Kamis, 13 Oktober 2011

PENDEKATAN SUPERVISI PENDIDIKAN DALAM PENDEKATAN NON DIRECTIF


            Dahulu istilah yang banyak digunakan untuk kegiatan Supervisi adalah inspeksi, pemeriksaan, pengawasan atau penilikan. Dalam konteks sekolah sebagai sebuah organisasi pendidikan, supervisi merupakan bagian dari proses adiministrasi dan manajemen.Kegiatan supervisi melengkapi fungsi-fugsi adiministrasi yang ada di sekolah sebagai fungsiterakhir, yaitu penilaian terhadap semua kegiatan dalam mencapai tujuan. Supervisi mempunyai peran mengoptimalkan tanggung jawab dari semua program. Supervisi bersangkut paut dengan semua upaya penelitian yang tertuju pada semua aspek yang merupakan faktor penentu keberhasilan. Dengan mengetahui kondisi aspek – aspek tersebut secara rinci dan akurat, dapat diketahui dengan tepat pula apa yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas organisasi yang bersangkutan.
            Dari keempat istilah yang dahulu digunakan untuk kegiatan penelitian ini yang cenderung diartikan paling keras adalah inspeksi. Istilah ini mempunyai konotasi mencari – cari kesalahan orang – orang dalam melaksanakan kegiatan. Sedikit lebih lunak dari inspeksi adalah pemeriksaan, karena seolah – olah hanya melihat apa yang terjadi dalam kegiatan, belum tampak adanya upaya menilai.
            Berikutnya yang lebih dekat dengan pengertian istilah supervise adalah penilikan dan pengawasan. Kedua istilah ini menunjuk pada kegiatan bukan saja melihat apa yang terjadi dalam kegiatan keduanya seperti pemeriksaan, tetapi sudah mengadakan penilaian, yaitu mengidentifikasikan hal – hal yang sudah baik sesuai yang di harapkan dan hal – hal yang belum karena belum sesuai dengan harapan.
            Dilihat dari kelahirannya, supervisi berasal dari dua kata bahasa Inggris, yaitu super dan vision. Super yang bararti di atas dan vision yang berarti melihat, masih serumpun dengan inspeksi, pemeriksaan dan pengawasan, dan penilikan, dalam arti kegiatan yang dilakukan oleh atasan --- orang yang berposisi diatas, yaitu pimpinan --- terhadap hal – hal yang ada di bawahnya, yaitu yang menjadi bawahannya. Supervisi merupakan istilah yang dalam rumpun pengawasan tetapi sifatnya lebih human, manusiawi. Di dalam kegiatan supervise, pelaksanaan bukan mencari – cari kesalahan tetapi lebih banyak mengandung unsur pembinaan, agar kondisi pekerjaan yang sedang disupervisi dapat diketahui kekurangannya ( bukan semata – mata kesalahannya ) untuk dapa tdiberi tahu bagian yang perlu diperbaiki.      
            Dari penjelasan pengertian beberapa istilah tersebut dapat diringkaskan sebagai berikut :
*     Inspeksi                                :    Melihat untuk mencari - cari kesalahan.
*     Pemeriksaan                         :    Melihat apa yang terjadi dalam kegiatan.
*     Pengawasan dan Penilikan :    Melihat apa yang positif dan apa yang negatif.
*     Supervisi                              :    Melihat bagian mana dari kegiatan di sekolah yang masih negatif untuk diupayakan menjadi positif, dan melihat mana yang sudah positif untuk dapat ditingkatkan menjadi lebih positif lagi, yang penting adalah pembinaan.                   

            Di dalam Undang – Undang Nomor 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 Tentang Pendidikan Menengah ditegaskan bahwa pada jenjang pendidikan menengah, selain pengawasan, kepala sekolah juga mendapat tugas sebagai supervisior yang di harapkan dapat setiap kali berkunjung ke kelas dan mengamati kegiatan guru yang sedang mengajar. Namun sejauh ini koordinasi antara pengawas dan kepala sekolah dalam melakukan pembinaan terhadap guru belum terjadi secara efektif. Dari pengamatan lapangan dapat disimpulkan bahwa data yang dikumpulkan oleh pengawas tentang guru tertentu, belum dipadukan atau disinkronkan dengan data yang di kumpulkan oleh kepala sekolah. Penggiliran atau pengaturan tentang guru yang diobservasi pun belum secara baik dikoordinasikan, dan mungkin sekali bahwa diantara keduanya tidak saling tahu apa yang sudah mereka lakukan.  
            Meskipun dalam rancangan secara teoritik sudah ada pihak yang diharapkan dapat melakukan supervisi terhadap guru, yaitu kepala sekolah dan pengawas, namun belum dapat terlaksana dengan efektif. Dalam kenyataan beberapa tahun terakhir ini, baik pengawas maupun kepala sekolah, belum dapat menjalankan kegiatan supervisi dengan baik, bahkan semakin berkurang keefektifannya. Adapun alasan yang utama bertumpu pada dua hal, yaitu : (1) beban kerja pengawas dankepalasekolah terlalu berat, dan (2) latar belakang pendidikan mereka kurang sesuai dengan bidang studi yang disupervisi. Mengingat banyaknya bidang studi yang diajarkan oleh guru – guru di sekolah, terasa dan tampak akan sulit untuk mempretemukan antara keduanya. Oleh karena itu perlu di cari alternatif cara yang lebih tepat bagi kondisi lapangan, baik langsung maupun tidak, yang mengarah pada pencapaian tujuan pembelajaran secara optimal. Selain pelaksanaan yang belum sesuai dengan yang direncanakan, sebetulnya pengamatan kelas itu sendiri bukan merupakan satu – satunya metode pengumpulan data. Pandangan bahwa Supervisi adalah observasi kelas setapak demi setapak perlu di kikis dan di geser dengan pendangan lain sesuai dengan tuntutan kemajuan jaman serta relevan dengan kebutuhan.
Melalui supervisi pendidikan, seorang kepala sekolah dapat memberikan bimbingan,motivasidan arahan agar guru dapat meningkatkan profesionalismenya.
Untuk lebih jelasnya, marilah kita ikuti pembahasan selanjutnya
A.        Tujuan Supervisi Pendidikan
Secara umum tujuan supervisi pendidikan adalah:
1.       meningkatkan efektivitas dan efisiensi belajar-mengajar,
2.       mengendalikan penyelenggaraan bidang teknis edukatif di sekolah sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan kebijakan yang telah ditetapkan,
3.       menjamin   agar   kegiatan   sekolalah   berlangsung   sesuai  dengan   ketentuan yang  berlaku   sehingga   segala   sesuatunya   berjalan   lancar   dan   diperoleh    hasil yang optimal,
4.       menilai keberhasilan sekolah dalam pelaksanaan tugasnya.
5.       memberikan  bimbingan  langsung  untuk  memperbaiki  kesalahan, kekurangan    dan   kekhilafan    serta    membantu    memecahkan   masalah    yang   dihadapi      sekolah  sehingga dapat dicegah kesalahan dan penyimpangan yang lebih jauh.[1] 
Seorang supervisor itu hendaknya memberikan pelayanan dengan baik dapat mengatasi masalah-masalah dilapangan, memimpin kelompok kerja, melayani masyarakat, memberikan bimbingan dan arahan kepada guru.[2]
            Menurut Franklin Bobbitt yang dikutip oleh Thomas. J. Sergiovanni dalam bukunya Supervision of Teaching bahwa :  “Supervisors as addressing two initial tasks : guiding teachers in the selection of methods and preparing and renewing teachers.”[3] Maksudnya adalah para supervisor itu mempunyai dua tugas utama, yaitu memandu para guru dalam memilih metode dan menyiapkan serta memperbaharuinya. Tugas para supervisor itu sendiri adalah untuk menemukan prosedur yang lebih baik dalam menyelenggarakan tugas mengajar dan untuk membantu para guru memperoleh metode yang tepat dengan tujuan untuk memastikan prestasi belajar siswa untuk mencapai hasil  yang maksimal. 
Tujuan supervisi adalah memberikan layanan dan bantuan untuk meningkatkan kualitas mengajar guru di kelas yang pada gilirannya untuk meningkatkan kualitas belajar siswa. Bukan saja memperbaiki kemampuan mengajar tetapi juga mengembangkan potensi kualitas guru.[4]
Permasalahan yang dihadapi dalam melaksanakan supervisi di lingkungan sekolah adalah bagaimana cara mengubah pola pikir yang bersifat otokrat dan korektif menjadi sikap yang konstruktif dan kreatif, yaitu sikap yang menciptakan situasi dan relasi di mana guru-guru merasa aman dan diterima sebagai subjek yang dapat berkembang sendiri. Untuk itu, supervisi harus dilaksanakan berdasarkan data, fakta yang objektif.[5]  
Supandi (1996:252), menyatakan bahwa ada dua hal yang mendasari pentingnya supervisi dalam proses pendidikan.
  1. Perkembangan kurikulum merupakan gejala kemajuan pendidikan. Perkembangan tersebut sering menimbulkan perubahan struktur maupun fungsi kurikulum. Pelaksanaan kurikulum tersebut memerlukan penyesuaian yang terus-menerus dengan keadaan nyata di lapangan. Hal ini berarti bahwa guru-guru senantiasa harus berusaha mengembangkan kreativitasnya agar daya upaya pendidikan berdasarkan kurikulum dapat terlaksana secara baik. Namun demikian, upaya tersebut tidak selamanya berjalan mulus. Banyak hal sering menghambat, yaitu tidak lengkapnya informasi yang diterima, keadaan sekolah yang tidak sesuai dengan tuntutan kurikulum, masyarakat yang tidak mau membantu, keterampilan menerapkan metode yang masih harus ditingkatkan dan bahkan proses memecahkan masalah belum terkuasai. Dengan demikian, guru dan Kepala Sekolah yang melaksanakan kebijakan pendidikan di tingkat paling mendasar memerlukan bantuan-bantuan khusus dalam memenuhi tuntutan pengembangan pendidikan, khususnya pengembangan kurikulum.
 2. Pengembangan personal, pegawai atau karyawan senantiasa merupakan upaya yang terus-menerus dalam suatu organisasi. Pengembangan personal dapat dilaksanakan secara formal dan informal. Pengembangan formal menjadi tanggung jawab lembaga yang bersangkutan melalui penataran, tugas belajar, loka karya dan sejenisnya. Sedangkan pengembangan informal merupakan tanggung jawab pegawai sendiri dan dilaksanakan secara mandiri atau bersama dengan rekan kerjanya, melalui berbagai kegiatan seperti kegiatan ilmiah, percobaan suatu metode mengajar, dan lain sebagainya.[6]
Kegiatan supervisi pengajaran merupakan kegiatan yang wajib dilaksanakan dalam penyelenggaraan pendidikan. Pelaksanaan kegiatan supervisi dilaksanakan oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah dalam memberikan pembinaan kepada guru. Hal tersebut karena proses belajar-mengajar yang dilaksakan guru merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh karena kegiatan supervisi dipandang perlu untuk memperbaiki kinerja guru dalam proses pembelajaran.
Dalam makalah ini masalah yang dibahas adalah : Pendekatan Supervisi yang dilaksanakan oleh Kepala Sekolah sebagai Supervisor kepada guru-guru.
Secara rutin dan terjadwal Kepala Sekolah melaksanakan kegiatan supervisi kepada guru-guru dengan harapan agar guru mampu memperbaiki proses pembelajaran yang dilaksanakan. Dalam prosesnya, kepala sekolah memantau secara langsung ketika guru sedang mengajar. Guru mendesain kegiatan pembelajaran dalam bentuk Rencana Pembelajaran kemudian kepala sekolah mengamati proses pembelajaran yang dilakukan guru.
Saat kegiatan supervisi berlangsung, kepala sekolah menggunakan lembar observasi yang sudah dibakukan, yakni Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG). APKG terdiri atas APKG 1 (untuk menilai Rencana Pembelajaran yang dibuat guru) dan APKG 2 (untuk menilai pelaksanaan proses pembelajaran) yang dilakukan guru.
B.        Pendekatan Supervisi Pendidikan
            Pendekatan yang di gunakan dalam menerapkam supervisi modern didasarkan pada prinsip – prinsip psikologis. Suatu pendekatan atau teknik pemberian supervisi, sangat bergantung kepada protipe guru. Ada satu paradigma yang dikemukakan Glickman untuk memilah – milah guru dalam empat protipe guru. Ia mengemukakan setiap guru memiliki dua kemampuan dasar, yaitu berpikir abstrak dan komitmen serta kepedulian. Dengan demikian kita menemukan :
I.          Pada sisi I daya A+ K+. Guru semacam ini disebut guru yang profesional.
II.        Pada sisi II daya abstrak tinggi A+, tetapi komitmen (K-), disebut guru yang tukang kritik.
III.             Pada sisi III daya abstrak rendah (A-), tetapi komitmen tinggi (K+) disebut guru yang terlalu sibuk.
IV.             Pada sisi IV daya abstrak rendah (A-) dan juga komitmen rendah (K-) disebut guru yang tidak bermutu.
            Pendekatan dan perilaku serta teknik yang diterapkan dalam memberi supervise kepada guru – guru berdasarkan protipe guru seperti yang disebut di atas. Bila guru professional maka pendekatan yang digunakan adalah non – direktif.
            Perilaku supervisor (1) mendengarkan, (2) memberanikan, (3) menjelaskan, (4) menyajikan, (5) memecahkan masalah. Teknik yang diterapkan dialog dan mendengarkan aktif.
            Bila gurunya tukang kritik atau terlalu sibuk, maka pendekatan yang diterapkan adalah kolaboratif. Perilaku supervise (1) menyajikan, (2) Menjelaskan, (3) Mendengarkan, (4) memecahkan masalah, (5) negosiasi. Teknik yang di gunakan percakapan pribadi, dialog, menjelaskan.
            Bila gurunya tidak bermutu, maka pendekatan yang digunakan adalah direktif. Perilaku supervisor (1) Menjelskan, (2) menyajikan, (3) mengarahkan, (4) memberi contoh, (5) menetapkan tolak ukur, dan (6) menguatkan.
            Berdasarkan uraian singkat tentang paradigma kategori diatas, maka dapat diterapkan berbagaipendekatan teknik dan perilaku supervisi berdasar data mengenai guru yang sebenarnya yang memerlukan pelayanan supervisi. Berikut ini akan disajikan pendekatan non directif perilaku supervisor.
           
