tentu ada hubungan timbale balik di antara keduanya agar memperoleh situasi dan kondisi yang harmonis diantara keduanya. Selain mayarakat, sekolah juga hendaknya dapat menjalin hubungan dengan sesama sekolah baik SD, SMP bahkan SMA, serta beberapa lembaga instalasi yang menunjang pendidikan seperti lembaga kursus dan lain-lain.

D.      CIRI-CIRI SEKOLAH UNGGUL
Untuk mencapai predikat sekolah unggul maka masukan (input), proses pendidikan, guru dan tenaga kependidikan, manajemen, layanan pendidikan, serta sarana penunjangnya harus diarahkan untuk menunjang tercapainya tujuan tersebut.
Format sekolah unggulharus sesuai dengan lima strategi kebijakan pendidikan nasional, yaitu (1) aspek pemerataan kesempatan pendidikan yang bermakna, persamaan kesempatan, aksesibilitas dan keadilan, (2) aspek relevansi yang bermuatan kepatutan dan kesepadanan dengan kebutuhan pembangunan, (3) aspek kualitas pendidikan yang merujuk kepada kualitas proses dan produk pendidikan, (4) aspek efektivitas penggunaan sumberdaya yang dimiliki, nilai strategi dan memacu keterlibatan seluruh lapisan masyarakat tidak terkecuali dunia swasta, dan (5) berwawasan pada kultur dan kepribadian bangsa yang perlu dijadikan landasan hidup bermasyarakat dan bernegara, walaupun era global telah melanda di seluruh pelosok dunia.
Depdikbud mengemukakan dimensi-dimensi keunggulan sebagai ciri sekolah unggul adalah sebagai berikut:
1.    Masukan (input) yaitu siswa yang terseleksi ketat dengan menggunakan kriteria tertentu dan prosedur yang dapat dipertanggungjawabkan. Kriteria yang dimaksud adalah; (a) prestasi belajar superior dengan indikator nilai rapor, nilai Ebtanas Murni (NEM), dan hasil tes prestasi akademik, (b) skor psikotes yang meliputi intelegensi dan kreativitas, (c) tes fisik jika diperlukan.
2.    Sarana dan prasarana yang menunjang untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa serta menyalurkan minat dan bakatnya, baik dalam kegiatan kurikuler maupun ekstrakurikuler.
3.    Lingkungan belajar yang kondusif untuk berkembangnya potensi keunggulan yang nyata baik lingkungan fisik maupun sosial psikologis.
4.    Guru dan tenaga kependidikan yang menangani harus unggul baik dari penguasaan materi pelajaran, metode mengajar, maupun komitmen dalam melaksanakan tugas. Untuk itu perlu disediakan insentif tambahan bagi guru berupa uang maupun fasilitas lainnya.
5.    Kurikulumnya diperkaya dengan pengembangan dan improvisasi secara maksimal sesuai dengan tuntutan belajar peserta didik yang memiliki kecepatan belajar serta motivasi belajar yang lebih tinggi dibanding dengan siswa yang seusianya.
6.    Kurun waktu belajarnya, lebih lama dibanding dengan sekolah lain. Karena bertambahnya materi kurikulum dan atau waktu pembelajaran di luar jam belajar yang telah ditetapkan.
7.    Proses belajar mengajar harus berkualitas dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan (accountable) baik kepada siswa, lembaga maupun masyarakat.
8.    Sekolah modern/unggul tidak hanya memberikan manfaat kepada peserta didik di sekolah tetapi memiliki resonansi sosial kepada lingkungan sekitarnya.
Sejalan dengan dimensi keunggulan ini, maka untuk melihat karakteristik umum sekolah unggul meliputi;
(1)   institusi madrasah yang efektif, baik ditinjau dari pencapaian tujuan maupun proses dan pendayagunaan sumber daya,
(2)   memiliki kurikulum dengan landasan yang kuat, strategi dan metode pembelajaran yang bervariasi, berbagai program yang mengembangkan akademik, bakat, minat dan kreativitas siswa serta tujuan dan standar kompetensi yang tinggi,
(3)   memiliki kepala sekolah yang kapabel, sebagai administrator, organisator, penanam nilai, katalis, humanis dan rasionalis, serta dapat mengembangkan budaya, memilih strategi yang tepat dan mengelola perubahan yang terjadi,
(4)   memiliki guru yang berkompetensi memadai baik secara personal, professional maupun sosial,
(5)   iklim sekolah yang baik; dalam arti terdapat hubungan yang harmonis antara guru, kepala sekolah, staf, siswa dan orang tua siswa,
(6)   memiliki program evaluasi yang mantap baik untuk mendiagnosis pembelajaran siswa, kemajuan siswa, maupun keefektifan program instruksional dengan standar performasi yang tinggi,
(7)   keterlibatan orang tua dan masyarakat dalam menunjang fasilitas pendidikan demi keberhasilan program madrasah.

