BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan adalah proses penyesuian
diri secara timbal balik antara manusia dengan alam, dengan sesama manusia atau
juga pengembangan dan penyempurnaan secara teratur dari semua potensi moral,
intelektual, dan jasmaniah manusia oleh dan untuk kepentingan pribadi dirinya
dan masyarakat yang ditujukan untuk kepentingan tersebut dalam hubungannya
dengan Allah Yang Maha Pencipta sebagai tujuan akhir.
Ahmad D. Marimba
mengatakan bahwa, “Pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh si pendidik
terhadap si terdidik dalam hal perkembangan jasmani dan rohani menuju
terbentuknya kepribadian yang utama.
Dalam tujuan Pendidikan Nasional
disebutkan bahwa pendidikan ditujukan untuk menghasilkan manusia yang
berkualitas yang dideskripsikan dengan jelas dalam UU No. 2 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN)
1993, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif,
terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, dan
produktif serta sehat jasmani dan rohani, berjiwa patriotik, cinta tanah air,
mempunyai semangat kebangsaan, kesetiakawanan sosial, kesadaran pada sejarah
bangsa, menghargai jasa pahlawan, dan berorientasi pada masa depan.
Pendidikan tidak hanya untuk
kepentingan individu atau pribadi, tetapi juga untuk kepentingan masyarakat.
Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional (UUSPN) dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 29 Tahun 1990.
Selain pendidikan dipusatkan untuk membina kepribadian manusia, pendidikan juga
diperuntukkan guna pembinaan masyarakat itu sendiri.
Terdapat
cukup alasan yang baik untuk belajar filsafat, khususnya apabila ada
pertanyaan-pertanyaan rasional yang tidak dapat atau seyogyanya tidak dijawab
oleh ilmu atau cabang ilmu-ilmu. Misalnya: apakah yang dimaksud dengan
pengetahuan, dan atau ilmu? Dapatkah kita bergerak ke kiri dan kanan di dalam
ruang tetapi tidak terikat oleh waktu? Masalah yang dibahas dalam tugas makalah
ini adalah sekitar hubungan antara filsafat, manusia dan pendidikan. Kiranya
kegiatan pendidikan bukanlah sekedar gejala sosial yang bersifat rasional
semata mengingat kita mengharapkan pendidikan yang terbaik untuk bangsa
Indonesia, lebih-lebih untuk anak-anak kita masing-masing; ilmu pendidikan
secara umum tidak begitu maju ketimbang ilmu-ilmu sosial dan biologi tetapi
tidak berarti bahwa ilmu pendidikan itu sekedar ilmu atau suatu studi terapan
berdasarkan hasil-hasil yang dicapai oleh ilmu-ilmu sosial dan atau ilmu
perilaku.
Pertanyaan
yang timbul yaitu: apakah hubungan antara filsafat,pendidikan dan manusia bila
dikaitkan dengan filsafat ilmu.
1. IDENTIFIKASI MASALAH ( Latar Belakang )
Makalah ini berjudul “HUBUNGAN ANTARA FILSAFAT,PENDIDIKAN DAN
MANUSIA DIKAITKAN DENGAN FILSAFAT ILMU “ maka penulis mengidentifikasikan masalah
tersebut sebagai berikut :
1. Apa
itu filsafat ilmu dan HUBUNGANNYA dengan pendidikan ?
2. Apa saja pengaruh filsafat ilmu terhadap
pendidikan itu sendiri ?
3. Hubungan antara filsafat,manusia dan
pendidikan.
4. Kedudukan filsafat dalam kehidupan
manusia.
2. BATASAN
MASALAH
Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan,
maka masalah yang dibahas dibatasi pada masalah “HUBUNGAN ANTARA FILSAFAT, MANUSIA
DAN PENDIDIKAN “
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu, Filsafat, Dan Filsafat
Ilmu Jika dihubungkan dengan pendidikan
1. Ilmu
Ilmu
adalah suatu pengetahuan ilmiah yang memiliki syarat-syarat :
Dasar Pembenaran yang dapat dibuktikan dengan metode ilmiah dan teruji dengan
cara kerja ilmiah Sistematik, yaitu terdapatnya sistem yang tersusun dari mulai
proses, metode, dan produk yang saling terkait. Intersubyektif, yaitu terjamin
keabsahan atau kebenarannya Sifat ilmu
yang penting :
Universal : berlaku umum, lintas
ruang dan waktu yang berada di bumi ini
Communicable : dapat dikomunikasikan dan memberikan pengetahuan baru kepada orang
lain Progresif : adanya kemajuan,
perkembangan, atau peningkatan yang merupakan tuntutan modern.
Ilmu
manusia berasal dari Allah dan sangat terbatas. Allah memberi ilmu kepada nabi
Adam dan mengajari manusia apa-apa yang tidak diketahuinya dengan kalam.
Ilmu
manusia sangat sedikit dan terbatas. Yang diketahui oleh manusia karena
kehendak Allah jua. Manusia dilahirkan tanpa ilmu/tidak mengetahui sesuatu pun,
diberi-Nya pendengaran agar memperoleh ilmu dengan pengabaran, diberi-Nya
penglihatan agar memperoleh ilmu dengan melihat kenyataan, dan diberinya
hati/akal agar memperoleh ilmu dengan penalaran atau proses memahami.
Derajat
dan keadaan orang yang tidak berilmu Tanpa ilmu manusia sering dan suka
berdusta terhadap yang lainnya, dengan maksud menyesatkan manusia. Dia akan
mengikuti dan menuruti hawa nafsunya sendiri tanpa kendali. Wajib kita
berpaling dari orang bodoh. Dosa akibat perbuatan yang tidak diketahui (karena
kebodohan) akan diampuni asalkan mau bertobat dan memperbaiki dirinya. Keutamaan dan derajat orang yang berilmu.
Orang berilmu akan takut kepada Allah, mengakui keesaan Allah, dan membenarkan
sesuatu yang datang dari-Nya. Pahala yang besar bagi yang berilmu, dan Allah
meninggikan derajatnya, (baik di sisi Allah maupun di hadapan manusia) di
antaranya, sebagai tempat bertanya. Kewajiban menuntut ilmu dan mengajarkannya.
Menuntut ilmu adalah suatu kewajiban, mengajarkannya kepada orang lain
hendaklah dengan jelas, dengan terang, dan janganlah menyembunyikan yang benar.
Hendaklah mengajarkan sesuatu dengan penuh kebijaksanaan (penuh hikmah). Di
sinilah mulianya tugas pendidik, karena ia mempunyai kewajiban untuk
mengajarkan ilmunya kepada anak didiknya dengan penuh hikmah dan keteladanan.
Guru harus dapat membedakan ilmu yang amaliah dan amal yang ilmiah.
2. Filsafat
Filsafat adalah cinta akan kebijaksanaan.
Filsafat berasal dari kata bahasa Yunani philosophia yang terdiri dari dua suku
kata yaitu philos yang berarti cinta dan sophos yang berarti kebijaksanaan.
Pengertian
filsafat secara luas adalah :
1.
Usaha spekulatif manusia
yang sangat rasional, sistematik, konseptual untuk memperoleh pengetahuan
selengkap mungkin berdasarkan kaidah ilmiah
2.
Ikhtiar atau usaha untuk menentukan
batas-batas pengetahuan secara koheren dan menyeluruh (”holistic dan
comprehensive”)
3.