C.        Pendekatan Tidak Langsung ( Non – Direktif )

            Yang di maksud dengan pendekatan tidak langsung ( non – direktif ) adalah cara pendekatan terhadap permasalahan yang sifatnya tidak langsung. Perilaku supervisor tidak secara langsung menunjukkan permasalahan, tapi ia terlebih dulu mendengarkan secara aktif apa yang dikemukakan guru – guru. Ia memberi kesempatan sebanyak mungkin kepada guru untuk mengemukakan permasalahan yang mereka alami. Pendekan non – direktif ini berdasarkan pemahaman psikologis humanistik. Psikologi humanistik sangat menghargai orang yang akan di bantu. Oleh karena pribadi guru yang dibina begitu di hormati, maka ia lebih banyak mendengarkan permasalahan yang di hadapi guru – guru. Guru mengemukakan masalahnya. Supersior mencoba mendengarkan, memahami apa yang dialami guru – guru. Perilaku supervisor dalam pendekatan non – direktif adalah sebagai berikut :
(1)          Mendengarkan
(2)          Memberi penguatan
(3)          Menjelaskan
(4)          Menyajikan
(5)          Memecahkan masalah
Contoh penerapan pendekatan non – direktif. Percakapan kepala SMU dengan Pak Sakri, guru Bahasa Inggris :
Pak Sakri                :   Pada saat Istirahat Pak Sakri berdiri di dekat pintu ruang guru sambil termenung.
Kepala Sekolah      :    Menyapa : Pak Sakri, mengapa anda Termenung ?
                                    Apa yang anda pikirkan ?
                                    Lama, Pak Sakri berpikir. Lalu ia Mengungkapkan keluh kesahnya.
Pak Sakri                :    Saya sedang memikirkan si Tono siswa kelas II. Hasil belajarnya rata – rata baik semuanya. Hanya Bahasa Inggrisnya tidak baik. Saya sudah mendekati dia tapi dia diam saja.
Kepala Sekolah      :    Pak Sakri, saya pikir ada banyak cara untuk memahami Tono. Coba dekati dia lagi.
Pak Sakri                :    Baik Pak, saya memerlukan waktu untuk mendekati dia.
Kepala Sekolah      :    Saya percaya bahwa Pak Sakri akan berhasil

Pak Sakri mencoba mengajak Tono. Waktu istirahat Pak Sakri berjalan mendekati Tono, diajak berbincang tentang hobinya di rumah. Tono bercerita tentang kesibukannya di rumah. Tono mengatakan bahwa dia banyak membantu orang tua di rumah. Dan tidak ada buku bahasa inggris di rumah. Guru meminjamkan beberapa buku agar Tono membacanya.

Beberapa waktu kemudian Pak Sakri menceritakan kepada kepala sekolah bahwa Tono sekarang sudah rajin membaca buku bahasa inggris. Kadang – kadang dia membuat syair dalam bahasa Inggris yang sangat sederhana. Pak Sakri menyuruh Tono membaca syair itu dimuka kelas. Kepala sekolah meminta agar Tono mendeklamasikan syairnya kepada anak – anak di sekolah itu.
Sebulan kemudian Pak Sakri menceritakan kepada kepala sekolah bahwa Tono telah tampil dengan semangat baru bila mengikuti pelajaran bahasa Inggris.
Kepala Sekolah sangat gembira, karena Tono telah mengalami perubahan dan sudah senang dengan bahasa inggris. 
Akhir semester Pak Sakri melaporkan bahwa nilai bahasa Inggris Tono sangat memuaskan. Kepala Sekolah sangat gembira dan berterima kasih atas usaha Pak Sakri.

A.        KESIMPULAN
Supervisor dalam pendidikan adalah kepala sekolah, penilik sekolah, dan para pengawas ditingkat kabupaten/kotamadya, serta staf di kantor bidang yang ada di tiap provinsi.
1.       Kebijakan pendidikan harus ditopang oleh pelaku pendidikan yang berada di  front terdepan yakni guru melalui interaksinya dalam pendidikan. Upaya meningkatkan mutu pendidikan perlu dilakukan secara bertahap dengan mengacu pada rencana strategis. Keterlibatan seluruh komponen pendidikan (guru, Kepala Sekolah, masyarakat, Komite Sekolah, Dewan Pendidikan, dan isntitusi) dalam perencanaan dan realisasi program pendidikan yang diluncurkan sangat dibutuhkan dalam rangka mengefektifkan pencapaian tujuan.                                                                                                            
2.       Implementasi kemampuan professional guru mutlak diperlukan sejalan diberlakukannya otonomi daerah, khsususnya bidang pendidikan. Kemampuan professional guru akan terwujud apabila guru memiliki kesadaran dan komitmen yang tinggi dalam mengelola interaksi belajar-mengajar pada tataran mikro, dan memiliki kontribusi terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan pada tataran makro.                                                                                                                     
3.       Salah satu upaya peningkatan profesional guru adalah melalui supervisi  pengajaran. Pelaksanaan supervisi pengajaran perlu dilakukan secara sistematis oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah bertujuan memberikan pembinaan kepada guru-guru agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien. Dalam pelaksanaannya, baik kepala sekolah dan pengawas menggunakan lembar pengamatan yang berisi aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam peningkatan kinerja guru dan kinerja sekolah. Untuk mensupervisi guru digunakan lembar observasi yang berupa alat penilaian kemampuan guru (APKG), sedangkan untuk mensupervisi kinerja sekolah dilakukan dengan mencermati bidang akademik, kesiswaan, personalia, keuangan, sarana dan prasarana, serta hubungan masyarakat.                                                                                                              
4.       Implementasi kemampuan professional guru mensyaratkan guru agar mampu meningkatkan peran yang dimiliki, baik sebagai informator, organisator, motivator, director, inisiator, transmitter, fasilitator, mediator, dan evaluator sehingga diharapkan mampu mengembangkan kompetensinya.
5.       Mewujudkan kondisi ideal di mana kemampuan professional guru dapat diimplementasikan sejalan diberlakukannya otonomi daerah, bukan merupakan hal yang mudah. Hal tersebut lantaran aktualisasi kemampuan guru tergantung pada berbagai komponen system pendidikan yang saling berkolaborasi. Oleh karena itu, keterkaitan berbagai komponen pendidikan sangat menentukan implementasi kemampuan guru agar mampu mengelola pembelajaran yang efektif, selaras dengan paradigma pembelajaran yang direkomendasiklan Unesco, "belajar mengetahui (learning to know), belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be)".
B.        Saran-Saran                                                                                             
 1.      Hendaknya bagi pengawas agar menjadi contoh yang baik dalam segala aspek kependidikan dan pengajaran agar seorang pengawas itu menjadi lebih berkualitas di bidang keilmuannya sehingga menjadi idola bagi para guru  sebagai pembimbing mereka dalam bidang pendidikan dan pengajaran. 
2.       Hendaknya bagi seorang guru yang profesional itu selalu meningkatkan kedisiplinannya karena kedisiplinan itu sangat menentukan bagi kualitas keprofesionalan seorang guru tersebut, tanpa disiplin seakan-akan keprofesionalan seorang guru itu tidak akan berarti apa-apa.
3.       Baik pengawas maupun guru, hendaknya dapat bekerja sama dengan baik agar dalam hal meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran itu menjadi lebih baik untuk menyongsong era globalisasi dan era informasi ini.
DAFTAR PUSTAKA