Selain dari ciri-ciri tersebut di atas, nilai lebih dari sekolah modern/unggul dapat pula dilihat dari perlakuan tambahan diluar kurikulum nasional melalui pemgembangan kurikulum, program pengayaan, pengajaran remedial, pelayanan bimbingan dan konseling yang berkualitas, pembinaan kreativitas dan kedisiplinan.
Deskripsi berbagai teori mengenai sekolah efektif secara lebih terinci adalah sebagai berikut.
David A. Squires, et.al. (1983) berhasil merumuskan ciri-ciri sekolah efektif yaitu:
(1)     adanya standar disiplin yang berlaku bagi kepala sekolah, guru, siswa, dan karyawan di sekolah;
(2)     memiliki suatu keteraturan dalam rutinitas kegiatan di kelas;
(3)     mempunyai standar prestasi sekolah yang sangat tinggi;
(4)     siswa diharapkan mampu mencapai tujuan yang telah direncanakan;
(5)     siswa diharapkan lulus dengan menguasai pengetahuan akademik;
(6)     adanya penghargaan bagi siswa yang berprestasi;
(7)     siswa berpendapat kerja keras lebih penting dari pada faktor keberuntungan dalam meraih prestasi;
(8)     para siswa diharapkan mempunyai tanggungjawab yang diakui secara umum; dan
(9)     kepala sekolah mempunyai program inservice, pengawasan, supervisi, serta menyediakan waktu untuk membuat rencana bersama-sama dengan para guru dan memungkinkan adanya umpan balik demi keberhasilan prestasi akademiknya.

Sedangkan Jaap Scheerens (1992) menyatakan bahwa sekolah yang efektif mempunyai lima ciri penting yaitu;
(1)     kepemimpinan yang kuat;
(2)     penekanan pada pencapaian kemampuan dasar;
(3)     adanya lingkungan yang nyaman;
(4)     harapan yang tinggi pada prestasi siswa;
(5)     dan penilaian secara rutin mengenai program yang dibuat siswa.

Sementara Edmons (1979) menyebutkan bahwa ada lima karakteristik sekolah efektif yaitu :
(1)     kepemimpinan dan perhatian kepala sekolah terhadap kualitas pengajaran;
(2)     pemahaman yang mendalam terhadap pengajaran;
(3)     iklim yang nyaman dan tertib bagi berlangsungnya pengajaran dan pembelajaran;
(4)     harapan bahwa semua siswa minimal akan menguasai ilmu pengetahuan tertentu; dan
(5)     penilaian siswa yang didasarkan pada hasil pengukuran hasil belajar siswa.

Pengetahuan lain mengenai sekolah efektif adalah sebagai berikut :
(1)     mampu mendemontrasikan kebolehannya mengenai seperangkat kriteria;
(2)     menetapkan sasaran yang jelas dan upaya untuk mencapainya;
(3)     adanya kepemimpinan yang kuat;
(4)     adanya hubungan yang baik antara sekolah dengan orangtua siswa; dan
(5)     pengembangan staf dan iklim sekolah yang kondusif untuk belajar (Townsend, 1994).

Metode lain yang dipakai untuk mengidentifikasikan sekolah yang efektif adalah : penggunaan standar tes, pendekatan reputasi, dan penggunaan evaluasi sekolah serta pengembangan berbagai aktifitas.
Tinjauan yang lebih komprehensif mengenai sekolah efektif dilakukan oleh Edward Heneveld (1992) yang mengungkapkan serangkaian indikator berupa 16 faktor yang berkenaan dengan sekolah efektif yaitu :
(1)     dukungan orangtua siswa dan lingkungan;
(2)     dukungan yang efektif dari sistem pendidikan;
(3)     dukungan materi yang cukup;
(4)     kepemimpinan yang efektif;
(5)     pengajaran yang baik;
(6)     fleksibilitas dan otonomi;
(7)     waktu yang cukup di sekolah;
(8)     harapan yang tinggi dari siswa;
(9)     sikap yang positif dari para guru;
(10)   peraturan dan disiplin;
(11)   kurikulum yang terorganisir;
(12)   adanya penghargaan dan insentif;
(13)   waktu pembelajaran yang cukup;
(14)   variasi strategi pengajaran;
(15)   frekuensi pekerjaan rumah; dan
(16)   adanya penilaian dan umpan balik sesering mungkin.

Bertitik tolak pada dari berbagai teori tersebut, terungkap bahwa pengertian sekolah efektif memandang sekolah sebagai suatu sistem yang mencakup banyak aspek baik input, proses, output maupun outcome serta tatanan yang ada dalam sekolah tersebut. Dimana berbagai aspek yang ada dapat memberikan dukungan satu sama lain untuk mencapai visi, misi dan tujuan, dari sekolah yang dikelola secara efektif dan efisien.