Wacana tempat berlangsungnya penelusuran
kristis terhadap berbagai pernyataan dan asumsi yang umumnya merupakan dasar
suatu pengetahuan.
4.
Dapat dipandang sebagai suatu tubuh
pengetahuan yang memperlihatkan apa yang kita lihat dan katakan. Dia harus
seiring dan sejalan dalam aplikasi dan penerapannya di lapangan.
Filsafat
menjembati cara berfikir secara ontologis, epistemologi dan aksiologi
<
Ontologi : hakikat
apa yang dikaji
<
Epistemologi : cara
mendapatkan pengetahuan yang benar
<
Aksiologi : nilai
kegunaan ilmu
Filsafat
adalah pengetahuan yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan manusia secara
kritis. Filsafat disebut juga ilmu
pengetahuan yg mencari hakekat dari berbagai fenomena kehidupan manusia. Filsafat adalah pengetahuan metodis,
sistematis dan koheren tentang seluruh kenyataan (realitas). Filsafat merupakan refleksi rasional (fikir)
atas keseluruhan realitas untuk mencapai hakikat (= kebenaran) dan memperoleh
hikmat (= kebijaksanaan).
Dalam
sejarah filsafat Yunani, filsafat mencakup seluruh bidang ilmu pengetahuan.
Lambat laun banyak ilmu-ilmu khusus yang melepaskan diri dari filsafat.
Meskipun demikian, filsafat dan ilmu pengetahuan masih memiliki hubungan dekat.
Sebab baik filsafat maupun ilmu pengetahuan sama-sama pengetahuan yang metodis,
sistematis, koheren dan mempunyai obyek material dan formal. Namun yang
membedakan diantara keduanya adalah: filsafat mempelajari seluruh realitas,
sedangkan ilmu pengetahuan hanya mempelajari satu realitas atau bidang
tertentu.
Filsafat
adalah induk semua ilmu pengetahuan. Dia memberi sumbangan dan peran sebagai
induk yang melahirkan dan membantu mengembangkan ilmu pengetahuan hingga ilmu
pengetahuan itu dapat hidup dan berkembang. Filsafat membantu ilmu pengetahuan
untuk bersikap rasional dalam mempertanggungjawabkan ilmunya.
Pertanggungjawaban secara rasional di sini berarti bahwa setiap langkah langkah
harus terbuka terhadap segala pertanyaan dan sangkalan dan harus dipertahankan
secara argumentatif, yaitu dengan argumen-argumen yang obyektif (dapat
dimengerti secara intersuyektif).
Pandangan
kita terhadap filsafat harus positif dan konstruktif. Filsafat memang mempunyai
hubungan dengan kehidupan manusia dan karena dari kehidupan itulah kita
menggali filsafat. Hal tersebut jika dipahami lebih jauh memberikan pengertian bahwa
filsafat mencakup nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi dan dijadikan pedoman
dalam perbuatan terutama dalam pendidikan.
Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah kita
tahu dan apa yang belum kita tahu, berfilsafat berarti berendah hati bahwa
tidak semuanya akan pernah kita ketahui dengan kemestaan yang seakan tak
terbatas ini , demikian juga berfilsafat berarti mengoreksi diri semacam
keberanian untuk berterus terang, seberapa jauh sebenarnya kebenaran yang
dicari telah kita jangkau.
3. Filsafat Ilmu
Hampir semua penyakit dan ilmu dapat
dipelajari oleh kita. Semua itu berangkat dari filsafat. Filsafat itu ibarat
pondasi dalam sebuah bangunan. Filsafat (mencari kebenaran versi manusia)
mulanya berasal dari data empiris. Filsafat ilmu adalah ikhtiar manusia untuk
memahami pengetahuan agar menjadi bijaksana. Dengan filsafat ilmu keabsahan
atau cara pandang harus bersifat ilmiah. Filsafat ilmu memperkenalkan knowledge
dan science yang dapat ditransfer melalui proses pembelajaran atau pendidikan.
Filsafat
ilmu adalah filsafat yang menelusuri dan menelidiki sedalam dan seluas mungkin
segala sesuatu mengenai semua ilmu, terutama hakekatnya, tanpa melupakan
metodenya. Kerapkali kita lihat ilmu filsafat dipandang sebagai ilmu yang
abstrak dan berada di awang-awang saja, padahal ilmu filsafat itu dekat dan
berada dalam kehidupan kita sehari. Benar, filsafat bersifat tidak konkrit,
karena menggunakan metode berpikir sebagai cara pergulatannya dengan realitas
hidup kita.
Filsafat
, philosophy, dalam bahasa Inggeris, atau philosophya dalam Yunani mempunyai
arti cinta akan kebijaksanaan. Philos (cinta) atau philia (persahabatan,
tertarik kepada) dan sophos (kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan,
pengalaman praktis, inteligensi. Dari pengertian tersebut filsafat sebenarnya
amat dekat dengan realitas kehidupan kita. Untuk mengerti apa filsafat itu,
orang perlu menggunakan akal budinya untuk merenungkan realitas hidupnya, “apa
itu hidup? Mengapa saya hidup? Akan kemana saya hidup? Tentunya pertanyaan
tersebut sejatinya muncul alamiah bila akal budi kita dibiarkan bekerja.
Persoalannya, apakah orang atau peminat filsafat sudah membiarkan akal budinya
bekerja dengan baik memandang realitas? Aristoteles menyebut manusia sebagai
“binatang berpikir”. Tapi kita para guru menganggapnya sebagai ”Makhluk Allah”
yang berakal dan berbudi serta memiliki akhlak mulia. Untuk mencapai hal itu
diperlukan ilmu yang bernama Ilmu Pendidikan.
Filsafat
ilmu mengkaji secara filosofis mengenai hakikat ilmu pada umumnya dan khususnya
ilmu pengetahuan ilmiah.
Berfilsafat
kerap dianggap kegiatan yang hanya dilakukan para arif bijaksana. Olah pikir hampir
selalu dihubungkan dengan para cendikiawan, kaum terpelajar, dan mereka yang
punya waktu luang.
Tujuan
filsafat ilmu menurut Amsal Bakhiar (2004:20) adalah mendalami unsur pokok ilmu
sehingga menyeluruh kita dapat memehami sumber, hakikat dan tujuan ilmu,
mendorong pada calon ilmuwan untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan
mengembangkannya.
Dihubungkan
dengan pendidikan, bagaimanapun sempitnya pengertian pendidikan, namun masalah
pendidikan merupakan masalah yang berhubungan langsung dengan hidup dan
kehidupan manusia. Pendidikan merupakan usaha dari manusia dewasa yang telah
sadar akan kemanusiaannya, dalam membimbing, melatih, mengajar dan menanamkan
nilai-nilai serta dasar-dasar pandangan hidup kepada generasi muda, agar
nantinya menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab akan tugas-tugas
hidupnya sebagai manusia,sesuai dengan sifat hakikat dan ciri-ciri
kemanusiaannya. Dan pendidikan formal di sekolah hanyalah bagian kecil saja
daripadanya, tetapi merupakan inti dan tidak bias lepas kaitannya dengan proses
pendidikan secara keseluruhannya.