Conlow Reck, 2003, Menjadi Supervisor Hebat , Penerjemah Komala Insiwi Suryo, Jakarta, PT Viktory Jaya Abadi.

Diana Townsend, & Butterworth. 1992. Your Child's Scholl. New York: A Plime Book.

Depdiknas.1997.Petunjuk Pengelolaan Adminstrasi Sekolah Dasar.Jakarta: Depdiknas.
________.2001.Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (Bk1).Jakarta: Depdiknas.
Fullan & Stiegerbauer.1991. The New Meaning of Educational Change. Boston: Houghton Mifflin Company.
Kunandar. 2007. Guru Profesional.Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada.

Surya, Mohamad,. 2002. Peran Organisasi Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. Seminar Lokakarya Internasional. Semarang : IKIP PGRI.
Supriadi, Dedi. 1999. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
____________. 2002. Laporan Akhir Tahun Bidang Pendidikan & Kebudayaan. Artikel. Jakarta : Kompas.
Suryasubrata.1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.                                                                                                                  
Suprihatin, MD. 1989. Administrasi Pendidikan (Fungsi dan Tanggung Jawab Kepala Sekolah sebagai Administrator dan Supervisor Sekolah. Semarang: IKIP Semarang Press.
Sahertian, Piet A. 2000. Konsep-Konsep dan Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
Supandi. 1996. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Jakarta: Departemen Agama Universitas Terbuka.
Thomas. J. Sergiovanni, 1982. Supervision of Teaching, Virginia: Association for Supervision and Curriculum Depelovment.

UU Sisdeknas Nomor 20 Tahun 2003. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006.


[1]Suprihatin, MD. 1989. Administrasi Pendidikan (Fungsi dan Tanggung Jawab Kepala Sekolah sebagai Administrator dan Supervisor Sekolah. Semarang: IKIP Semarang Press. h. 305.
[2] Conlow Reck, Menjadi Supervisor Hebat , Penerjemah Komala Insiwi Suryo, (Jakarta, PT Viktory Jaya Abadi, 2003), hal. 9.
[3]Thomas. J. Sergiovanni, Op. Cit. p. 18- 19.
[4]Sahertian, Piet A. 2000. Konsep-Konsep dan Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.h. 19.
[5] Ibid. h. 20.
[6]Supandi. 1996. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Jakarta: Departemen Agama Universitas Terbuka.h. 252.


Jumat, 07 Oktober 2011

MATEMATIKA SEBAGAI SARANA BERPIKIR ILMIAH FILSAFAT ILMU


BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
    
Pendidikan adalah proses penyesuian diri secara timbal balik antara manusia dengan alam, dengan sesama manusia atau juga pengembangan dan penyempurnaan secara teratur dari semua potensi moral, intelektual, dan jasmaniah manusia oleh dan untuk kepentingan pribadi dirinya dan masyarakat yang ditujukan untuk kepentingan tersebut dalam hubungannya dengan Allah Yang Maha Pencipta sebagai tujuan akhir.
Ahmad D. Marimba mengatakan bahwa, “Pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh si pendidik terhadap si terdidik dalam hal perkembangan jasmani dan rohani menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Dalam tujuan Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan ditujukan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas yang dideskripsikan dengan jelas dalam UU No. 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani, berjiwa patriotik, cinta tanah air, mempunyai semangat kebangsaan, kesetiakawanan sosial, kesadaran pada sejarah bangsa, menghargai jasa pahlawan, dan berorientasi pada masa depan.
Pendidikan tidak hanya untuk kepentingan individu atau pribadi, tetapi juga untuk kepentingan masyarakat. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 29 Tahun 1990. Selain pendidikan dipusatkan untuk membina kepribadian manusia, pendidikan juga diperuntukkan guna pembinaan masyarakat itu sendiri.
Terdapat cukup alasan yang baik untuk belajar filsafat, khususnya apabila ada pertanyaan-pertanyaan rasional yang tidak dapat atau seyogyanya tidak dijawab oleh ilmu atau cabang ilmu-ilmu. Misalnya: apakah yang dimaksud dengan pengetahuan, dan atau ilmu? Dapatkah kita bergerak ke kiri dan kanan di dalam ruang tetapi tidak terikat oleh waktu? Masalah yang dibahas dalam tugas makalah ini adalah sekitar hubungan antara filsafat, manusia dan pendidikan. Kiranya kegiatan pendidikan bukanlah sekedar gejala sosial yang bersifat rasional semata mengingat kita mengharapkan pendidikan yang terbaik untuk bangsa Indonesia, lebih-lebih untuk anak-anak kita masing-masing; ilmu pendidikan secara umum tidak begitu maju ketimbang ilmu-ilmu sosial dan biologi tetapi tidak berarti bahwa ilmu pendidikan itu sekedar ilmu atau suatu studi terapan berdasarkan hasil-hasil yang dicapai oleh ilmu-ilmu sosial dan atau ilmu perilaku.
Pertanyaan yang timbul yaitu: apakah hubungan antara filsafat,pendidikan dan manusia bila dikaitkan dengan filsafat ilmu.

1.    IDENTIFIKASI MASALAH ( Latar Belakang )

Makalah ini berjudul  HUBUNGAN ANTARA FILSAFAT,PENDIDIKAN DAN MANUSIA DIKAITKAN DENGAN FILSAFAT ILMU    maka penulis mengidentifikasikan masalah tersebut sebagai berikut :
1.       Apa itu filsafat ilmu dan HUBUNGANNYA dengan pendidikan  ?  
2.       Apa saja pengaruh filsafat ilmu terhadap pendidikan itu sendiri ?
3.       Hubungan antara filsafat,manusia dan pendidikan.
4.       Kedudukan filsafat dalam kehidupan manusia.


2.    BATASAN MASALAH
Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan, maka masalah yang dibahas dibatasi pada masalah HUBUNGAN ANTARA FILSAFAT, MANUSIA DAN PENDIDIKAN
BAB II
PEMBAHASAN

A.         Pengertian Ilmu, Filsafat, Dan Filsafat Ilmu Jika dihubungkan dengan pendidikan

1.   Ilmu
Ilmu adalah suatu pengetahuan ilmiah yang memiliki syarat-syarat :
Dasar Pembenaran yang dapat dibuktikan dengan metode ilmiah dan teruji dengan cara kerja ilmiah Sistematik, yaitu terdapatnya sistem yang tersusun dari mulai proses, metode, dan produk yang saling terkait. Intersubyektif, yaitu terjamin keabsahan atau kebenarannya Sifat ilmu yang penting :                               
Universal : berlaku umum, lintas ruang dan waktu yang berada di bumi ini
Communicable : dapat dikomunikasikan dan memberikan pengetahuan baru kepada orang lain Progresif : adanya kemajuan, perkembangan, atau peningkatan yang merupakan tuntutan modern.
Ilmu manusia berasal dari Allah dan sangat terbatas. Allah memberi ilmu kepada nabi Adam dan mengajari manusia apa-apa yang tidak diketahuinya dengan kalam.
Ilmu manusia sangat sedikit dan terbatas. Yang diketahui oleh manusia karena kehendak Allah jua. Manusia dilahirkan tanpa ilmu/tidak mengetahui sesuatu pun, diberi-Nya pendengaran agar memperoleh ilmu dengan pengabaran, diberi-Nya penglihatan agar memperoleh ilmu dengan melihat kenyataan, dan diberinya hati/akal agar memperoleh ilmu dengan penalaran atau proses memahami.
Derajat dan keadaan orang yang tidak berilmu Tanpa ilmu manusia sering dan suka berdusta terhadap yang lainnya, dengan maksud menyesatkan manusia. Dia akan mengikuti dan menuruti hawa nafsunya sendiri tanpa kendali. Wajib kita berpaling dari orang bodoh. Dosa akibat perbuatan yang tidak diketahui (karena kebodohan) akan diampuni asalkan mau bertobat dan memperbaiki dirinya.  Keutamaan dan derajat orang yang berilmu. Orang berilmu akan takut kepada Allah, mengakui keesaan Allah, dan membenarkan sesuatu yang datang dari-Nya. Pahala yang besar bagi yang berilmu, dan Allah meninggikan derajatnya, (baik di sisi Allah maupun di hadapan manusia) di antaranya, sebagai tempat bertanya. Kewajiban menuntut ilmu dan mengajarkannya. Menuntut ilmu adalah suatu kewajiban, mengajarkannya kepada orang lain hendaklah dengan jelas, dengan terang, dan janganlah menyembunyikan yang benar. Hendaklah mengajarkan sesuatu dengan penuh kebijaksanaan (penuh hikmah). Di sinilah mulianya tugas pendidik, karena ia mempunyai kewajiban untuk mengajarkan ilmunya kepada anak didiknya dengan penuh hikmah dan keteladanan. Guru harus dapat membedakan ilmu yang amaliah dan amal yang ilmiah.