E.    Pentingnya Studi tentang Kepemimpinan Sekolah Unggul

Telah menjadi harapan masyarakat bahwa kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan selayaknya mampu memimpin dirinya sendiri dan mempunyai kelebihan dibandingkan dengan yang lainnya. Untuk meningkatkan kualitas diri, banyak upaya yang dapat ditempuh. Adair (1984) menawarkan ada lima hal yang dapat dilakukan, yaitu: (1) mengenal diri sendiri dengan Strength, Weaknesess, Opportunities, Threats (SWOT), (2) berusaha memiliki Kredibilitas, Akseptabilitas, Moralitas, dan Integritas (KAMI), (3) mempelajari prinsip-prinsip kepemimpinan, (4) menerapkan prinsip-prinsip kepemimpinan, dan (5) belajar dari umpan balik. Jadi, punya ilmu harus dipraktikkan seperti nasehat Confius, seorang filosof kuno yang menyatakan, ”Inti pengetahuan ialah mempunyai dan menggunakannya.”
Secara obyektif, kehidupan sekolah akan selalu mengalami perubahan sejalan dengan dinamika pembangunan. Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan harus berupaya mengembangkan pengeahuan dan keterampilannya dalam mengelola perubahan yang terjadi di sekolah. Melihat posisinya sebagai top leader, kepala sekolah unggul akan menjadi penentu keberhasilan atau kegagalan reformasi pendidikan pada tingkat sekolah.
Dengan melakukan studi terhadap kepemimpinan sekolah unggul kita dapat menggali informasi tentang nilai-nilai unggulitas harus dipelihara di sekolah. Sergiovanni (1987) menjelaskan kriteria sekolah unggul ke dalam hal-hal berikut:
1.      Skor tes UAN meningkat
2.      Kehadiran (guru, siswa, staf) meningkat
3.      Meningkatnya jumlah PR
4.      Meningkatnya waktu untuk penyampaian mata pelajaran
5.      Adanya partisipasi masyarakat dan orang tua
6.      Partisipasi siswa dalam ekstra kurikuler
7.      Penghargaan bagi siswa dan guru
8.      Kualitas dukungan layanan bagi siswa dengan kebutuhan khusus

Demikianlah, kriteria unggulitas sekolah tersebut akan berkembang sesuai dengan muatan nilai-nilai lokal sekolah, di samping mengikuti standar kinerja pada umumnya.

F.    Konsep Dasar Kepemimpinan Unggul di Sekolah

1.      Pengertian
Mengingat tugas kepemimpinan yang kompleks, pengertian kepemimpinan tidak dapat dibatasi secara pasti, termasuk pengertian kepemimpinan unggul di sekolah. Namun, sejumlah rujukan menjelaskan bahwa kepemimpinan unggul di sekolah dapat berkait dengan kepemimpinan kepala sekolah di sekolah yang unggul. Atas dasar pandangan ini, maka kepemimpinan unggul di sekolah dapat dimengerti sebagai bentuk kepemimpinan yang menekankan kepada pencapaian prestasi akademik dan non akademik sekolah. Dengan demikian, pemimpin pendidikan unggul selalu berkonsentrasi untuk menggerakkan faktor-faktor potensial bagi ketercapaian tujuan sekolah.
Sebagai pemimpin pendidikan pula, kepala sekolah unggul mampu menunjukkan kemampuannya mengembangkan potensi-potensi sekolah, guru, dan siswa untuk mencapai prestasi maksimal. Seperangkat faktor pengaruh prestasi dapat digambarkan oleh model berikut:

       Pengelolan yang terkait dengan komponen sekolah dapat meliputi: (a) kurikulum praktis dan mantap; (b) tujuan yang menantang dan balikan yang unggul; (c) partisipasi orang tua dan masyarakat; (d) lingkungan yang tertib dan nyaman; dan (e) kolegialitas dan profesionalisme.
      Sementara, pengelolan yang terkait dengan komponen guru dapat mencakup: (a) strategi instruksional; (b) manajemen kelas; dan (c) desain kurikulum. Adapun pengelolaan yang terakit dengan siswa mencakup: (a) lingkungan rumah; (b) kecerdasan belajar; dan (c) motivasi. Ketiga komponen tersebut bersifat interrelatif, oleh karenanya harus dikelola secara sinergis dengan mendasarkan kepada prinsip-prinsip koordinasi, sinkronisasi, dan integrasi.
      Dari berbagai pandangan di atas, dapat ditegaskan bahwa kepemimpinan unggul adalah kepemimpinan kepala sekolah yang memfokus kepada pengembangan instruksional, organisasional, staf, layanan murid, serta hubungan dan komunikasi dengan masyarakat. Sajian materi ini akan mendeskripsikan kepemimpinan unggul kepala sekolah, ditinjau dari aktifitasnya dalam berkomunikasi, membangun teamwork, mengambil keputusan, menangani konflik, dan memelihara budaya kerja di sekolah.

2.      Ciri-ciri Kepala Sekolah Unggul
Kepala sekolah Unggul harus mengetahui mengetahui (a) mengapa pendidikan yang baik diperlukan di sekolah, (b) apa yang diperlukan untuk meningkatkan mutu sekolah, dan (c) bagaimana mengelola sekolah untuk mencapai prestasi terbaik. Kemampuan untuk menguasai jawaban atas ketiga pertanyaan ini akan dapat dijadikan standar kelayakan apakah seseorang dapat menjadi kepala sekola unggul atau tidak.
Secara umum, ciri dan perilaku kepala sekolah unggul dapat dilihat dari tiga hal pokok, yaitu: (a) kemampuannya berpegang kepada citra atau visi lembaga dalam menjalankan tugas; (b) menjadikan visi sekolah sebagai pedoman dalam mengelola dan memimpin sekolah; dan (c) memfokuskan aktifitasnya kepada pembelajaran dan kinerja guru di kelas (Greenfield, 1987; Manasse, 1985). Adapun secara lebih detil, deskripsi tentang kualitas dan perilaku kepala sekolah unggul dapat diambil dari pengalaman riset di sekolah-sekolah unggul dan sukses di negara maju.
Atas dasar hasil riset tersebut, dapat dijelaskan ciri-ciri sebagai berikut:
·         Kepala sekolah unggul memiliki visi yang kuat tentang masa depan sekolahnya, dan ia mendorong semua staf untuk mewujudkan visi tersebut
·         Kepala sekolah unggul memiliki harapan tinggi terhadap prestasi siswa dan kinerja staf
·         Kepala sekolah unggul tekun mengamati para guru di kelas dan memberikan balik yang positif dan konstruktif dalam rangka memecahkan masalah dan memperbaiki pembelajaran
·         Kepala sekolah unggul mendorong pemanfaatan waktu secara efisien dan merancang langkah-langkah untuk meminimalisasi kekacauan
·         Kepala sekolah unggul mampu memanfaatkan sumber-sumber material dan personil secara kreatif
·         Kepala sekolah unggul memantau prestasi siswa secara individual dan kolektif dan memanfaatkan informasi untuk mengarahkan perencanaan instruksional.