Dengan
pengertian pendidikan yang luas, berarti bahwa masalah kependidikan pun
mempunyai ruang lingkup yang luas pula, yang menyangkut seluruh aspek hidup dan
kehidupan manusia. Memang diantara permasalahan kependidikan tersebut terdapat
masalah yang sederhana yang menyangkut praktek dan pelaksanaan sehari-hari,
tetapi banyak pula diantaranya yang menyangkut masalah yang bersifat mendasar
dan mendalam, sehingga memerlukan bantuan ilmu-ilmu lain dalam memecahkannya.
Bahkan pendidikan juga menghadapi persoalan-persoalan yang tidak mungkin
dijawab dengan menggunakan analisa dan pemikiran yang mendalam, yaitu analisa
filsafat, yang dilakukan oleh manusia. Dilihat dari kemampuan manusia dalam hal penalaran artinya berpikir
secara logis dan analitis. Karena kemampuannya menalar dan karena mempunyai
bahasa untuk mengkomunikasikan hasil pemikirannya yang abstrak, maka manusia
bukan saja mempunyai pengetahuan, melainkan juga mampu mengembangkannya.
Pengetahuan itu diperoleh manusia bukan hanya dengan penalaran , melainkan juga
dengan kegiatan berfikir lainnya.
Manusia
jika dihubungkan dengan filsafat, dikehendaki manusia mampu dan harus memiliki
filsafat agar tingkah lakunya lebih bernilai, karena tingkah laku manusia pada
dasarnya ditentukan oleh filsafat hidupnya.
Untuk
memberikan gambaran bagaimana kedudukan filsafat dalam kehidupan manusia, dalam
pengertiannya filsafat merupakan suatu ikhtiar untuk berpikir secara radikal,
dalam arti mulai dari akarnya suatu gejala hal
yang hendak dipermasalahkan sampai mencapai kebenaran yang dilakukan
dengan kesungguhan dan kejujuran melalui tahapan-tahapan pikiran. Oleh karena
itu seorang yang berfilsafat adalah orang yang berpikir secara sadar dan
bertanggung jawab dengan pertanggungjawaban pertama adalah terhadap dirinya
sendiri.
B. MANUSIA DAN FILSAFAT
Karena manusia itu memiliki akal pikiran
yang senantiasa bergolak dan berpikir, dan k arena situasi dan kondisi alam
dimana dia hidup selalu berubah-ubah dan penuh dengan peristiwa-peristiwa
penting bahkan dahsyat, yang kadang-kadang dia tak kuasa untuk menentang dan
menolaknya, menyebabkan manusia tertegun, termenung memikirkan segala hal yang
terjadi di sekitar dirinya. Dipandangnya tanah tempat dia berpijak, dilihatnya
bahwa segala sesuatu tumbuh di atasnya, berkembang, berbuah, dan melimpah ruah.
Segala peristiwa berlaku di atas permukaannya. Dan di dalam siang dan malamnya
dia menyaksikan kebaikan dan keburukan, kebaikan dan kejahatan, sehat dan
sakit, suka dan duka, malang dan senang, hidup dan mati, dan sebagainya, yang
melingkupi dan meliputi kehidupan manusia. Diarahkan pandangannya ke langit
biru, maka Nampak olehnya, benda-benda angkasa, mengambang dan bersemayam, di
langit tinggi. Matahari memberikan sinar dan cahaya, terang benderang, meliputi
setiap sudut dan penjuru dunia ini. Menaburkan panas dan kehangatan yang nyaman
dan menyegarkan dan kadang-kadang membara dan membakar, meresahkan seluruh
makhluk di atas permukaan bumi. Dengan sinarnya yang gilang gemilang itu,dia
membersitkan kehidupan dan menyalurkan roh dan jiwa kepada benda-benda mati,
mencairkan benda-benda yang beku, menimbulkan topan dan gelombang,menggerakkan
angin, air bah dan banjir . dinyalakan api di tengah padang, dihiasinya
keindahan alam dengan warna, disemerbakkannya bunga dengan keharuman dan
kewangian surgawi. Hal-hal seperti itulah yang menakjubkan manusia, menyebabkan
dia termenung, merenungkan segala sesuatu. Dia berpikir dan berpikir, sepanjang
masa dan sepanjang zaman. Dia memikirkan dirinya sebagai mikro-kosmos dan
memikirkan jagad raya sebagai makro-kosmos. Dia memikirkan juga alam gaib, alam
di balik dunia yang nyata ini, alam metafisika. Dan diapun mulai membangun
pemikiran filsafat.
Di
dalam sejarah umat manusia, setelah kemampuan intelektual dan kemakmuran
manusia meningkat tinggi, maka tampillah manusia-manusia unggul merenung dan
memikir, menganalisa, membahas dan mengupas berbagai problema dan permasalahan
hidup dan kehidupan social kemasyarakatan, alam semesta dan jagad raya. Maka
lahirlah untuk pertama kalinya filsafat alam periode pertama, selanjutnya
filsafat alam periode kedua, lalu sophisme, kemudian filsafat klasik, yang
bermula kurang lebih enam abad sebelum masehi.
Memang
filsafat alam, baik periode pertama maupun periode kedua,begitu pula pemikiran sophisme,
belumlah mempunyai pengaruh yang mendalam, dalam bidang pendidikan barulah
setelah lahir filsafat klasik yang dipelopori oleh Socrates(470 SM-399 SM), dan
murid-muridnya Plato dan Aristoteles, filsafat mulai berpengaruh positif dalam
bidang pendidikan.
Plato
telah melahirkan filsafat yang bertolak pangkal kepada idea, dan filsafatnya
disebut idealisme. Pokok pikiran yang terkandung dalam filsafat ini , ialah
bahwa apa saja yang ada di dalam alam ini, bukanlah benda yang sebenarnya, dia
hanyalah merupakan bayang-bayang dari benda nyata yang sebenarnya, yang berada
di balik benda itu, yang disebut idea, jadi benda yang berada dibalik benda
itu, yaitu dunia idea, di situlah terletak hakikat benda itu yang sebenarnya.
Sebaliknya,
Aristoteles berlawanan dengan gurunya Plato, mengatakan bahwa semua benda-benda
yang kita saksikan setiap hari dalam pengalaman hidup kita, adalah benda-benda
yang ada dan nyata, dan bukan bayangan atau khayalan belaka. Lalu Aristoteles
membagi adanya benda-benda itu kepada berbagai macam lingkungan, seperti:
Fisika, Biologi, Etika, Politik, Psikologi, dan sebagainya.Oleh karena paham
Aristoteles yang berpijak pada kenyataan yang berada di dunia nyata, maka dia
disebut aliran filsafat realism.
Kedua
aliran filsafat ini dikembangkan oleh ahli-ahli filsafat yang datang kemudian,
terutama di Jerman, Inggris, dan Amerika. Umpamanya filsafat idealism Plato,
diterima dan dikembangkan oleh para ahli piker di eropa dan amerika.
Pengikut-pengikut aliran idealism yang terkenal adalah antara lain: St,
Agustinus, Thomas Aquinas, Berkeley, Leibniz, Fichte, Schelling, Schopenhauer,
Hegel, Lotze, Carlyle, Emerson, T.H Green, Borden, P. Bowne, Edward Caird,
William Wallace, D.G.Richie, John Watson, F.H. Bradley, Herbart, dan Kant.
