Robbins (1989 :175) mengemukkan, Mc
Clelland et al. mengambil teori asalnya dengan konsep motivasi prestasi
yang dikemukakan oleh Murray pada tahun 1938. Teori ini menyatakan bahwa
individu yang tinggi motivasi berprestasi akan menunjukkan keutamaan yang
tinggi kepada situasi yang sederhana, yaitu kemungkinan derajat mencapai
keberhasilan dan kegagalan adalah sama.
Sebaliknya orang-orang yang rendah
motivasi kerjanya suka kepada situasi yang sangat sukar atau sangat mudah
mencapai keberhasilan. McClelland memberi ciri-ciri yang ada pada individu yang
mempunyai motivasi kerja/pencapaian yang tinggi; a) suka membuat kerja yang
berkaitan dengan prestasi, b) suka mengambil risiko yang sederhana, c) lebih
suka membuat kerja yang mana individu itu bertanggungjawab bagi keberhasilan
kerja itu, d) suka mendapat kemudahan tentang kerja itu, e) lebih mementingkan
masa depan daripada masa sekarang dan masa yang telah lalu, dan f) tabah
apabila menemui kegagalan.
Sifat-sifat tesebut dikatakan sebagai
puncak yang membedakan seseorang. Seseorang individu itu lebih berhasil dari
pada individu yang lain karena mereka mempunyai keinginan pencapaian yang lebih
tinggi. Keinginan ini memberi mereka motivasi untuk bekerja dengan lebih tekun.
Selanjutnya, McClellan menyatakan bahwa motivasi berprestasi bukan suatu yang
boleh diwarisi. Disebabkan pengaruh situasi disekitarnya, maka motivasi
berprestasi boleh dibentuk mengikut cara tertentu.Individu dengan kebutuhan
tinggi untuk berprestasi lebih menyukai situasi pekerjaan dengan tanggung jawab
pribadi, umpan balik, dan suatu resiko dengan derajat menengah.
Bila karakteristik-karakteristik ini
berlaku, peraih prestasi tinggi akan termotivasi. Bukti dengan konsisten
memperagakan, misalnya bahwa peraih prestasi tinggi sukses dalam kegiatan
wiraswasta seperti menjalankan bisnis mereka sendiri dan mengelola unit mandiri
di dalam sebuah organisasi yang besar.
McClelland (1976:230), mengemukakan motivasi
berprestasi dalam dunia pendidikan merupakan kombinasi dari tiga faktor yaitu
faktor keberhasilan pendidikan,
keberhasilan dalam melaksanakan tugas dan pengalaman sukses atau gagal dalam
pelaksanaan tugas. Dalam motivasi keberhasilan ada enam kondisi eksperimen
yaitu kondisi santai, netral, orientasi pada keberhasilan, sukses, gagal Peraih
prestasi lebih menyukai pekerjaan yang menawarkan umpan balik resiko sedang
tanggung jawab dan sukses gagal.
a.
Pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja
Menurut
Handoko (1992), ada banyak faktor yang mempengaruhi prestasi kerja karyawan.
Karyawan bekerja dengan produktif atau tidak tergantung kepada motivasi,
kepuasan kerja, tingkat stres, kondisi fisik pekerjaan, sistem kompensasi,
desain pekerjaan dan aspek-aspek ekonomis, teknik serta keprilakuan lainnya.
Performance kerja ini adalah fungsi dari
motivasi untuk berproduksi dengan level tertentu. Motivasi ditentukan needs yang mendasari tujuan yang
bersangkutan dan merupakan alat (instrumental)
dari tingkah laku produksi terhadap tujuan yang dinginkan (As’ad, 1995).
Menurut
teori Atribusi atau Expectancy Theory yang
pertama kali dikemukakan oleh Heider (1958) yang dikutip dari Anderson dan
Butzin (1974) kinerja (performance = P)
adalah hasil interaksi antara motivasi (M) dengan kemampuan dasar (ability = A) atau P=M x A dengan
demikian orang yang tinggi motivasinya tetapi memiliki ability yang rendah akan menghasilkan performance yang rendah. Begitu pula halnya dengan orang yang
sebenarnya mempunyai ability tinggi
rendah motivasinya (As’ad,1995).
Menurut
Vromm (1964) tentang motivasi dan ability yang dikutip As’ad (1995) dikatakan
bahwa performance kerja seseorang (P)
merupakan fungsi dari interaksi perkalian antara motivasi dan ability (kecakapan
= k). Sehingga rumusnya adalah P (M x K). Alasan dari hubungan pekalian ini
adalah seseorang yang rendah pada salah satu komponennya maka prestasi kerjanya
pasti akan rendah pula. Dengan kata lain apabila performance kerja (prestasi kerja) seseorang rendah, maka ini dapat
merupakan hasil dari motivasi rendah, atau kemampuannya tidak baik, atau hasil
kedua komponen (motivasi dan kemampuan) yang rendah.
Vroom
menggunakan persamaan matematis untuk mengintegrasikan konsep-konsep kekuatan
atau kemampuan motivasi menjadi model yang dapat dipredikasi. Hanya ada tiga
konsep kunci di dalam model Vroom yaitu harapan (expectancy), alat (instrumentally)
dan penilaian (valensi) atau M = V x
I x E (Kretner dan Kinicki, 2005).