Di sisi lain, kepala sekolah yang tidak unggul biasanya:
1.      Membatasi perannya sebagai manajer sekolah dan anggaran
2.      Menjaga dokumen, sangat disiplin
3.      Berkomunikasi dengan setiap orang sehingga memboroskan waktu dan tenaga
4.      Membiarkan guru mengajar di kelas
5.      Memanfaatkan waktu hanya sedikit untuk urusan kurikulum dan pembelajaran (Martin & Millower, 1981; Willower & Kmetz, 1982).

Kenyataan menunjukkan sedikit sekali kepala sekolah dipersiapkan sebagai pemimpin instruksional (Goodlad, 1983).

G.    Praktik Kepimimpinan Kepala Sekolah Unggul

Dalam menjalankan perannya sebagai pemimpin yang unggul di sekolah, selama periode kepemimpinannya kepala sekolah dapat melaksanakan hal-hal berikut.
1.        Tahun Pertama
Dalam tahun pertama masa bakti kepemimpinannya, kepala sekolah unggul dapat melakukan hal-hal berikut:
a.         Menerima tanggungjawab sebagai kepala sekolah. Jika masih menekankan kepada administrasi dan disiplin, membiarkan guru mengajar di kelas, maka ia perlu merubah wawasannya menuju manajemen sekolah unggul
b.        Menetapkan tujuan dan menetapkan norma-norma atas dasar kebijakan yang telah digariskan oleh dinas pendidikan, nilai masyarakat, dan tentunya visinya sendiri tentang sekolah unggul
c.         Berkonsentrasi kepada upaya-upaya pembelajaran dan mulai melakukan kunjungan kelas
d.        Mengembangkan aktifitas dan struktur sesuai dengan tujuan, norma, dan maksud pendidikan
e.         Menyusun kalender akademik untuk menghindari hambatan belajar siswa, waktu perencanaan guru, dan seterusnya
f.         Mendukung saluran-saluran untuk melakukan komunikasi terbuka, pengambilan keputusan, dan problem-solving. Berusaha untuk memantapkan atmosfir kolegial
g.        Memperhatikan pertemuan dewan guru dalam memecahkan persoalan
h.        Merencanakan pementapan dan orientasi akademik
i.          Merencanakan sistem pemberian penghargaan bagi siswa dan staf
j.          Berinisiatif membangkitkan kesadaran dan keterlibatan masyarakat


2.         Tahun Kedua
Di tahun kedua ini, kepala sekolah unggul menindaklanjuti ide-ide pada tahun pertama dengan kegiatan nyata, termasuk:
a.         Memantapkan iklim akademik sekolah, harapan berprestasi tinggi dalam keterampilan dasar, penilaian kemajuan, dan prestasi siswa. Minat staf harus dikonsentrasikan ke hal-hal tersebut
b.         Mendorong kepekaan sekolah terhadap masyarakat
c.         Mentransformasi visi sekolah unggul kepada staf, siswa, dan orang tua
d.        Beralih dari fokus persoalan yang sempit menuju orientasi program yang lebih luas
e.         Tampil percaya diri dan lebih visibel di jalan, kelas, halaman sekolah, dan masyarakat
f.          Berinisiatif melakukan observasi kelas dan kegiatan supervisi instruksional
g.         Menjadwal peristiwa pelatihan instruksional
h.         Memberi dukungan secara kontinyu kepada staf selama sesuai dengan tujuan sekolah yang lebih luas
i.           Menjalin hubungan yang baik dengan komunitas sekolah, termasuk staf, siswa, orang tua, dan lingkungan; selalu memperlakukan staf, siswa, orang tua, dan pihak lain dengan rasa hormat.

3.         Tahun Ketiga
Pada tahun ketiga ini, kepala sekolah unggul pada dasarnya menyempurnakan implementasi perubahan iklim dan prosedur sekolah dan melanjutkan reformasi. Dalam hal ini, kepala sekolah dapat melakukan hal-hal berikut:
a.         Melanjutkan menyusun dan mentransformasi tujuan personal dan sekolah yang sejalan dengan pemerintah
b.         Memantau proses dan program instruksional
c.         Mengkoordinasikan program instruksional, dengan memantapkan prestasi
d.        Mengambil peran penting dalam pengembangan program dan evaluasi dan keputusan tentang seleksi materi instruksional
e.         Merencanakan dan menjadwal untuk penggunaan material dan sumber daya personil secara optimal
f.          Mengorganisasi pelatihan inservice guru dalam bidang khusus dan teknik pengelolaan kelas
g.         Tetap mempertimbangkan riset yang relafan dan gagasan untuk kepemimpinan unggul, sekolah unggul, dan pembelajaran unggul
h.         Menyempurnakan standar kinerja guru, siswa, staf, dan diri sendiri.