Kemudian
muncul pula aliran-aliran filsafat dengan nama dan versi baru, tapi masih
berlandaskan kepada ajaran idealism atau realism, seperti Essensialisme,
Existensialisme, Experimentalisme, dan lain-lain sebagainya.Hampir semua aliran
filsafat ini membicarakan membicarakan
masalah pendidikan dan memikirkan teori-teori untuk melaksanakan pendidikan
menurut pendapat dan paham yang mereka anut dan yakini dapat membentuk dan
membina akal pikiran anak didik yang akan mendatangkan kemajuan dan kebahagiaan
bagi mereka itu di belakang hari. Tetapi sejak kurang lebih dua puluh lima abad
yang lalu, seorang bijaksana unggul yang agung dalam pemikirannya, yaitu
Aristoteles sendiri, telah memperingatkan bahwa:
“Orang
tidak sama sekali setuju tentang hal-hal yang akan diajarkan, apakah kita
memandang kepada kebaikan atau kehidupan yang terbaik. Tidak ada kepastian
apakah pendidikan itu lebih bersangkut paut dengan intelektualitas atau dengan
kebajikan moral. Praktek yang berjalan sekarang membingungkan, tidak ada
seorangpun yang tahu atas landasa prinsip apa kita akan maju, apakah yang
berguna bagi kehidupan, apakah kebajikan, ataukah pengetahuan yang lebih
tinggi, yang akan menjadi tujuan dari pengajaran kita: ketiga pendapat itu
semuanya memikat perhatian orang. Lagi pula, tentang cara-caranya, tidak
terdapat kesepakatan, karena bagi orang-orang yang berlain-lainan, memulai
dengan ide yang berbeda-beda sudah tentu tidak akan bersesuaian dalam
prakteknya.
Di
samping itu Aristoteles dan orang-orang yang semasa dengan dia, banyak
berpendapat akan sulitlah untuk setuju dengan semacam pendidikan yang tetap ,
untuk anak didik, karena kondisi social di masa itupun berada dalam keadaan
perubahan yang cepat. Keadaan politik sedang dalam situasi perubahan dari aristokratuk
ke demokrasi. Ekonomi dan perdagangan maju pesat yang mengangkat derajat yunani
dengan cepat kepada kedudukan pemimpin di laut Mediterranian sebelah timur.
Keunggulan bangsa Yunani di masa itu telah membawa bangsa itu ke dalam kancah
konflik Internasional, yang akhirnya nanti, berkemungkinan besar akan
menyeretnya ke dalam peperangan Internasional. Dalam bidang pendidikan, timbul
pertanyaan yang mendasar,akah system pendidikan tradisional yang stereo type
atau tiruan ini akan dapat menyesuaikan diri dengan dunia baru ke arah mana
pada masa itu bangsa yunani sedang menuju, ataukah zaman baru itu menuntut
adanya perubahan di dalam system pendidikan mereka?.
Demikian
pulalah proses kehidupan umat manusia di abad keduapuluh ini, semuanya
mengalami perubahan-perubahan yang drastic. Kebangunan ilmu pengetahuan dan
teknologi telah mendorong proses kehidupan umat manusia di atas permukaan
planet bumi ini ratusan tahun lebih maju dari abad-abad sebelumnya. Dua kali
perang dunia telah merubah status permukaan bumi secara drastis. Kemajuan
teknologi telah mendekatkan jarak bumi yang jauh menjadi dekat sekali, seperti
di sebelah rumah saja. Apa yang terjadi pada suatu Negara pada saat ini dan
detik itu juga telah diketahui oleh Negara-negara lain di dunia ini.
Penjelajahan ruang angkasa telah memungkinkan manusia bumi berkelana ke bulan
dan ke planet-planet lain dengan peralatan teknologi modern. Dengan teknologi
computer dan robot, kita seolah-olah sudah berada.
C. FILSAFAT DAN TEORI PENDIDIKAN
Pendidikan dalam arti umum mencakup segala
usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya,
pengetahuannya, kecakapannya serta keterampilannya kepada generasi muda untukl
memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama, dengan
sebaik-baiknya.
Corak pendidikan itu erat hubungannya dengan
corak pennghidupan, karenanya jika corak penghidupan itu berubah, berubah
pulalah corak pendidikannya, agar si anak siap untuk memasuki lapangan
penghidupan itu.
Pendidikam itu adalah suatu disiplin dari
berbagai macam bagian komponen. Bagian-bagian ini telah menjadi demikian
bermacam ragam dan berspesialisasi, akan tetapi betapapun juga, tidak selalu
mengambil tempat yang sama besarnya di dalam segala arah dan segi pada waktu
yang sama. Metode pengajaran atau susunan kurikulum umpamanya,telah mengalami
perbaikan jauh lebih banyak didalam beberapa periode sejarah pendidikan dari
padalain-lainnya. Barangkali sekarang ini, sebagaimana tidak pernah di
masa-masa sebelumnya, para siswa begitu tertarik dengan
permasalahan-permasalahan yang secara terus-menerus ( kekal ) bersangkutan
dengan filsafat.
Tentu perlu diragukan lagi, bahwa berbagai
macam faktor telah menimbulkan hasil
penelitian yang demikian. Pendidkan memang suatu usaha yang sulit dan rumit,
dan memakan waktu yang cukup banyak dan lama, tereutama sekali di masa modern
dewasa ini.Pemdidikkan mendekati berbagai macam teori dan pemikiran dari para
ahli pendidik dan ahli filsafat, guna melancarkan jalan dan memudahkan
cara-cara bagi para guru dan pendidik dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dan
pengajaran kepada para siswadan anak didik.
Kalau teori pendidikan itu hanyalah
semata-mata treknologi, dia harus meneliti asumsi-asumsi utama tentang sifat
manusia dan masyarakat yang menjadi landasan praktek pendidikan. Teori
pendidikan yang melaksanakan studi seperti itu sampai batas tersebut bersifat
dan mengandung unsur filsafat.
Apabila kita menanyakan kurikulum apa yang
dipergunakan atau yang akan dibuat guna mempersiapkan kesadaran masyarakat dan
penyesuaian diri bagi si anak didik, berarti kita telah membuka suatudiskusi
tentang tekhnologi pendidikan. Akan tetapi seandainya kita bertanya : Apakah
mesti suatu kurikulum mempersiapkan kesadaran masyarakat dan penyesuaian diri
seorang siswa ? Apakah ini tujuan baik ? Selanjutnya, apabila hal tersebut
adalah tujuan baik, apakah semuanya itu akan menjadi sasaran kurikulum, atau
apakah akan menjadi yang lain ? Pertanyaan-pertanyaan ini segera akan mengajak
kita buat memikirkan pendidikan secra fisiologis. Cepat sekali kita akan di
bawa buat bertanya tentang alam manusia, susunan masyarakat, dunia physic, cara
untuk tahu, hubungan antara pengetahuan dan tindakan, dan seterusnya.
Memang ada resiko yang mungkin timbul dari setiap dua tendesi itu : teknologi
– mungkin terjerumus, tanpa dipikirkan buat memperoleh beberapa hasil konkrit
yang telah dipertimbangkan sebelumnya di dalam system pendidikan, hanya untuk
mem,buktikan bahwa mereka dapat menyempurnakan Suatu hasil dengan sukses, yang
pada hakikatnya belum dipertimbangkan dengan hati-hati sebelumnya. Sedangkan
para ahli filsafat pendidikan, sebaiknya, mungkin tersesat dalam abstraksi
tinggi yang penuh dengan hal-hal umum yang nampaknya hebat dan penuh dengan
debat yang tiada berkeputusan, akan tetapi tanpa adanya gagasan jelas buat
menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang ideal.