2.    Filsafat
   Filsafat adalah cinta akan kebijaksanaan. Filsafat berasal dari kata bahasa Yunani philosophia yang terdiri dari dua suku kata yaitu philos yang berarti cinta dan sophos yang berarti kebijaksanaan.
Pengertian filsafat secara luas adalah :
1.         Usaha spekulatif manusia yang sangat rasional, sistematik, konseptual untuk memperoleh pengetahuan selengkap mungkin berdasarkan kaidah ilmiah
2.          Ikhtiar atau usaha untuk menentukan batas-batas pengetahuan secara koheren dan menyeluruh (”holistic dan comprehensive”)
3.          Wacana tempat berlangsungnya penelusuran kristis terhadap berbagai pernyataan dan asumsi yang umumnya merupakan dasar suatu pengetahuan.
4.          Dapat dipandang sebagai suatu tubuh pengetahuan yang memperlihatkan apa yang kita lihat dan katakan. Dia harus seiring dan sejalan dalam aplikasi dan penerapannya di lapangan.
Filsafat menjembati cara berfikir secara ontologis, epistemologi dan aksiologi
<   Ontologi              :    hakikat apa yang dikaji
<   Epistemologi        :    cara mendapatkan pengetahuan yang benar
<   Aksiologi             :    nilai kegunaan ilmu
Filsafat adalah pengetahuan yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan manusia secara kritis.  Filsafat disebut juga ilmu pengetahuan yg mencari hakekat dari berbagai fenomena kehidupan manusia.  Filsafat adalah pengetahuan metodis, sistematis dan koheren tentang seluruh kenyataan (realitas).  Filsafat merupakan refleksi rasional (fikir) atas keseluruhan realitas untuk mencapai hakikat (= kebenaran) dan memperoleh hikmat (= kebijaksanaan).
Dalam sejarah filsafat Yunani, filsafat mencakup seluruh bidang ilmu pengetahuan. Lambat laun banyak ilmu-ilmu khusus yang melepaskan diri dari filsafat. Meskipun demikian, filsafat dan ilmu pengetahuan masih memiliki hubungan dekat. Sebab baik filsafat maupun ilmu pengetahuan sama-sama pengetahuan yang metodis, sistematis, koheren dan mempunyai obyek material dan formal. Namun yang membedakan diantara keduanya adalah: filsafat mempelajari seluruh realitas, sedangkan ilmu pengetahuan hanya mempelajari satu realitas atau bidang tertentu.
Filsafat adalah induk semua ilmu pengetahuan. Dia memberi sumbangan dan peran sebagai induk yang melahirkan dan membantu mengembangkan ilmu pengetahuan hingga ilmu pengetahuan itu dapat hidup dan berkembang. Filsafat membantu ilmu pengetahuan untuk bersikap rasional dalam mempertanggungjawabkan ilmunya. Pertanggungjawaban secara rasional di sini berarti bahwa setiap langkah langkah harus terbuka terhadap segala pertanyaan dan sangkalan dan harus dipertahankan secara argumentatif, yaitu dengan argumen-argumen yang obyektif (dapat dimengerti secara intersuyektif).
Pandangan kita terhadap filsafat harus positif dan konstruktif. Filsafat memang mempunyai hubungan dengan kehidupan manusia dan karena dari kehidupan itulah kita menggali filsafat.  Hal tersebut jika dipahami  lebih jauh memberikan pengertian bahwa filsafat mencakup nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi dan dijadikan pedoman dalam perbuatan terutama dalam pendidikan.
Berfilsafat  didorong untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang belum kita tahu, berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui dengan kemestaan yang seakan tak terbatas ini , demikian juga berfilsafat berarti mengoreksi diri semacam keberanian untuk berterus terang, seberapa jauh sebenarnya kebenaran yang dicari telah kita jangkau.

3.    Filsafat Ilmu

Hampir semua penyakit dan ilmu dapat dipelajari oleh kita. Semua itu berangkat dari filsafat. Filsafat itu ibarat pondasi dalam sebuah bangunan. Filsafat (mencari kebenaran versi manusia) mulanya berasal dari data empiris. Filsafat ilmu adalah ikhtiar manusia untuk memahami pengetahuan agar menjadi bijaksana. Dengan filsafat ilmu keabsahan atau cara pandang harus bersifat ilmiah. Filsafat ilmu memperkenalkan knowledge dan science yang dapat ditransfer melalui proses pembelajaran atau pendidikan.
Filsafat ilmu adalah filsafat yang menelusuri dan menelidiki sedalam dan seluas mungkin segala sesuatu mengenai semua ilmu, terutama hakekatnya, tanpa melupakan metodenya. Kerapkali kita lihat ilmu filsafat dipandang sebagai ilmu yang abstrak dan berada di awang-awang saja, padahal ilmu filsafat itu dekat dan berada dalam kehidupan kita sehari. Benar, filsafat bersifat tidak konkrit, karena menggunakan metode berpikir sebagai cara pergulatannya dengan realitas hidup kita.
Filsafat , philosophy, dalam bahasa Inggeris, atau philosophya dalam Yunani mempunyai arti cinta akan kebijaksanaan. Philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan sophos (kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi. Dari pengertian tersebut filsafat sebenarnya amat dekat dengan realitas kehidupan kita. Untuk mengerti apa filsafat itu, orang perlu menggunakan akal budinya untuk merenungkan realitas hidupnya, “apa itu hidup? Mengapa saya hidup? Akan kemana saya hidup? Tentunya pertanyaan tersebut sejatinya muncul alamiah bila akal budi kita dibiarkan bekerja. Persoalannya, apakah orang atau peminat filsafat sudah membiarkan akal budinya bekerja dengan baik memandang realitas? Aristoteles menyebut manusia sebagai “binatang berpikir”. Tapi kita para guru menganggapnya sebagai ”Makhluk Allah” yang berakal dan berbudi serta memiliki akhlak mulia. Untuk mencapai hal itu diperlukan ilmu yang bernama Ilmu Pendidikan.

Filsafat ilmu mengkaji secara filosofis mengenai hakikat ilmu pada umumnya dan khususnya ilmu pengetahuan ilmiah.
Berfilsafat kerap dianggap kegiatan yang hanya dilakukan para arif bijaksana. Olah pikir hampir selalu dihubungkan dengan para cendikiawan, kaum terpelajar, dan mereka yang punya waktu luang.
Tujuan filsafat ilmu menurut Amsal Bakhiar (2004:20) adalah mendalami unsur pokok ilmu sehingga menyeluruh kita dapat memehami sumber, hakikat dan tujuan ilmu, mendorong pada calon ilmuwan untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembangkannya.
Dihubungkan dengan pendidikan, bagaimanapun sempitnya pengertian pendidikan, namun masalah pendidikan merupakan masalah yang berhubungan langsung dengan hidup dan kehidupan manusia. Pendidikan merupakan usaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan kemanusiaannya, dalam membimbing, melatih, mengajar dan menanamkan nilai-nilai serta dasar-dasar pandangan hidup kepada generasi muda, agar nantinya menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab akan tugas-tugas hidupnya sebagai manusia,sesuai dengan sifat hakikat dan ciri-ciri kemanusiaannya. Dan pendidikan formal di sekolah hanyalah bagian kecil saja daripadanya, tetapi merupakan inti dan tidak bias lepas kaitannya dengan proses pendidikan secara keseluruhannya.
Dengan pengertian pendidikan yang luas, berarti bahwa masalah kependidikan pun mempunyai ruang lingkup yang luas pula, yang menyangkut seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia. Memang diantara permasalahan kependidikan tersebut terdapat masalah yang sederhana yang menyangkut praktek dan pelaksanaan sehari-hari, tetapi banyak pula diantaranya yang menyangkut masalah yang bersifat mendasar dan mendalam, sehingga memerlukan bantuan ilmu-ilmu lain dalam memecahkannya. Bahkan pendidikan juga menghadapi persoalan-persoalan yang tidak mungkin dijawab dengan menggunakan analisa dan pemikiran yang mendalam, yaitu analisa filsafat, yang dilakukan oleh manusia. Dilihat dari kemampuan  manusia dalam hal penalaran artinya berpikir secara logis dan analitis. Karena kemampuannya menalar dan karena mempunyai bahasa untuk mengkomunikasikan hasil pemikirannya yang abstrak, maka manusia bukan saja mempunyai pengetahuan, melainkan juga mampu mengembangkannya. Pengetahuan itu diperoleh manusia bukan hanya dengan penalaran , melainkan juga dengan kegiatan berfikir lainnya.
Manusia jika dihubungkan dengan filsafat, dikehendaki manusia mampu dan harus memiliki filsafat agar tingkah lakunya lebih bernilai, karena tingkah laku manusia pada dasarnya ditentukan oleh filsafat hidupnya.
Untuk memberikan gambaran bagaimana kedudukan filsafat dalam kehidupan manusia, dalam pengertiannya filsafat merupakan suatu ikhtiar untuk berpikir secara radikal, dalam arti mulai dari akarnya suatu gejala hal  yang hendak dipermasalahkan sampai mencapai kebenaran yang dilakukan dengan kesungguhan dan kejujuran melalui tahapan-tahapan pikiran. Oleh karena itu seorang yang berfilsafat adalah orang yang berpikir secara sadar dan bertanggung jawab dengan pertanggungjawaban pertama adalah terhadap dirinya sendiri.