H.    Indikator Kinerja Kepala Sekolah Unggul

       Berdasarkan langkah-langkah reformatif dan analisis obyektif, maka dapat dikemukakan indikator-indikator kinerja kepala sekolah unggul di era global sebagai berikut:
1.         Mewujudkan proses pembelajaran yang unggul, yang mencakup aktifitas-aktifitas:
a.         Menciptakan situasi kelas yang kondusif
b.        Menumbuhkan siswa (sikap) aktif, kreatif, kritis, dan memahami materi ajar
c.         Menumbuhkan rasa percaya diri dan saling menghargai sesama
d.        Memotivasi kemampuan siswa untuk menggunakan media pembelajaran
e.         Siswa memiliki sumber belajar
2.         Menerapkan system evaluasi yang unggul dan melakukan perbaikan secara berkelanjutan, dengan menyiapkan dan melaksanakan:
a.         Adanya jadwal evaluasi terprogram
b.        Alat evaluasi yang standard
c.         Analisa hasil evaluasi/belajar
d.        Pelaksanaan program perbaikan, pengayaan, dan penghargaan yang berkelanjutan.
e.         Penerapan tutor sebaya/Team Teaching
f.         Penulisan kisi-kisi, soal yang profesional
3.         Melakukan refleksi diri ke arah pembentukan karakter kepemimpinan sekolah yang kuat, yang ditunjukkan dengan:
a.         Dapat memberi keteladanan
b.        Komitmen terhadap tugas
c.         Kebersamaan/kekompakan dalam melaksanakan tugas
d.        Implementasi Imtaq/amaliah
4.         Melaksanakan pengembangan staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi, melalui:
a.         Pemberian penghargaan dan sanksi yang tepat
b.        Pemberian tugas yang adil dan merata sesuai dengan kemampuan
c.         Memberikan kepercayaan dan kesempatan untuk mengembangkan kreativitas
5.         Menumbuhkan sikap responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan, dengan:
a.         Senantiasa mengikuti perkembangan IPTEK dalam PBM (Sarana dan Metode)
b.        Membiasakan warga sekolah berkomunikasi dalam bahasa Inggris (Bahasa Asing)
c.         Membudayakan sikap selalu ingin maju
d.        Memperluas kerja sama dengan pihak luar dalam rangka otonomi sekolah
e.         Mengadopsi masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu di segala bidang
6.         Menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan tertib (Safe and Orderly), dengan:
a.         Memantapkan tata tertib yang tegas dan konsekuen
b.        Kerjasama yang baik antara sekolah, masyarakat sekitar dan aparat keamanan
c.         Menjadikan sekolah yang bebas dari rokok dan Narkoba
d.        Menciptakan rasa kekeluargaan yang tinggi di antara warga sekolah (5 S = Salam, Sapa, Sopan, Senyum, Silaturahim)
e.         Menciptakan nuansa sekolah yang aman, tenteram dan damai (Taman, Penghijauan, Musik, yang halus)
7.         Menumbuhkan budaya mutu di lingkungan sekolah, dengan cara:
a.         Memberikan reward kepada guru, siswa yang berprestasi
b.        Memberdayakan MGMP tingkat sekolah/Hari MGMP/Sabtu
c.         Mewajibkan warga sekolah untuk memberdayakan perpustakaan/sumber belajar lainnya
d.        Peningkatan kualitas kehidupan beragama
e.         Memiliki target mutu yang tinggi dan slogan /motto
f.         Menanamkan rasa memiliki pada warga sekolah
8.         Menumbuhkan harapan prestasi tinggi, dengan:
a.         Mengadakan lomba cepat dalam kegiatan class meeting
b.        Membuat jadwal rutin Olah Raga prestasi
c.         Mendorong siswa untuk mengikuti       perlombaan-perlombaan
d.        Memiliki komitmen dan motivasi yang kuat
e.         Guru hams memiliki komitmen dan harapan tinggi terhadap siswa
f.         Semua harus memiliki motivasi tinggi untuk berprestasi
9.         Menumbuhkan kemauan untuk berubah, dengan:
a.         Mengikutsertakan guru untuk menambah wawasan
b.        Pemberian motivasi kerja yang tepat
c.         Memberikan kesempatan untuk pengembangan/ peningkatan jenjang karir
d.        Melakukan pembinaan
10.     Melaksanakan Keterbukaan/Transparan Managemen Sekolah, dengan cara:
a.         Membuat Program kerja, yang melibatkan semua warga sekolah
b.        Sosialisasi Program kerja
c.         Melaksanakan Program
d.        Mengadakan Pembinaan secara kontinue
e.         Membuat Laporan hasil pelaksanaan secara periodik
f.         Mengadakan rapat Evaluasi secara periodik
11.     Menetapkan secara jelas mewujudkan Visi dan Misi, dengan:
a.         Memberdayakan seluruh komponen sekolah dalam menyusun Visi sekolah
b.        Melibatkan semua komponen sekolah dalam menjabarkan Visi ke dalam indikator yang jelas
c.         Menyusun Misi Realistis yang terdiri dari jangka pendek, menengah dan Panjang untuk mencapai Visi, dengan melibatkan semua komponen sekolah
12.     Melaksanakan pengelolaan tenaga kependidikan secara unggul, dengan:
a.         Memberdayakan disiplin guru dan karyawan
b.        Membudayakan pelayanan prima
c.         Meningkatkan profesionalisme guru dan karyawan melalui pelatihan-pelatihan atau lainnya
d.        Meningkatkan kesejahteraan guru dan karyawan
e.         Menciptakan iklim kerja yang kondusif dan kompetitif yang sehat dengan memberikan penghargaan dan sanksi
13.     Melaksanakan pengelolaan sumber belajar secara unggul, dengan:
a.         Menginfentarisir semua sumber-sumber belajar, di dalam dan di luar sekolah
b.        Menentukan sumber belajar yang          unggul sesuai kemampuan sekolah
c.         Pengadaan sumber-sumber belajar sesuai kemampuan
d.        Sosialisasi pemanfaatan semua sumber belajar
e.         Merencanakan pemanfaatan sumber belajar
14.     Melaksanakan pengelolaan kegiatan kesiswaan/ Ekstrakurikuler secara unggul, dengan:
a.         Menginfentarisir sarana prasarana ekstrakurikuler
b.        Menginfentarisir minat dan bakat siswa
c.         Mencari peluang kerjasama dengan pihak lain
d.        Mencari peluang pengadaan dana dari donatur
e.         Menentukan jenis-jenis ekstrakurikuler
15.     Mengembangkan kepemimpinan instruksional, dengan cara:
a.         Mendorong murid untuk bekerja keras mencapai standar prestasi nasional.
b.         Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program instruksional untuk memastikan bahwa kurikulum dan pembelajaran unggul telah diterapkan, didukung dengan penggunaan strategi penilaian secara tepat.
c.          Mengajak semua pihak terkait di sekolah melaksanakan pengambilan keputusan yang didasarkan kepada visi, misi, dan prioritas program.
d.         Memantapkan dan mempertahankan harapan berprestasi yang tinggi kepada murid secara rutin dengan melakukan best practices dalam kepemimpinan, pembelajaran, dan perbaikan instruksional.
e.          Bekerjasama dengan para guru dan staf dalam mengidentifikasi sumber-sumber dan materi sesuai dengan kemampuan anggaran.
f.          Bekerjasama dengan guru dan staf dalam memperbaiki dan menetapkan kalender akademik.