Tidak ada satupun dari permasalahan kita
yang mendesak dapat dipecahkan dengan cepat, atau dengan mengulang-ulang dengan
gigih kata-kata yang hampa. Tidak dapat dihindari, bahwa orang-orang yang
memperdebatkan masalah ini, apabila mereka terus berpikir, yang lebih baik dari
pada mengadakan reaksi, mereka tentu akan menyadari bahwa merekaitu telah
membicaeakan masalah yang sangat mendasar.
Kita tidak perlu mengambil contoh yang
dramatis. Coba sajalah anda tanyakan kepada diri anda sendiri tentang nilai,
arti dan tempat dari metode baru buat mempelajari matematika, yang berlawanan
dengan cara lama, niscaya anda akan segera menyadari bahwa anda harus berbicara
tentang hubungan antara manusia dengan alam, dan bahwa anda tidak dapat
meninggalkan teori ilmu pengetahuan. Karena mersa ditantang oleh
problema-problema pokok dalam pendidikan, maka hal itu bukanlah merupakan
kesulitan yang harus dipikul oleh seorang guru profesional. Seandainya anda
seorang warga Negara yang jujur, apakah anda dapat membuat suatu pernyataan
tentang kebutuhan kepada disiplin yang lebih ketat lagi dalam sekolah-sekolah
tanpa berhenti bertanya, apa artinya disiplin itu diatas dunia ini, termasuk
lembaga kemasyarakatan macam apakah sekolah itu, atau mengapa anda begitu
tertarik dengan masalah tersebut ? Tentulah pertanyaan diatas ini dapat anda
jawab, akan tetapi apakah yang anda katakan itu nanti akan memperlihatkan
semacam kematangan yang anda harapkan agar sekolah-sekolah kita berkembang
kearah itu, dalam lingkungan generasi baru ? Apakah anda pikirkan pula secara
keseluruhan asumsi bagaimanakah yang telah anda buat tentang keadaan
manusia-manusia muda, tentang sifat dari dunia dimana mereka itu hidup, tentang
benda apa yang penting untuk diwariskan kepada mereka, dan lain-lain
sebagainya.
Dalam beberapa hal, filsafat pendidikan iti
dapat disingkat dalam bentuk formula. Dan formula ini kemudian dijadikan
semacam semboyan atau slogan. Tetapi kadang-kadang semboyan-semboyan itu sering
pula disalah tefsirkan. Biasanya hal itu terjadi kalau kesalahan terjadi dalam
bidang pendidikan, yang terlihat pada hasil dari pendidikan itu, yang
didasarkan pada semboyan tersebut. Misal-misal yang dapat kami kemukakan dari semboyan
yang kami maksudkan itu, ialah kata-kata hikmat dalam bidang pendidikan,
seperti :
“
Semua pengetahuan itu adalah ingatan “
“
Manusia itu adalah hewan yang berakal “
“
Pendidikan itu mengandung irama “
“
Pendidikan itu harus mengajar kita hidup dekat dengan alam “
“ Kita belajar dengan berbuat “, dan lain-lain.
Alangkah banyaknya hal-hal yang telah
diperbuat berdasarkan slogan-slogan seperti itu. Dia mudah diingat dan meresap
ke dalam hati. Dia kadang-kadang merupakan pedoman di malam yang gelap atau sebagai
lampu yang menerangi jalan-jalan yang akan di tempuh untuk mencapai sesuatu
tujuan. Dia merupakan ide singkat yang kadang-kadang merupakan hasil perasaan
dari bahasan filsafat yang panjang lebar.
Salah satu tugas kita mempelajari filsafat
pendidikan adalah antara lain untuk menyelamatkan formula-formula dan
pikiran-pikiran yang mengandung unsur-unsur pendidikan itu, yang terungkap dan
tercetus sebagai slogan dan semboyan. Kita akan berusaha memberikan daya hidup
dan arti yang berhasil dan berdaya guna dan untuk menonjolkan ide dan
pikiran-pikiran itu sebagai pusat pegangan dalam himpunan ide-ide yang
membentuk filsafat pendidikan. Apabila ide-ide dan pikiran-pikiran itu di
tampilkan dalam bentuk demikian, yang pada hakikatnyatidak mudah untuk dimengerti
begitu saja, ide-ide itu menghendaki waktu dan kesabaran agar dapat dipegang
dan dipedomani sebagaimana yang dikehendaki oleh si filosof.
1. PENGERTIAN FILSAFAT PENDIDIKAN
Apabila di tanyakan, apakah filsafat
pendidikan itu ? maka untuk menjawab pertanyaan ini, digunakan 2 (dua)
pendekatan, yaitu :
1). Menggunakan
pendekatan Tradisional
2). Menggunakan
pendekatan yang bersifat kritis.
Pada pendekatan pertama digunakan untuk memecahkan
problem hidup dan kehidupan manusia sepanjang perkembangannya, sedangkan pada
pendekatan yang kedua, digunakan untuk memecahkan problematika pendidikan masa
kini.
1). Filsafat Pendidikan Bermakna sebagai
Filsafat Tradisional
Filsafat Pendidikan dalam artian ini dan dalam bentuknya
yang murni telah berkembang dengan menghasilkan berbagai alternatif jawaban
terhadap berbagai macam pertanyaan filosofis yang diajukan dalam problema hidup
dan kehidupan manusia dalam bidang pendidikan yang jawabannya telah melekat
dalam masing-masing jenis, sistem dan aliran-aliran filsafat tersebut. Demikian
dari jawaban tersebut diseleksi, jawaban
mana yang sesuai dan diperlukan. Dengan demikian, filsafat tradisional dalam
topik-topik dialog filsafat yang disampaikan terikat oleh metode tradisional sebagaimana
adanya sistematika, jenis serta aliran seperti yang kita jumpai dalam sejarah.
Dan berbeda dengan filsafat kritis,
pertanyaan-pertanyaan yang di susun dapat dilepaskan dari ikatan waktu
(historis) dan usaha mencari jawabannya dapat dilakukan dengan memobilisasikan
berbagai aliran yang ada. Sedangkan jawaban yang diperlukan dapat dicari dari
masing-masing aliran itu sendiri diambil dari jenis masalah yang bersangkutan
dengan aliran yang bersangkutan.
2). Filsafat Pendidikan dengan menggunakan
Pendekatan yang Bersifat Kritis
Dalam pendekatan ini pemikiran logis kritis mendapatkan
tempat utama. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dapat di susun dan tidak
terikat periodisasi waktu serta dapat menerapkan analisis yang dapat menjangkau
waktu kini maupun yang akan datang. Demikian pula alat yang digunakan untuk
menemukan jawaban secara filosofis terhadap pertanyaan filosofis, dengan 2
(dua) cara analisis dalam pendekatan filsafat yang bersifat kritis yaitu : (1)
Analisa bahasa (Linguistik), dan (2) Analisa Konsep.