B.         MANUSIA DAN FILSAFAT

Karena manusia itu memiliki akal pikiran yang senantiasa bergolak dan berpikir, dan k arena situasi dan kondisi alam dimana dia hidup selalu berubah-ubah dan penuh dengan peristiwa-peristiwa penting bahkan dahsyat, yang kadang-kadang dia tak kuasa untuk menentang dan menolaknya, menyebabkan manusia tertegun, termenung memikirkan segala hal yang terjadi di sekitar dirinya. Dipandangnya tanah tempat dia berpijak, dilihatnya bahwa segala sesuatu tumbuh di atasnya, berkembang, berbuah, dan melimpah ruah. Segala peristiwa berlaku di atas permukaannya. Dan di dalam siang dan malamnya dia menyaksikan kebaikan dan keburukan, kebaikan dan kejahatan, sehat dan sakit, suka dan duka, malang dan senang, hidup dan mati, dan sebagainya, yang melingkupi dan meliputi kehidupan manusia. Diarahkan pandangannya ke langit biru, maka Nampak olehnya, benda-benda angkasa, mengambang dan bersemayam, di langit tinggi. Matahari memberikan sinar dan cahaya, terang benderang, meliputi setiap sudut dan penjuru dunia ini. Menaburkan panas dan kehangatan yang nyaman dan menyegarkan dan kadang-kadang membara dan membakar, meresahkan seluruh makhluk di atas permukaan bumi. Dengan sinarnya yang gilang gemilang itu,dia membersitkan kehidupan dan menyalurkan roh dan jiwa kepada benda-benda mati, mencairkan benda-benda yang beku, menimbulkan topan dan gelombang,menggerakkan angin, air bah dan banjir . dinyalakan api di tengah padang, dihiasinya keindahan alam dengan warna, disemerbakkannya bunga dengan keharuman dan kewangian surgawi. Hal-hal seperti itulah yang menakjubkan manusia, menyebabkan dia termenung, merenungkan segala sesuatu. Dia berpikir dan berpikir, sepanjang masa dan sepanjang zaman. Dia memikirkan dirinya sebagai mikro-kosmos dan memikirkan jagad raya sebagai makro-kosmos. Dia memikirkan juga alam gaib, alam di balik dunia yang nyata ini, alam metafisika. Dan diapun mulai membangun pemikiran filsafat.
Di dalam sejarah umat manusia, setelah kemampuan intelektual dan kemakmuran manusia meningkat tinggi, maka tampillah manusia-manusia unggul merenung dan memikir, menganalisa, membahas dan mengupas berbagai problema dan permasalahan hidup dan kehidupan social kemasyarakatan, alam semesta dan jagad raya. Maka lahirlah untuk pertama kalinya filsafat alam periode pertama, selanjutnya filsafat alam periode kedua, lalu sophisme, kemudian filsafat klasik, yang bermula kurang lebih enam abad sebelum masehi.
Memang filsafat alam, baik periode pertama maupun periode kedua,begitu pula pemikiran sophisme, belumlah mempunyai pengaruh yang mendalam, dalam bidang pendidikan barulah setelah lahir filsafat klasik yang dipelopori oleh Socrates(470 SM-399 SM), dan murid-muridnya Plato dan Aristoteles, filsafat mulai berpengaruh positif dalam bidang pendidikan.
Plato telah melahirkan filsafat yang bertolak pangkal kepada idea, dan filsafatnya disebut idealisme. Pokok pikiran yang terkandung dalam filsafat ini , ialah bahwa apa saja yang ada di dalam alam ini, bukanlah benda yang sebenarnya, dia hanyalah merupakan bayang-bayang dari benda nyata yang sebenarnya, yang berada di balik benda itu, yang disebut idea, jadi benda yang berada dibalik benda itu, yaitu dunia idea, di situlah terletak hakikat benda itu yang sebenarnya.
Sebaliknya, Aristoteles berlawanan dengan gurunya Plato, mengatakan bahwa semua benda-benda yang kita saksikan setiap hari dalam pengalaman hidup kita, adalah benda-benda yang ada dan nyata, dan bukan bayangan atau khayalan belaka. Lalu Aristoteles membagi adanya benda-benda itu kepada berbagai macam lingkungan, seperti: Fisika, Biologi, Etika, Politik, Psikologi, dan sebagainya.Oleh karena paham Aristoteles yang berpijak pada kenyataan yang berada di dunia nyata, maka dia disebut aliran filsafat realism.
Kedua aliran filsafat ini dikembangkan oleh ahli-ahli filsafat yang datang kemudian, terutama di Jerman, Inggris, dan Amerika. Umpamanya filsafat idealism Plato, diterima dan dikembangkan oleh para ahli piker di eropa dan amerika. Pengikut-pengikut aliran idealism yang terkenal adalah antara lain: St, Agustinus, Thomas Aquinas, Berkeley, Leibniz, Fichte, Schelling, Schopenhauer, Hegel, Lotze, Carlyle, Emerson, T.H Green, Borden, P. Bowne, Edward Caird, William Wallace, D.G.Richie, John Watson, F.H. Bradley, Herbart, dan Kant.
Kemudian muncul pula aliran-aliran filsafat dengan nama dan versi baru, tapi masih berlandaskan kepada ajaran idealism atau realism, seperti Essensialisme, Existensialisme, Experimentalisme, dan lain-lain sebagainya.Hampir semua aliran filsafat ini  membicarakan membicarakan masalah pendidikan dan memikirkan teori-teori untuk melaksanakan pendidikan menurut pendapat dan paham yang mereka anut dan yakini dapat membentuk dan membina akal pikiran anak didik yang akan mendatangkan kemajuan dan kebahagiaan bagi mereka itu di belakang hari. Tetapi sejak kurang lebih dua puluh lima abad yang lalu, seorang bijaksana unggul yang agung dalam pemikirannya, yaitu Aristoteles sendiri, telah memperingatkan bahwa:
“Orang tidak sama sekali setuju tentang hal-hal yang akan diajarkan, apakah kita memandang kepada kebaikan atau kehidupan yang terbaik. Tidak ada kepastian apakah pendidikan itu lebih bersangkut paut dengan intelektualitas atau dengan kebajikan moral. Praktek yang berjalan sekarang membingungkan, tidak ada seorangpun yang tahu atas landasa prinsip apa kita akan maju, apakah yang berguna bagi kehidupan, apakah kebajikan, ataukah pengetahuan yang lebih tinggi, yang akan menjadi tujuan dari pengajaran kita: ketiga pendapat itu semuanya memikat perhatian orang. Lagi pula, tentang cara-caranya, tidak terdapat kesepakatan, karena bagi orang-orang yang berlain-lainan, memulai dengan ide yang berbeda-beda sudah tentu tidak akan bersesuaian dalam prakteknya.
Di samping itu Aristoteles dan orang-orang yang semasa dengan dia, banyak berpendapat akan sulitlah untuk setuju dengan semacam pendidikan yang tetap , untuk anak didik, karena kondisi social di masa itupun berada dalam keadaan perubahan yang cepat. Keadaan politik sedang dalam situasi perubahan dari aristokratuk ke demokrasi. Ekonomi dan perdagangan maju pesat yang mengangkat derajat yunani dengan cepat kepada kedudukan pemimpin di laut Mediterranian sebelah timur. Keunggulan bangsa Yunani di masa itu telah membawa bangsa itu ke dalam kancah konflik Internasional, yang akhirnya nanti, berkemungkinan besar akan menyeretnya ke dalam peperangan Internasional. Dalam bidang pendidikan, timbul pertanyaan yang mendasar,akah system pendidikan tradisional yang stereo type atau tiruan ini akan dapat menyesuaikan diri dengan dunia baru ke arah mana pada masa itu bangsa yunani sedang menuju, ataukah zaman baru itu menuntut adanya perubahan di dalam system pendidikan mereka?.
Demikian pulalah proses kehidupan umat manusia di abad keduapuluh ini, semuanya mengalami perubahan-perubahan yang drastic. Kebangunan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong proses kehidupan umat manusia di atas permukaan planet bumi ini ratusan tahun lebih maju dari abad-abad sebelumnya. Dua kali perang dunia telah merubah status permukaan bumi secara drastis. Kemajuan teknologi telah mendekatkan jarak bumi yang jauh menjadi dekat sekali, seperti di sebelah rumah saja. Apa yang terjadi pada suatu Negara pada saat ini dan detik itu juga telah diketahui oleh Negara-negara lain di dunia ini. Penjelajahan ruang angkasa telah memungkinkan manusia bumi berkelana ke bulan dan ke planet-planet lain dengan peralatan teknologi modern. Dengan teknologi computer dan robot, kita seolah-olah sudah berada.