I.     Standar Kepemimpinan Unggul

     Walau pengertian kepemimpinan unggul sulit didefinisikan secara tegas, secara umum dapat dirumuskan standar kepemimpinan kepala sekolah secara unggul. Pada dasarnya kepemimpinan unggul dapat dilihat dari tujuh perilaku kepala sekolah untuk: (a) menerapkan kepemimpinan sekolah unggul, (b) melaksanakan kepemimpinan instruksional, (c) memelihara iklim belajar yang berpusat pada siswa, (d) mengembangkan profesionalitas dan mengelola SDM, (e) melibatkan orang tua dan menjalin kemitraan dengan masyarakat, (f) mengelola sekolah secara unggul dan melaksanakan program harian, dan (g) melaksanakan hubungan interpersonal secara unggul.
Kepemimpinan di sekolah dapat mencakup serangkaian kegiatan kepala           sekolah dalam memimpin institusi sekolah dengan cara membangun teamwork yang kuat, mengelola tugas dan orang secara bertanggungjawab, dan melibatkan sejumlah pihak terkait dalam pelaksanaan visi sekolah.
Untuk membangun tim, kepala sekolah dapat melakukannya dengan:
a.         Mendorong dan merespon masukan dari anggota tim
b.         Bekerjasama dengan staf dan murid memantapkan dan membangun tim di sekolah
c.         Membantu tim menyusun tujuan
d.        Memfokuskan tim kepada pencapaian tujuan yang spesifik dan terukur
      Koordinasi dapat dilakukannya dengan menjalin kerjasama dengan instansi terkait, melibatkan guru, staf, orang tua, dan masyarakat secara tepat dalam pengambilan keputusan. Adapun implementasi visi sekolah dapat dilakukan dengan cara mengembangkan visi sekolah bersama stakeholders, mengarahkan pelaksanaan program sesuai dengan visi sekolah, dan mengkomunikasikan dan menunjukkan visi dalam rangka peningkatan mutu sekolah.
      Kepemimpinan instruksional ditunjukkan kepala sekolah dalam berusaha mendorong kesuksesan semua murid dengan menciptakan program instruksional yang mendorong perbaikan proses belajar dan mengajar. Tiga hal penting yang menjadi perhatiannya berupa asesmen, kurikulum, dan pembelajaran. Dalam asesmen, kepala sekolah (1) mengarahkan evaluasi belajar siswa dengan menggunakan beragam teknik dan sumber informasi; (2) menganalisis data siswa, staf, dan masyarakat untuk pengambilan keputusan; (3) memanfaatkan data sekolah dan siswa untuk membuat program layanan murid dan kurikulum; dan (4) memantau kemajuan belajar siswa, didukung dengan laporan sistematis tiap bulan.
      Kepala sekolah juga menyiapkan tim untuk pengembangan kurikulum, menggunakan hasil penelitian, keahlian guru, dan rekomendasi kalangan profesional untuk membuat keputusan kurikuler, dan bekerjasama dengan staf untuk menyesuaikan pelaksanaannya dengan standar nasional. Terkait dengan pembelajaran, kepala sekolah memperbaikinya dengan memantau semua kelas dan sekolah, mendorong penggunaan metode mengajar yang inovatif dan mendorong guru mencobakan program inovatif yang melibatkan murid, serta menyiapkan program untuk memenuhi kebutuhan pendidikan khusus dan kecakapan murid yang terbatas.