Analisa bahasa menurut Harry S. Schofield adalah usaha
untuk mengadakan interpretasi yang menyangkut pendapat atau pendapat-pandapat
mengenai makna yang dimilkinya. Analisa bahasa sangat diperlukan untuk
menghasilkan tinjauan yang mendalam. Karenanya bahasa sebagai alat rasional untuk
menghubungkan satu konsep atau peristilahan dalam konteks yang semestinya
dengan yang lainnya.
Sedangkan analisa konsep adalah suatu
analisa mengenai istilah-istilah (kata-kata) yang mewakili gagasan atau konsep.
Jika dalam suatu analisa berusaha untuk menemukan jawaban sesuatu, maka apa
yang dilakukannya ini adalah analisa filosofis. Dan dalam analisa konsep,
jawabannya berbentuk definisi-definisi, dan definisi yang tergantung pula pada
tokoh-tokohnya atau lembaga yang mengeluarkan atau menciptakannya.
Dengan menggunakan pengertian bahwa
filsafat itu sebagai suatu usaha untuk menemukan konsep yang dapat diterima
oleh akal mengenai alam raya dan tempat menusia di alam semesta ini secara
berpikir reflektif, maka berarti memudahkan untuk memahami pengertian filsafat
lapangan pengalaman seperti filsafat pendidikan. Dalam hal ini para pakar
pendidikan mengemukakan pendapat mereka, antara lain :
1). Dr.
Yahya Qahar menjelaskan pengertian pendidikan adalah filsafat yang bergerak di
lapangan pendidikan yang mempelajari proses kehidupan dan alternatif proses
pendidikan dalam pembentukan watak. Ia menyoroti dan memberikan pandangan
tentang :
a). Nilai-nilai
yang seharusnya menjadi dasar pendidikan dan pendangan hidup
b). Pandangan
tentang manusia yang dididik
c). Tujuan
Pendidikan
d). Sistem
dan praktek pendidikan (teori pendidikan)
e). Bahan
Pendidikan
Selanjutnya menurut Yahya Qahar bahwa
filsafat pendidikan masih dapat dibedakan antara filsafat pendidikan yang
bersifat umum dan filsafat pendidikan nasional. Adanya pemikiran yang kedua ini
karena adanya penekanan pada ruang lingkup nasional dan adanya pengertian
tujuan pendidikan nasional seperti tujuan pendidikan nasional pancasila. Dan
tujuan pendidikan nasional ini pun sebenarnya bertitik tolak dari prinsip pemikiran
filsafat pendidikan secara umum, namun penekanannya saja pada ruang lingkup
nasional. Atau dengan kata lain bahwa lingkup nasional dalam pendidikan tidak
bisa dipisahkan dengan politik pendidikan di dalam suatu Negara. Hal ini
sebagaimana diungkapkan oleh Prof. Dr. Hasan Langgulung dalam bahasanya : “
Filsafat pendidikan adalah sejumlah prinsip, kepercayaan, konsep, asumsi, dan
premis yang ada hubungan erat dengan praktek pendidikan yang ditentukan dalam
bentuk yang saling melengkapi, bertalian dan selaras yang berfungsi sebagai
teladan dan pembimbing bagi usaha pendidikan dan proses pendidikan dengan
seluruh aspek-aspeknya dan bagi politik dalam suatu Negara”.
Dan sebagaimana diketahui bahwa karena sedemikian
banyaknya bangsa-bangsa di dunia ini maka berati sebanyak itu pula filsafat
pendidikan nasional yang masing-masingnya tidak mempunyai kesamaan dalam hal
nilai-nilai dasar, pandangan hidup, sistem dan praktek pendidikan, serta bahan
pendidikan yang bersumber pada kebudayaan yang mereka miliki. Perbedaan dalam
konsepsi dasar filsafat pendidikan yang pernah ada hanya kadang-kadang bersifat
polaristik paradoksal kontradiktis dan sangat menentukan dalam pola pendidikan,
misalnya dalam konsep-konsep : pendidikan sosial, Pendidikan moral, pendidikan
politik, pendidikan agama dan sebagainya. Dalam Negara yang masyarakatnya
bersifat demokratis, pluralistis, konsep-konsep pendidikan sebagaimana
disebutkan tadi antara konsep yang satu berbeda pengertiannya dengan konsep
yang lain. Sedangkan bagi Negara-negara yang bersifat totaliter, semua konsep
pendidikan tersebut dimasukkan dalam konsep pendidikan politik, atau yang lebih
dikenal dengan istilah indoktrinasi politik.
2). Menurut
Prof. Dr. Hasan Langgulung dalam bahasanya mengenai filsafat pendidikan diberi
definisi sebagai berikut :
a). Filsafat pendidikan adalah penerapan
metoda dan pandangan filsafat dalam bidang pengalaman manusia yang di sebut
pendidikan. Filsafat pendidikan adalah mencari konsep-konsep yang dapat
menyelaraskan gejala yang berbeda-beda dalam pendidikan dan suatu rencana
menyeluruh, menjelaskan istilah-istilah pendidikan, mengajukan prinsip-prinsip
atau asumsi-asumsi dasar tempat tegaknya pernyataan-pernyataan khusus mengenai
pendidikan dan menyingkapkan klasifikasi-klasifikasi yang menghubungkan antara
pendidikan dan bidang-bidang kepribadian manusia.
b). Filsafat pendidikan adalah aktivitas
pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai medianya untuk menyusun
proses pendidikan, menyelaraskan, mengharmoniskan dan menerapkan nilai-nilai
dan tujuan-tujuan yang ingin dicapainya. Jadi disini filsafat, filsafat
pendidikan dan pengalaman kemanusiaan adalah tiga elemen bagi suatu kesatuan
yang utuh.
c). Filsafat pendidikan adalah aktivitas yang
dikerjakan oleh pendidik dan filosof-filosof untuk menjelaskan proses
pendidikan, menyelaraskan, mengkritik dan merubahnya berdasar pada
masalah-masalah kontradiksi-kontradiksi budaya.
d). Filsafat pendidikan adalah teori atau
ideologi pendidikan yang muncul dari sikap filsafat seorang pendidik, dari
pengalaman-pengalamannya dalam pendidikan dan kehidupan dari kajiannya tentang
berbagai ilmu yang berhubungan dengan pendidikan, dan berdasar itu pendidik
dapat mengetahui sekolah berkembang.
Kenapa kanak-kanak belajar ? Apa hubungannya antara sekolah dengan
lembaga-lembaga soaial yang lain ? Apa Watak proses pendidikan itu ? Dan apa
pula watak tujuan-tujuan pendidikan ? Dan lain sebagainya.
Berdasarkan uraian dari para ahli tentang. Filsafat
pendidikan yang sesuai dengan kenyataan (semangat dan mempunyai kepentingan
terapan dan bimbingan dalam bidang pendidikan) maka filsafat pendidikan
merupakan terapan ilmu filsafat terhadap problema pendidikan atau fisafat yang
diterapkan dalam suatu usaha pemikiran (analisa filosofis) mengenai masalah
pendidikan.
Dan sebagai ilmu yang merupakan jawaban
terhadap problema-problema dalam lapangan pendidikan, maka filsafat pendidikan
dalam kegiatannya secara normative tertumpu dan berfungsi untuk :
1). Merumuskan
dasar-dasar dan tujuan pendidikan, konsep hakikat pendidikan dan hakikat
manusia, dan isi normal pendidikan.