C.         FILSAFAT DAN TEORI PENDIDIKAN

Pendidikan dalam arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya serta keterampilannya kepada generasi muda untukl memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama, dengan sebaik-baiknya.
Corak pendidikan itu erat hubungannya dengan corak pennghidupan, karenanya jika corak penghidupan itu berubah, berubah pulalah corak pendidikannya, agar si anak siap untuk memasuki lapangan penghidupan itu.
Pendidikam itu adalah suatu disiplin dari berbagai macam bagian komponen. Bagian-bagian ini telah menjadi demikian bermacam ragam dan berspesialisasi, akan tetapi betapapun juga, tidak selalu mengambil tempat yang sama besarnya di dalam segala arah dan segi pada waktu yang sama. Metode pengajaran atau susunan kurikulum umpamanya,telah mengalami perbaikan jauh lebih banyak didalam beberapa periode sejarah pendidikan dari padalain-lainnya. Barangkali sekarang ini, sebagaimana tidak pernah di masa-masa sebelumnya, para siswa begitu tertarik dengan permasalahan-permasalahan yang secara terus-menerus ( kekal ) bersangkutan dengan filsafat.
Tentu perlu diragukan lagi, bahwa berbagai macam  faktor telah menimbulkan hasil penelitian yang demikian. Pendidkan memang suatu usaha yang sulit dan rumit, dan memakan waktu yang cukup banyak dan lama, tereutama sekali di masa modern dewasa ini.Pemdidikkan mendekati berbagai macam teori dan pemikiran dari para ahli pendidik dan ahli filsafat, guna melancarkan jalan dan memudahkan cara-cara bagi para guru dan pendidik dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dan pengajaran kepada para siswadan anak didik.
Kalau teori pendidikan itu hanyalah semata-mata treknologi, dia harus meneliti asumsi-asumsi utama tentang sifat manusia dan masyarakat yang menjadi landasan praktek pendidikan. Teori pendidikan yang melaksanakan studi seperti itu sampai batas tersebut bersifat dan mengandung unsur filsafat.
Apabila kita menanyakan kurikulum apa yang dipergunakan atau yang akan dibuat guna mempersiapkan kesadaran masyarakat dan penyesuaian diri bagi si anak didik, berarti kita telah membuka suatudiskusi tentang tekhnologi pendidikan. Akan tetapi seandainya kita bertanya : Apakah mesti suatu kurikulum mempersiapkan kesadaran masyarakat dan penyesuaian diri seorang siswa ? Apakah ini tujuan baik ? Selanjutnya, apabila hal tersebut adalah tujuan baik, apakah semuanya itu akan menjadi sasaran kurikulum, atau apakah akan menjadi yang lain ? Pertanyaan-pertanyaan ini segera akan mengajak kita buat memikirkan pendidikan secra fisiologis. Cepat sekali kita akan di bawa buat bertanya tentang alam manusia, susunan masyarakat, dunia physic, cara untuk tahu, hubungan antara pengetahuan dan tindakan, dan seterusnya.
  Memang ada resiko yang mungkin timbul dari setiap dua tendesi itu : teknologi – mungkin terjerumus, tanpa dipikirkan buat memperoleh beberapa hasil konkrit yang telah dipertimbangkan sebelumnya di dalam system pendidikan, hanya untuk mem,buktikan bahwa mereka dapat menyempurnakan Suatu hasil dengan sukses, yang pada hakikatnya belum dipertimbangkan dengan hati-hati sebelumnya. Sedangkan para ahli filsafat pendidikan, sebaiknya, mungkin tersesat dalam abstraksi tinggi yang penuh dengan hal-hal umum yang nampaknya hebat dan penuh dengan debat yang tiada berkeputusan, akan tetapi tanpa adanya gagasan jelas buat menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang ideal.  
Tidak ada satupun dari permasalahan kita yang mendesak dapat dipecahkan dengan cepat, atau dengan mengulang-ulang dengan gigih kata-kata yang hampa. Tidak dapat dihindari, bahwa orang-orang yang memperdebatkan masalah ini, apabila mereka terus berpikir, yang lebih baik dari pada mengadakan reaksi, mereka tentu akan menyadari bahwa merekaitu telah membicaeakan masalah yang sangat mendasar.
Kita tidak perlu mengambil contoh yang dramatis. Coba sajalah anda tanyakan kepada diri anda sendiri tentang nilai, arti dan tempat dari metode baru buat mempelajari matematika, yang berlawanan dengan cara lama, niscaya anda akan segera menyadari bahwa anda harus berbicara tentang hubungan antara manusia dengan alam, dan bahwa anda tidak dapat meninggalkan teori ilmu pengetahuan. Karena mersa ditantang oleh problema-problema pokok dalam pendidikan, maka hal itu bukanlah merupakan kesulitan yang harus dipikul oleh seorang guru profesional. Seandainya anda seorang warga Negara yang jujur, apakah anda dapat membuat suatu pernyataan tentang kebutuhan kepada disiplin yang lebih ketat lagi dalam sekolah-sekolah tanpa berhenti bertanya, apa artinya disiplin itu diatas dunia ini, termasuk lembaga kemasyarakatan macam apakah sekolah itu, atau mengapa anda begitu tertarik dengan masalah tersebut ? Tentulah pertanyaan diatas ini dapat anda jawab, akan tetapi apakah yang anda katakan itu nanti akan memperlihatkan semacam kematangan yang anda harapkan agar sekolah-sekolah kita berkembang kearah itu, dalam lingkungan generasi baru ? Apakah anda pikirkan pula secara keseluruhan asumsi bagaimanakah yang telah anda buat tentang keadaan manusia-manusia muda, tentang sifat dari dunia dimana mereka itu hidup, tentang benda apa yang penting untuk diwariskan kepada mereka, dan lain-lain sebagainya.
Dalam beberapa hal, filsafat pendidikan iti dapat disingkat dalam bentuk formula. Dan formula ini kemudian dijadikan semacam semboyan atau slogan. Tetapi kadang-kadang semboyan-semboyan itu sering pula disalah tefsirkan. Biasanya hal itu terjadi kalau kesalahan terjadi dalam bidang pendidikan, yang terlihat pada hasil dari pendidikan itu, yang didasarkan pada semboyan tersebut. Misal-misal yang dapat kami kemukakan dari semboyan yang kami maksudkan itu, ialah kata-kata hikmat dalam bidang pendidikan, seperti :
“ Semua pengetahuan itu adalah ingatan “
“ Manusia itu adalah hewan yang berakal “
“ Pendidikan itu mengandung irama “
“ Pendidikan itu harus mengajar kita hidup dekat dengan alam “
“ Kita belajar dengan berbuat “, dan lain-lain.
Alangkah banyaknya hal-hal yang telah diperbuat berdasarkan slogan-slogan seperti itu. Dia mudah diingat dan meresap ke dalam hati. Dia kadang-kadang merupakan pedoman di malam yang gelap atau sebagai lampu yang menerangi jalan-jalan yang akan di tempuh untuk mencapai sesuatu tujuan. Dia merupakan ide singkat yang kadang-kadang merupakan hasil perasaan dari bahasan filsafat yang panjang lebar.
Salah satu tugas kita mempelajari filsafat pendidikan adalah antara lain untuk menyelamatkan formula-formula dan pikiran-pikiran yang mengandung unsur-unsur pendidikan itu, yang terungkap dan tercetus sebagai slogan dan semboyan. Kita akan berusaha memberikan daya hidup dan arti yang berhasil dan berdaya guna dan untuk menonjolkan ide dan pikiran-pikiran itu sebagai pusat pegangan dalam himpunan ide-ide yang membentuk filsafat pendidikan. Apabila ide-ide dan pikiran-pikiran itu di tampilkan dalam bentuk demikian, yang pada hakikatnyatidak mudah untuk dimengerti begitu saja, ide-ide itu menghendaki waktu dan kesabaran agar dapat dipegang dan dipedomani sebagaimana yang dikehendaki oleh si filosof.

1.       PENGERTIAN FILSAFAT PENDIDIKAN

Apabila di tanyakan, apakah filsafat pendidikan itu ? maka untuk menjawab pertanyaan ini, digunakan 2 (dua) pendekatan, yaitu :
1).      Menggunakan pendekatan Tradisional
2).      Menggunakan pendekatan yang bersifat kritis.
Pada pendekatan pertama digunakan untuk memecahkan problem hidup dan kehidupan manusia sepanjang perkembangannya, sedangkan pada pendekatan yang kedua, digunakan untuk memecahkan problematika pendidikan masa kini.
1).     Filsafat Pendidikan Bermakna sebagai Filsafat Tradisional
Filsafat Pendidikan dalam artian ini dan dalam bentuknya yang murni telah berkembang dengan menghasilkan berbagai alternatif jawaban terhadap berbagai macam pertanyaan filosofis yang diajukan dalam problema hidup dan kehidupan manusia dalam bidang pendidikan yang jawabannya telah melekat dalam masing-masing jenis, sistem dan aliran-aliran filsafat tersebut. Demikian dari jawaban tersebut  diseleksi, jawaban mana yang sesuai dan diperlukan. Dengan demikian, filsafat tradisional dalam topik-topik dialog filsafat yang disampaikan terikat oleh metode tradisional sebagaimana adanya sistematika, jenis serta aliran seperti yang kita jumpai dalam sejarah.
Dan berbeda dengan filsafat kritis, pertanyaan-pertanyaan yang di susun dapat dilepaskan dari ikatan waktu (historis) dan usaha mencari jawabannya dapat dilakukan dengan memobilisasikan berbagai aliran yang ada. Sedangkan jawaban yang diperlukan dapat dicari dari masing-masing aliran itu sendiri diambil dari jenis masalah yang bersangkutan dengan aliran yang bersangkutan.