J. TUJUH TANDA SEKOLAH UNGGUL

          Hakikat pendidikan adalah mengubah budaya. Apa yang sering dilupakan banyak orang adalah bahwa sekolah-sekolah kita telah memiliki budaya sekolah (”school culture”) yaitu seperangkat nilai-nilai, kepercayaan, dan kebiasaan yang sudah mendarah daging dan menyejarah sejak negara ini merdeka. Tanpa keberanian mendobrak kebiasaan ini, apa pun model pendidikan dan peraturan yang diundangkan, akan sulit bagi kita untuk memperbaiki mutu pendidikan.Sedikitnya ada empat tradisi yang membatu selama ini: (1) orang tua menganggap sekolahlah yang bertanggung jawab mendidik siswa, (2) orang tua percaya bahwa program IPA lebih bergengsi daripada program IPS bagi anak mereka, (3) orang tua percaya bahwa sekolah kejuruan kurang bergengsi, (4) masyarakat percaya bahwa gelar ke(pasca)sarjanaan merupakan simbol status sosial.
         Wacana pendidikan kita kini diperkaya oleh seperangkat kosa kata yang maknanya berimpitan: sekolah percontohan, sekolah percobaan, sekolah unggul, sekolah akselerasi, dan sejenisnya. Dalam literatur internasional semua itu lazim disebut lab school, effective school, demonstrationschool, experiment school, atau accelerated school, dan sekolah-sekolah pun diiklankan dengan atribut-atribut magnetis itu.Senarai kosa kata itu tidak persis bersinonim. Ada nuansa kekhasan pada masing-masing. Dari semua itu, kosa kata yang paling lazim dipakai adalah effective school atau sekolah unggul yang didasarkan atas keyakinan bahwa siswa, apa pun etnis, status ekonomi, dan jenis kelaminnya, akan mampu belajar sesuai dengan tuntutan kurikulum.Pendekatan yang ditempuh adalah perencanaan secara kolaboratif antara guru, administrator, orang tua, dan masyarakat. Data prestasi siswa dijadikan basis untuk perbaikan sistem secara berkelanjutan. Sekolah unggul demikian memiliki sejumlah korelat atau ciri pembeda (tanda-tanda) berikut.
a. visi dan misi sekolah yang jelas.
          Mayoritas sekolah kita belum mampu mengartikulasikan visi dan misinya. Visi adalah pernyataan singkat, mudah diingat, pemberi semangat, dan obor penerang jalan untuk maju melejit. Misalnya, "SMA berbasis komputer", "SD berbasis kelas kecil", "SMP berbasis IST (information system technology)," "SMK bersistem asrama," "Aliyah dengan pengantar tiga bahasa," dan sebagainya.Konsep iman dan taqwa (imtaq) dan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek)selama ini terlalu sering dipakai sehingga maknanya tidak jelas, mengawang-awang, filosofis, dan tidak operasional. Misi adalah dua atau tiga pernyataan sebagai operasionalisasi visi, misalnya "membangun siswa yang kreatif dan disiplin," dan sebagainya. Walau begitu, ada prioritas yang diunggulkan dalam rentang zaman secara terencana. Prioritas ini dinyatakan eksplisit dalam rencana kerja tahunan sekolah.
          Untuk mengimplementasikan visi dan misi sekolah ada sejumlah langkah yangmesti ditempuh: (1) pahami kultur sekolah, (2) hargai profesi guru, (3) nyatakan apa yang Anda hargai, (4) perbanyak unsur yang Anda hargai, (5) lakukan kolaborasi dengan pihak-pihak terkait, (6) buat menu kegiatan bukan mandat, (7) gunakan birokrasi untuk memudahkan bukan untuk mempersulit, dan (8) buatlah jejaring (networking) seluas mungkin.
b.Komitmen tinggi untuk unggul.
          Staf administrasi, guru, dan kepala sekolah memiliki tekad yang mendidih untuk menjadikan sekolahnya sebagai sekolah unggul dalam segala aspek, sehingga semua siswa dapat menguasai materi pokok dalam kurikulum. Semuanya memiliki potensi untuk berkontribusi dalam proses pendidikan.Komitmen ini adalah energi untuk mengubah budaya konvensional (biasa-biasa saja) menjadi budaya unggul. Membangun komitmen bersama adalah langkah awal dan penting untuk memulai proses menuju sekolah unggul.
c.Kepemimpinan yang mumpuni.