2). Merumuskan
teori, bentuk dan sistem pendidikan yang meliputi : kepemimpinan, politik
pendidikan, pola-pola akulturasi dan peranan pendidikan dalam pembangunan
bangsa dan Negara.
3). Merumuskan
hubungan antara agama, filsafat, filsafat pendidikan, teori pendidikan dan
kebudayaan.
Jadi
jelaslah bahwa rumusan tadi telah merangkum bidang-bidang ilmu yaitu filsafat
pendidikan dan ilmu pendidikan (educational science) dan hubungan antara
keduanya yang saling melengkapi antara satu terhadap yang lainnya.
D. HUBUNGAN ANTARA FILSAFAT, MANUSIA, DAN PENDIDIKAN
Dalam
ilmu pengetahuan, filsafat mempunyai kedudukan sentral, asal, atau pokok.
Karena filsafatlah yang mula-mula merupakan satu-satunya usaha manusia dibidang
kerohanian untuk mencapai kebenaran atau pengetahuan. Lambat laun sesuai dengan
sifatnya, manusia tidak pernah merasa puas dengan meninjau sesuatu hal dari
sudut yang umum, Melainkan juga ingin memperhatikan hal-hal yang khusus. Maka
kemudian timbullah penyelidikan mengenai hal-hal yang khusus yang sebelumnya
masuk dalam lingkungan filsafat. Jika penyelidikan ini telah mencapai tingkat
yang tinggi, maka cabang penyelidikan itu melepaskan diri dari filsafat sebagai
cabang ilmu pengetahuan yang baru dsan berdiri sendiri. Adapun yang pertama kali melepaskan diri dari filsafat
ialah ilmu pasti, kemudian disusul oleh ilmu-ilmu Pengetahuan lainnya. Akan
tetapi meskipun lambat laun banyak ilmu pengetahuan yang melepaskan diri
tidaklah berarti ilmu pengetahuan itu sama sekali tidak membutuhkan bantuan
dari filsafat. Misalnya makna dari pengetahuan tentang atom, baru mulai Nampak
bila dihubungkan dengan peradaban. Seorang ahli atom berusaha menemukan fakta
kemudian menciptakan teknik-teknik yang diperlukan. Semuanya itu dilakukan dari
pengetahuan tentang atom yang semakin meluas dan mendalam. Namun para ahli atom
kadang-kadang atau tidak memperhatikan apa yang dilakukan manusia. Karena atom
hanya untuk kepentingan perang yang dapat membawa malapetaka kepada manusia.
Hal ini menjadi tugas dari filsafat karena menyangkut masalah nilai, yang
berarti filsafat akan memberikan alternatif mana yang paling baik untuk
dijadikan pegangan manusia.
Kemudian
pembahasan tentang kedudukan atau hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan
atau berpikir filosofis dan berpikir ilmiah akan dilengkapi uraian ini dengan
Piaget tentang epistemologi genetis, yaitu fase-fase berpikir dan pikiran
manusia dengan mengambil contoh perkembangan akan mulai dari tahun pertama usia
anak hingga dewasa sebagaimana diuraikan oleh Halford sebagai berikut :
Jasa
utama dari Piaget adalah uraiannya mengenai perkembangan anak dalam hal tingkah
laku yang terdiri atas 4 fase, yaitu :
1)
Fase sensorimotor,
berlangsung antara umur 0 tahun sampai usia di mana cara berpikir anak masih
sangat ditentukan oleh kemampuan pengalaman sensorinya, sehingga sangat sedikit
terjadi peristiwa berpikir yang sebenarnya, di mana tanggapan tidak berperan
sama sekali dalam proses berpikir dan pikiran anak.
2)
Fase Pra-opersional, pada
usia kira-kira antara 5 – 8 tahun, yang ditandai adanya kegiatan berpikir
dengan mulai menggunakan tanggapan (disebut logika fungsional). Ia tidak
menyebut dengan berpikir bedasar hubungan sebab akibat, seperti pendapat para
ahli psikologi perkembangan.
3)
Fase operasional yang
Konkrit, yaitu kegiatan berpikir untuk memecahkan persoalan secara konkrit dan
terhadap benda-benda yang konkrit pula.
4)
Fase Operasi Formal, pada
anak dimulai usia 11 Tahun. Anak telah mulai berpikir abstrak, dengan menggunakan
konsep-konsep yang umum dengan menggunakan hipotesa serta memprosesnya secara
sistematis dalam rangka menyelesaikan problema walaupun si anak belum mampu
membayangkan kemungkinan-kemungkinan begaimana realisasinya.
Dari uraian dan contoh tadi dapat disimpulkan bahwa ilmu
pengetahuan itu menerima dasarnya dari filsafat, dengan rincian antara lain :
a. Setiap
ilmu pengetahuan itu mempunyai objek dan problem.
b. Filsafat
juga memberikan dasar-dasar yang umum bagi semua ilmu pengetahuan dan dengan
dasar yang umum itu dirumuskan keadaan dari ilmu pengetahuan itu.
c. Di
samping itu filsafat juga memberikan dasar-dasar yang khusus yang digunakan
dalam tiap-tiap ilmu pengetahuan.
d. Dasar
yang diberikan oleh filsafat yaitu mengenai sifat-sifat ilmu dari semua ilmu
pengetahuan. Ilmu pengetahuan memperoleh sifat ilmu itu kalau menepati
syarat-syarat yang telah ditentukan oleh filsafat. Artinya tidak mungkin tiap
ilmu itu meninggalkan dirinya sebagai ilmu pengetahuan dengan meninggalkan
syarat yang telah ditentukan oleh filsafat.
e. Filsafat
juga memberikan metoda atau cara kepada tiap ilmu pengetahuan.
E. KEDUDUKAN FILSAFAT DALAM
KEHIDUPAN MANUSIA
Untuk
memberikan gambaran bagaimana kedudukan filsafat dalam kehidupan manusia maka
terlebih dahulu diungkapkan kembali pengrtian filsafat. Dalam bahasan
sebelumnya, filsafat mengandung pengertian adalah suatu ikhtiar untuk berpikir
secara radikal, dalam arti mulai dari akarnya suatu gejala (hal hendak
dipermasalahkan) sampai mencapai kebenaran yang dilakukan dengan kesungguhan
dan kejujuran melalui tahapan-tahapan pikiran. Oleh karena itu seorang yang
berfilsafat adalah orang yang berpikir secara sadar dan bertaggung jawab dengan
pertanggung jawaban pertama adalah terhadap dirinya sendiri.
Kebenaran
dalam pengetahuan yang diterima filsafat adalah apabila isi pengetahuan yang
diusahakan sesuai dengan objek yang diketahui yang didasari oleh kebebasan
berpikir (diatur oleh logika) untuk menyelidiki atau tata pikir yang bermetoda,
bersistem, dan berlaku universal, sehingga dengan demikian filsafat adalah
merupakan ilmu yang berusaha mencari ketetapan dan sebab-sebab yang
sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu (seluruh dunia dan alam ini), sebagai
pendangan hidup. Apabila pandangan ini mengenai manusia adalah meliputi segala
soal hidup manusia: Pikiran, budi, tingkah laku dan nilai-nilainya, dan tujuan
hidup manusia baik di dunia maupun sesudah di dunia ini tiada yang kemudian
dikenal dengan sebutan pedoman hidup.