2).     Filsafat Pendidikan dengan menggunakan Pendekatan yang Bersifat Kritis
Dalam pendekatan ini pemikiran logis kritis mendapatkan tempat utama. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dapat di susun dan tidak terikat periodisasi waktu serta dapat menerapkan analisis yang dapat menjangkau waktu kini maupun yang akan datang. Demikian pula alat yang digunakan untuk menemukan jawaban secara filosofis terhadap pertanyaan filosofis, dengan 2 (dua) cara analisis dalam pendekatan filsafat yang bersifat kritis yaitu : (1) Analisa bahasa (Linguistik), dan (2) Analisa Konsep.
Analisa bahasa menurut Harry S. Schofield adalah usaha untuk mengadakan interpretasi yang menyangkut pendapat atau pendapat-pandapat mengenai makna yang dimilkinya. Analisa bahasa sangat diperlukan untuk menghasilkan tinjauan yang mendalam. Karenanya bahasa sebagai alat rasional untuk menghubungkan satu konsep atau peristilahan dalam konteks yang semestinya dengan yang lainnya.
Sedangkan analisa konsep adalah suatu analisa mengenai istilah-istilah (kata-kata) yang mewakili gagasan atau konsep. Jika dalam suatu analisa berusaha untuk menemukan jawaban sesuatu, maka apa yang dilakukannya ini adalah analisa filosofis. Dan dalam analisa konsep, jawabannya berbentuk definisi-definisi, dan definisi yang tergantung pula pada tokoh-tokohnya atau lembaga yang mengeluarkan atau menciptakannya.
Dengan menggunakan pengertian bahwa filsafat itu sebagai suatu usaha untuk menemukan konsep yang dapat diterima oleh akal mengenai alam raya dan tempat menusia di alam semesta ini secara berpikir reflektif, maka berarti memudahkan untuk memahami pengertian filsafat lapangan pengalaman seperti filsafat pendidikan. Dalam hal ini para pakar pendidikan mengemukakan pendapat mereka, antara lain :
1).     Dr. Yahya Qahar menjelaskan pengertian pendidikan adalah filsafat yang bergerak di lapangan pendidikan yang mempelajari proses kehidupan dan alternatif proses pendidikan dalam pembentukan watak. Ia menyoroti dan memberikan pandangan tentang :
a).      Nilai-nilai yang seharusnya menjadi dasar pendidikan dan pendangan hidup
b).      Pandangan tentang manusia yang dididik
c).      Tujuan Pendidikan
d).      Sistem dan praktek pendidikan (teori pendidikan)
e).      Bahan Pendidikan
Selanjutnya menurut Yahya Qahar bahwa filsafat pendidikan masih dapat dibedakan antara filsafat pendidikan yang bersifat umum dan filsafat pendidikan nasional. Adanya pemikiran yang kedua ini karena adanya penekanan pada ruang lingkup nasional dan adanya pengertian tujuan pendidikan nasional seperti tujuan pendidikan nasional pancasila. Dan tujuan pendidikan nasional ini pun sebenarnya bertitik tolak dari prinsip pemikiran filsafat pendidikan secara umum, namun penekanannya saja pada ruang lingkup nasional. Atau dengan kata lain bahwa lingkup nasional dalam pendidikan tidak bisa dipisahkan dengan politik pendidikan di dalam suatu Negara. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Prof. Dr. Hasan Langgulung dalam bahasanya : “ Filsafat pendidikan adalah sejumlah prinsip, kepercayaan, konsep, asumsi, dan premis yang ada hubungan erat dengan praktek pendidikan yang ditentukan dalam bentuk yang saling melengkapi, bertalian dan selaras yang berfungsi sebagai teladan dan pembimbing bagi usaha pendidikan dan proses pendidikan dengan seluruh aspek-aspeknya dan bagi politik dalam suatu Negara”.
Dan sebagaimana diketahui bahwa karena sedemikian banyaknya bangsa-bangsa di dunia ini maka berati sebanyak itu pula filsafat pendidikan nasional yang masing-masingnya tidak mempunyai kesamaan dalam hal nilai-nilai dasar, pandangan hidup, sistem dan praktek pendidikan, serta bahan pendidikan yang bersumber pada kebudayaan yang mereka miliki. Perbedaan dalam konsepsi dasar filsafat pendidikan yang pernah ada hanya kadang-kadang bersifat polaristik paradoksal kontradiktis dan sangat menentukan dalam pola pendidikan, misalnya dalam konsep-konsep : pendidikan sosial, Pendidikan moral, pendidikan politik, pendidikan agama dan sebagainya. Dalam Negara yang masyarakatnya bersifat demokratis, pluralistis, konsep-konsep pendidikan sebagaimana disebutkan tadi antara konsep yang satu berbeda pengertiannya dengan konsep yang lain. Sedangkan bagi Negara-negara yang bersifat totaliter, semua konsep pendidikan tersebut dimasukkan dalam konsep pendidikan politik, atau yang lebih dikenal dengan istilah indoktrinasi politik.    
2).     Menurut Prof. Dr. Hasan Langgulung dalam bahasanya mengenai filsafat pendidikan diberi definisi sebagai berikut :
a).      Filsafat pendidikan adalah penerapan metoda dan pandangan filsafat dalam bidang pengalaman manusia yang di sebut pendidikan. Filsafat pendidikan adalah mencari konsep-konsep yang dapat menyelaraskan gejala yang berbeda-beda dalam pendidikan dan suatu rencana menyeluruh, menjelaskan istilah-istilah pendidikan, mengajukan prinsip-prinsip atau asumsi-asumsi dasar tempat tegaknya pernyataan-pernyataan khusus mengenai pendidikan dan menyingkapkan klasifikasi-klasifikasi yang menghubungkan antara pendidikan dan bidang-bidang kepribadian manusia.
b).      Filsafat pendidikan adalah aktivitas pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai medianya untuk menyusun proses pendidikan, menyelaraskan, mengharmoniskan dan menerapkan nilai-nilai dan tujuan-tujuan yang ingin dicapainya. Jadi disini filsafat, filsafat pendidikan dan pengalaman kemanusiaan adalah tiga elemen bagi suatu kesatuan yang utuh.
c).      Filsafat pendidikan adalah aktivitas yang dikerjakan oleh pendidik dan filosof-filosof untuk menjelaskan proses pendidikan, menyelaraskan, mengkritik dan merubahnya berdasar pada masalah-masalah kontradiksi-kontradiksi budaya.
d).      Filsafat pendidikan adalah teori atau ideologi pendidikan yang muncul dari sikap filsafat seorang pendidik, dari pengalaman-pengalamannya dalam pendidikan dan kehidupan dari kajiannya tentang berbagai ilmu yang berhubungan dengan pendidikan, dan berdasar itu pendidik dapat mengetahui sekolah berkembang.
Kenapa kanak-kanak belajar ?  Apa hubungannya antara sekolah dengan lembaga-lembaga soaial yang lain ? Apa Watak proses pendidikan itu ? Dan apa pula watak tujuan-tujuan pendidikan ? Dan lain sebagainya.
Berdasarkan uraian dari para ahli tentang. Filsafat pendidikan yang sesuai dengan kenyataan (semangat dan mempunyai kepentingan terapan dan bimbingan dalam bidang pendidikan) maka filsafat pendidikan merupakan terapan ilmu filsafat terhadap problema pendidikan atau fisafat yang diterapkan dalam suatu usaha pemikiran (analisa filosofis) mengenai masalah pendidikan.
Dan sebagai ilmu yang merupakan jawaban terhadap problema-problema dalam lapangan pendidikan, maka filsafat pendidikan dalam kegiatannya secara normative tertumpu dan berfungsi untuk :
1).      Merumuskan dasar-dasar dan tujuan pendidikan, konsep hakikat pendidikan dan hakikat manusia, dan isi normal pendidikan.
2).      Merumuskan teori, bentuk dan sistem pendidikan yang meliputi : kepemimpinan, politik pendidikan, pola-pola akulturasi dan peranan pendidikan dalam pembangunan bangsa dan Negara.
3).      Merumuskan hubungan antara agama, filsafat, filsafat pendidikan, teori pendidikan dan kebudayaan.
                     Jadi jelaslah bahwa rumusan tadi telah merangkum bidang-bidang ilmu yaitu filsafat pendidikan dan ilmu pendidikan (educational science) dan hubungan antara keduanya yang saling melengkapi antara satu terhadap yang lainnya.

D.        HUBUNGAN ANTARA FILSAFAT, MANUSIA, DAN PENDIDIKAN

            Dalam ilmu pengetahuan, filsafat mempunyai kedudukan sentral, asal, atau pokok. Karena filsafatlah yang mula-mula merupakan satu-satunya usaha manusia dibidang kerohanian untuk mencapai kebenaran atau pengetahuan. Lambat laun sesuai dengan sifatnya, manusia tidak pernah merasa puas dengan meninjau sesuatu hal dari sudut yang umum, Melainkan juga ingin memperhatikan hal-hal yang khusus. Maka kemudian timbullah penyelidikan mengenai hal-hal yang khusus yang sebelumnya masuk dalam lingkungan filsafat. Jika penyelidikan ini telah mencapai tingkat yang tinggi, maka cabang penyelidikan itu melepaskan diri dari filsafat sebagai cabang ilmu pengetahuan yang baru dsan berdiri sendiri. Adapun yang  pertama kali melepaskan diri dari filsafat ialah ilmu pasti, kemudian disusul oleh ilmu-ilmu Pengetahuan lainnya. Akan tetapi meskipun lambat laun banyak ilmu pengetahuan yang melepaskan diri tidaklah berarti ilmu pengetahuan itu sama sekali tidak membutuhkan bantuan dari filsafat. Misalnya makna dari pengetahuan tentang atom, baru mulai Nampak bila dihubungkan dengan peradaban. Seorang ahli atom berusaha menemukan fakta kemudian menciptakan teknik-teknik yang diperlukan. Semuanya itu dilakukan dari pengetahuan tentang atom yang semakin meluas dan mendalam. Namun para ahli atom kadang-kadang atau tidak memperhatikan apa yang dilakukan manusia. Karena atom hanya untuk kepentingan perang yang dapat membawa malapetaka kepada manusia. Hal ini menjadi tugas dari filsafat karena menyangkut masalah nilai, yang berarti filsafat akan memberikan alternatif mana yang paling baik untuk dijadikan pegangan manusia.
            Kemudian pembahasan tentang kedudukan atau hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan atau berpikir filosofis dan berpikir ilmiah akan dilengkapi uraian ini dengan Piaget tentang epistemologi genetis, yaitu fase-fase berpikir dan pikiran manusia dengan mengambil contoh perkembangan akan mulai dari tahun pertama usia anak hingga dewasa sebagaimana diuraikan oleh Halford sebagai berikut :
            Jasa utama dari Piaget adalah uraiannya mengenai perkembangan anak dalam hal tingkah laku yang terdiri atas 4 fase, yaitu :
1)         Fase sensorimotor, berlangsung antara umur 0 tahun sampai usia di mana cara berpikir anak masih sangat ditentukan oleh kemampuan pengalaman sensorinya, sehingga sangat sedikit terjadi peristiwa berpikir yang sebenarnya, di mana tanggapan tidak berperan sama sekali dalam proses berpikir dan pikiran anak.
2)         Fase Pra-opersional, pada usia kira-kira antara 5 – 8 tahun, yang ditandai adanya kegiatan berpikir dengan mulai menggunakan tanggapan (disebut logika fungsional). Ia tidak menyebut dengan berpikir bedasar hubungan sebab akibat, seperti pendapat para ahli psikologi perkembangan.
3)         Fase operasional yang Konkrit, yaitu kegiatan berpikir untuk memecahkan persoalan secara konkrit dan terhadap benda-benda yang konkrit pula.
4)         Fase Operasi Formal, pada anak dimulai usia 11 Tahun. Anak telah mulai berpikir abstrak, dengan menggunakan konsep-konsep yang umum dengan menggunakan hipotesa serta memprosesnya secara sistematis dalam rangka menyelesaikan problema walaupun si anak belum mampu membayangkan kemungkinan-kemungkinan begaimana realisasinya.
Dari uraian dan contoh tadi dapat disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan itu menerima dasarnya dari filsafat, dengan rincian antara lain :
a.      Setiap ilmu pengetahuan itu mempunyai objek dan problem.
b.      Filsafat juga memberikan dasar-dasar yang umum bagi semua ilmu pengetahuan dan dengan dasar yang umum itu dirumuskan keadaan dari ilmu pengetahuan itu.
c.      Di samping itu filsafat juga memberikan dasar-dasar yang khusus yang digunakan dalam tiap-tiap ilmu pengetahuan.
d.      Dasar yang diberikan oleh filsafat yaitu mengenai sifat-sifat ilmu dari semua ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan memperoleh sifat ilmu itu kalau menepati syarat-syarat yang telah ditentukan oleh filsafat. Artinya tidak mungkin tiap ilmu itu meninggalkan dirinya sebagai ilmu pengetahuan dengan meninggalkan syarat yang telah ditentukan oleh filsafat.
e.      Filsafat juga memberikan metoda atau cara kepada tiap ilmu pengetahuan.