          Kepala sekolah adalah “sentral” sekolah. Kepala sekolah adalah "pemimpin dari pemimpin" bukan "pemimpin dari pengikut." Artinya selain kepala sekolah ada pemimpin dalam lingkup kewenangannya sehingga tercipta proses pengambilan keputusan bersama (shared decision making). Komunikasi terus-menerus dilakukan antara kepala sekolah dan para guru untuk memahami budaya dan etos sekolah yang yang diimpikan lewat visi sekolah itu. Bila tidak dikomunikasikan terus-menerus, visi itu akan mati sendiri.Guru juga adalah pemimpin dengan kualitas sebagai berikut: (1) terampilmenggunakan model mengajar berdasarkan penelitian, (2) bekerja secara timdalam merencanakan pelajaran, menilai siswa, dan dalam memecahkan masalah,(3) sebagai mentor bagi koleganya, (4) mengupayakan pembelajaran yangefisien, dan (5) berkolaborasi dengan orang tua, keluarga, dan anggotamasyarakat lain demi pembelajaran siswa.
d.Kesempatan untuk belajar dan pengaturan waktu yang jelas.
         Semuaguru mengetahui apa yang mesti diajarkan. Alokasi waktu yang memadai dan penjadwalan yang tepat sangat berpengaruh bagi kualitas pengajaran. Guru memanfaatkan waktu yang tersedia semaksimal mungkin demi penguasaan keterampilan azasi. Dalam hal ini perlu dijaga keseimbangan antara tuntutan kurikulum dengan ketersediaan waktu. Kunci keberhasilan dalam hal ini adalah mengajar dengan niat akademik yang jelas dan siswa pun mengetahui niat itu. Mengajar yang berkualitas memiliki ciri sebagai berikut: (1) organisasi pembelajaran yang efisien, (2) tujuan yang jelas, (3) pelajaran yang terstruktur, dan (4) praktik mengajar yang adaptif dan fleksibel.
e.Lingkungan yang aman dan teratur.
         Sekolah unggul bersuasana tertib, bertujuan, serius, dan terbebas dari ancaman fisik atau psikis, tidak opresif tetapi kondusif untuk belajar dan mengajar. Siswa diajari agar berperilaku aman dan tertib melalui belajar bersama (cooperative learning), menghargai kebinekaan manusiawi, serta apresiasi terhadap nilai-nilai demokratis. Banyak penelitian menunjukkan bahwa suasana sekolah yang sehat berpengaruh positif terhadap produktivitas, semangat kerja, dan kepuasan guru dan siswa.
f. Hubungan yang baik antara rumah dan sekolah.
          Para orang tua memahami misi dan visi sekolah. Mereka diberi kesempatan untuk berperan dalam program demi tercapainya visi dan misi tersebut. Dengan demikian, sekolah tidak hanya mendidik siswa, tetapi juga orang tua sebagai anggota keluarga sekolah yang dihargai dan dilibatkan.Dengan melibatkan mereka pada kegiatan ekstra di akhir pekan (extra school) misalnya, siswa sadar bahwa orang tuanya menghargai kegiatan pendidikan, sehingga mereka pun menghargai pendidikan yang dilakoninya.
         Inilah contoh konkret hubungan tripatriat sekolah-siswa-orang tua. Upacara-upacara yang dihadiri orang tua sesungguhnya merupakan kesempatan untuk membangun citra sekolah dan untuk merayakan visi dan misi. Singkatnya, sekolah unggul membangun "kepercayaan" dan silaturahmi sehingga masing-masing memiliki nawaitu tinggi untuk melejitkan prestasi.
g.Monitoring kemajuan siswa secara berkala.
Kemajuan siswa dimonitor terus- menerus dan hasil monitoring itu dipergunakan untuk memperbaiki perilaku dan performansi siswa dan untuk memperbaiki kurikulum secara keseluruhan. Penggunaan teknologi, khususnya komputer memudahkan dokumentasi hasil monitoring secara terus- menerus.
          Evaluasi penguasaan materi pelajaran secara perlahan bergeser dari tes baku (standardized norm-referenced paper-pencil test) menuju tes berdasar kurikulum dan berdasar kriteria (curricular-based, criterion-referenced). Dengan kata lain, evaluasi akan lebih berfokus pada performansi dan dokumentasi prestasi siswa sebagaimana terakumulasi dalam portofolio. Dokumentasi prestasi ini bukan hanya untuk guru, tetapi juga untuk dikomunikasikan kepada orang tua.Sekolah sebagai sistem juga dimonitor secara berkelanjutan. Artinya sekolah tidak hanya terampil memonitor kemajuan siswa, tetapi juga siap mengevaluasi dirinya sendiri. Hasil evaluasi diri ini merupakan bahan bagi pihak lain (external evaluators) untuk mengevaluasi kinerja sekolah itu. Inilah makna akuntabilitas publik.
Sekolah harus mengagendakan program rujuk mutu (benchmarking) kepada sekolah lain, sehingga sadar akan kelebihan dan kekurangan sendiri.Model sekolah unggul seperti digambarkan di atas akan berwujud bila sekolah tidak eksklusif bak menara gading, tetapi tumbuh sebagai bagian dari masyarakat sehingga memiliki kepekaan terhadap nurani masyarakat (a sense of community). Dalam masyarakat setiap individu berhubungan dengan individu lain, dan masing-masing memiliki potensi dan kualitas yang dapat disumbangkan pada sekolah.