Filsafat
sebagai suatu ikhtiar berpikir maka bukan berarti untuk merumuskan suatu
doktrin yang final, konklusif, dan tidak bisa diganggu gugat. Dia bukan sekedar
idealis seperti apa yang kita alami sebagai realita. Disamping itu ada pula
anggapan bahwa filsafat adalah hanya suatu kegiatan perenungan yang bertujuan
mencapai pengetahuan tentang hakikat dari segala yang nyata, tetapi filsafat
sebenarnya untuk sampai kepada pengertian yang lebih jauh dari pada sekedar
persepsi, yaitu berupa kegiatan mental dalam wujud konseptualisasi.
Demikian
pula filsafat dalam coraknya yang religius bukanlah berarti disamakan dengan
agama atau pengganti kedudukan agama, walaupun filsafat dapat menjawab segala
pertanyaan atau soal-soal yang diajukan. Kedudukan agama sebagai pengetahuan
adalah lebih tinggi dari pada filsafat karena didalam agama masih ada
pengetahuan yang tak tercapai oleh budi biasa dan hanya dapat diketahui karena
diwahyukan. Filsafat tidak mengingkari atau mengurangi wahyu, tapi tidak
mendasarkan penyelidikannya atas wahyu (Firman Allah). Kebenaran sesuatu di
dalam kehidupan menurut agama tergantung pada diwahyukan atau tidak, kebenaran
berbeda dengan agama. Filsafat melalui penyelidikan sendiri, tetapi kebenaran
agama berdasarkan wahyu.
Kemudian
untuk memberikan gambaran bagaimana pengetahuan memberikan kesadaran kepada manusia
tentang kenyataan yang diberikan oleh filsafat dapat diikuti contoh berikut ini
:
Ada
seorang guru / pemikir yang mempunyai kesadaran diri untuk mendapatkan dan
meningkatkan pemahaman yang ada didalam kehidupan nyata, misalnya bagaimana
pengetahuan tersebut diperolehnya, dan bagaimana bentuk dari apa yang telah
dikuasai itu, maka filsafatlah yang membantu mereka untuk menjawabnya. Karena
memang didalam abad ini persoalan pengetahuan merupakan pusat permasalahan di
dalam agenda seorang ahli filsafat. Sejarah ilmu filsafat selalu menaruh
perhatian kepada permasalahan pertama filsafat realita, pengetahuan dan nilai
(akan dibicarakan dalam problema pokok filsafat dan filsafat pendidikan). Guru
dan pemikir tadi menyatakan pendapatnya dengan dukungan yang persuasif ialah
apa yang diketahui ialah apa saja yang kita buktikan. Apakah kita pernah
membantah bahwa hari cerah dan tidak ada mendung bila kita dan orang lain
melihat sinar matahari ? Apakah sinar matahari telah tertangkap oleh mata kita
? Dan apakah kita masih akan membantah bahwa api itu panas setelah kita masukan
jari ketempat api, dan segera menariknya kembali karena panas api melukai jari.
Jika kita pikirkan semua itu, maka kita akan memperoleh seperangkat pengetahuan
dari pengalaman empiris (sensoris). Pengetahuan yang berguna tidak senantiasa
langsung diperoleh, tetapi dapat juga secara tidak langsung yang merupakan
eksistensi pengertian yang diambil secara empiris. Dengan membatasi pengetahuan
pada pengalaman empiris saja berarti mengabaikan sekian banyak yang kita rasa
telah diketahui. Kita telah merasa apa yang telah kita sukai atau terbaik untuk
diri kita dalam suatu atau lain keadaan meskipun kita tidak dapat
membuktikannya. Kita hanya merasa memiliki perasaan yang kuat semacam intuisi,
meskipun kita tidak dapat membuktikannya. Dan kita menjadikan perasaan tersebut
sebagai suatu dasar untuk sikap atau keputusan.
Dari
uraian tadi dapat disimpulkan bahwa kedudukan filsafat dalam kehidupan manusia
adalah :
1)
Memberikan pengertian dan
kesadaran kepada manusia akan arti pengetahuan tentang kenyataan yang diberikan
oleh filsafat.
2)
Berdasarkan dasar-dasar
hasil kenyataan itu, maka filsafat memberikan pedoman hidup kepada manusia.
Pedoman itu mengenai sesuatu yang terdapat disekitar manusia sendiri seperti kedudukan
dalam hubungannya dengan yang lainnya. Kita juga mengetahui bahwa alat-alat
kewajiban manusia meliputi akal, rasa dan kehendak. Dengan akal, filsafat
memberikan pedoman hidup untuk berpikir guna memperoleh pengetahuan. Dengan
rasa dan kehendak maka filsafat memberikan pedoman tentang kesusilaan mengenai
baik dan buruk.
Uraian mengenai filsafat sebagaimana
yang telah dibahas sebelumya kiranya akan banyak memberikan gambaran dan
kemudahan dalam memahami lapangan pendidikan dan filsafat pendidikan kemudian.
Dan munculnya filsafat pendidikan sebagai suatu ilmu baru setelah tahun 1900-an
adalah sebagai akibat adanya hubungan timbale-balik antara filsafat dan
pendidikan, untuk memecahkan dan menjawab persoalan-persoalan pendidikan secara
filosofis.
Dan uraian mengenai filsafat sebelumnya
akan terasa lebih penting lagi karena hubungan antara filsafat dan pendidikan
tidak hanya sekedar biasa melainkan hubungan yang bersifat keharusan.3)
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam ilmu pengetahuan, filsafat mempunyai kedudukan
sentral, asal, atau pokok. Karena filsafatlah yang mula-mula merupakan
satu-satunya usaha manusia dibidang kerohanian untuk mencapai kebenaran atau
pengetahuan. Lambat laun sesuai dengan sifatnya, manusia tidak pernah merasa
puas dengan meninjau sesuatu hal dari sudut yang umum, Melainkan juga ingin
memperhatikan hal-hal yang khusus. Maka kemudian timbullah penyelidikan
mengenai hal-hal yang khusus yang sebelumnya masuk dalam lingkungan filsafat.
Jika penyelidikan ini telah mencapai tingkat yang tinggi, maka cabang
penyelidikan itu melepaskan diri dari filsafat sebagai cabang ilmu pengetahuan
yang baru dsan berdiri sendiri. Adapun yang
pertama kali melepaskan diri dari filsafat ialah ilmu pasti, kemudian disusul
oleh ilmu-ilmu Pengetahuan lainnya. Akan tetapi meskipun lambat laun banyak
ilmu pengetahuan yang melepaskan diri tidaklah berarti ilmu pengetahuan itu
sama sekali tidak membutuhkan bantuan dari filsafat.
Untuk memberikan gambaran bagaimana kedudukan filsafat
dalam kehidupan manusia maka terlebih dahulu diungkapkan kembali pengrtian
filsafat. Dalam bahasan sebelumnya, filsafat mengandung pengertian adalah suatu
ikhtiar untuk berpikir secara radikal, dalam arti mulai dari akarnya suatu
gejala (hal hendak dipermasalahkan) sampai mencapai kebenaran yang dilakukan
dengan kesungguhan dan kejujuran melalui tahapan-tahapan pikiran. Oleh karena
itu seorang yang berfilsafat adalah orang yang berpikir secara sadar dan
bertaggung jawab dengan pertanggung jawaban pertama adalah terhadap dirinya
sendiri.