E.         KEDUDUKAN FILSAFAT DALAM KEHIDUPAN MANUSIA

            Untuk memberikan gambaran bagaimana kedudukan filsafat dalam kehidupan manusia maka terlebih dahulu diungkapkan kembali pengrtian filsafat. Dalam bahasan sebelumnya, filsafat mengandung pengertian adalah suatu ikhtiar untuk berpikir secara radikal, dalam arti mulai dari akarnya suatu gejala (hal hendak dipermasalahkan) sampai mencapai kebenaran yang dilakukan dengan kesungguhan dan kejujuran melalui tahapan-tahapan pikiran. Oleh karena itu seorang yang berfilsafat adalah orang yang berpikir secara sadar dan bertaggung jawab dengan pertanggung jawaban pertama adalah terhadap dirinya sendiri.
            Kebenaran dalam pengetahuan yang diterima filsafat adalah apabila isi pengetahuan yang diusahakan sesuai dengan objek yang diketahui yang didasari oleh kebebasan berpikir (diatur oleh logika) untuk menyelidiki atau tata pikir yang bermetoda, bersistem, dan berlaku universal, sehingga dengan demikian filsafat adalah merupakan ilmu yang berusaha mencari ketetapan dan sebab-sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu (seluruh dunia dan alam ini), sebagai pendangan hidup. Apabila pandangan ini mengenai manusia adalah meliputi segala soal hidup manusia: Pikiran, budi, tingkah laku dan nilai-nilainya, dan tujuan hidup manusia baik di dunia maupun sesudah di dunia ini tiada yang kemudian dikenal dengan sebutan pedoman hidup.
            Filsafat sebagai suatu ikhtiar berpikir maka bukan berarti untuk merumuskan suatu doktrin yang final, konklusif, dan tidak bisa diganggu gugat. Dia bukan sekedar idealis seperti apa yang kita alami sebagai realita. Disamping itu ada pula anggapan bahwa filsafat adalah hanya suatu kegiatan perenungan yang bertujuan mencapai pengetahuan tentang hakikat dari segala yang nyata, tetapi filsafat sebenarnya untuk sampai kepada pengertian yang lebih jauh dari pada sekedar persepsi, yaitu berupa kegiatan mental dalam wujud konseptualisasi.
            Demikian pula filsafat dalam coraknya yang religius bukanlah berarti disamakan dengan agama atau pengganti kedudukan agama, walaupun filsafat dapat menjawab segala pertanyaan atau soal-soal yang diajukan. Kedudukan agama sebagai pengetahuan adalah lebih tinggi dari pada filsafat karena didalam agama masih ada pengetahuan yang tak tercapai oleh budi biasa dan hanya dapat diketahui karena diwahyukan. Filsafat tidak mengingkari atau mengurangi wahyu, tapi tidak mendasarkan penyelidikannya atas wahyu (Firman Allah). Kebenaran sesuatu di dalam kehidupan menurut agama tergantung pada diwahyukan atau tidak, kebenaran berbeda dengan agama. Filsafat melalui penyelidikan sendiri, tetapi kebenaran agama berdasarkan wahyu.
            Kemudian untuk memberikan gambaran bagaimana pengetahuan memberikan kesadaran kepada manusia tentang kenyataan yang diberikan oleh filsafat dapat diikuti contoh berikut ini :
            Ada seorang guru / pemikir yang mempunyai kesadaran diri untuk mendapatkan dan meningkatkan pemahaman yang ada didalam kehidupan nyata, misalnya bagaimana pengetahuan tersebut diperolehnya, dan bagaimana bentuk dari apa yang telah dikuasai itu, maka filsafatlah yang membantu mereka untuk menjawabnya. Karena memang didalam abad ini persoalan pengetahuan merupakan pusat permasalahan di dalam agenda seorang ahli filsafat. Sejarah ilmu filsafat selalu menaruh perhatian kepada permasalahan pertama filsafat realita, pengetahuan dan nilai (akan dibicarakan dalam problema pokok filsafat dan filsafat pendidikan). Guru dan pemikir tadi menyatakan pendapatnya dengan dukungan yang persuasif ialah apa yang diketahui ialah apa saja yang kita buktikan. Apakah kita pernah membantah bahwa hari cerah dan tidak ada mendung bila kita dan orang lain melihat sinar matahari ? Apakah sinar matahari telah tertangkap oleh mata kita ? Dan apakah kita masih akan membantah bahwa api itu panas setelah kita masukan jari ketempat api, dan segera menariknya kembali karena panas api melukai jari. Jika kita pikirkan semua itu, maka kita akan memperoleh seperangkat pengetahuan dari pengalaman empiris (sensoris). Pengetahuan yang berguna tidak senantiasa langsung diperoleh, tetapi dapat juga secara tidak langsung yang merupakan eksistensi pengertian yang diambil secara empiris. Dengan membatasi pengetahuan pada pengalaman empiris saja berarti mengabaikan sekian banyak yang kita rasa telah diketahui. Kita telah merasa apa yang telah kita sukai atau terbaik untuk diri kita dalam suatu atau lain keadaan meskipun kita tidak dapat membuktikannya. Kita hanya merasa memiliki perasaan yang kuat semacam intuisi, meskipun kita tidak dapat membuktikannya. Dan kita menjadikan perasaan tersebut sebagai suatu dasar untuk sikap atau keputusan.
            Dari uraian tadi dapat disimpulkan bahwa kedudukan filsafat dalam kehidupan manusia adalah :
1)         Memberikan pengertian dan kesadaran kepada manusia akan arti pengetahuan tentang kenyataan yang diberikan oleh filsafat.
2)         Berdasarkan dasar-dasar hasil kenyataan itu, maka filsafat memberikan pedoman hidup kepada manusia. Pedoman itu mengenai sesuatu yang terdapat disekitar manusia sendiri seperti kedudukan dalam hubungannya dengan yang lainnya. Kita juga mengetahui bahwa alat-alat kewajiban manusia meliputi akal, rasa dan kehendak. Dengan akal, filsafat memberikan pedoman hidup untuk berpikir guna memperoleh pengetahuan. Dengan rasa dan kehendak maka filsafat memberikan pedoman tentang kesusilaan mengenai baik dan buruk.
Uraian mengenai filsafat sebagaimana yang telah dibahas sebelumya kiranya akan banyak memberikan gambaran dan kemudahan dalam memahami lapangan pendidikan dan filsafat pendidikan kemudian. Dan munculnya filsafat pendidikan sebagai suatu ilmu baru setelah tahun 1900-an adalah sebagai akibat adanya hubungan timbale-balik antara filsafat dan pendidikan, untuk memecahkan dan menjawab persoalan-persoalan pendidikan secara filosofis.
Dan uraian mengenai filsafat sebelumnya akan terasa lebih penting lagi karena hubungan antara filsafat dan pendidikan tidak hanya sekedar biasa melainkan hubungan yang bersifat keharusan.3)






BAB III
PENUTUP


KESIMPULAN
Dalam ilmu pengetahuan, filsafat mempunyai kedudukan sentral, asal, atau pokok. Karena filsafatlah yang mula-mula merupakan satu-satunya usaha manusia dibidang kerohanian untuk mencapai kebenaran atau pengetahuan. Lambat laun sesuai dengan sifatnya, manusia tidak pernah merasa puas dengan meninjau sesuatu hal dari sudut yang umum, Melainkan juga ingin memperhatikan hal-hal yang khusus. Maka kemudian timbullah penyelidikan mengenai hal-hal yang khusus yang sebelumnya masuk dalam lingkungan filsafat. Jika penyelidikan ini telah mencapai tingkat yang tinggi, maka cabang penyelidikan itu melepaskan diri dari filsafat sebagai cabang ilmu pengetahuan yang baru dsan berdiri sendiri. Adapun yang  pertama kali melepaskan diri dari filsafat ialah ilmu pasti, kemudian disusul oleh ilmu-ilmu Pengetahuan lainnya. Akan tetapi meskipun lambat laun banyak ilmu pengetahuan yang melepaskan diri tidaklah berarti ilmu pengetahuan itu sama sekali tidak membutuhkan bantuan dari filsafat.                      
Untuk memberikan gambaran bagaimana kedudukan filsafat dalam kehidupan manusia maka terlebih dahulu diungkapkan kembali pengrtian filsafat. Dalam bahasan sebelumnya, filsafat mengandung pengertian adalah suatu ikhtiar untuk berpikir secara radikal, dalam arti mulai dari akarnya suatu gejala (hal hendak dipermasalahkan) sampai mencapai kebenaran yang dilakukan dengan kesungguhan dan kejujuran melalui tahapan-tahapan pikiran. Oleh karena itu seorang yang berfilsafat adalah orang yang berpikir secara sadar dan bertaggung jawab dengan pertanggung jawaban pertama adalah terhadap dirinya sendiri.