Kamis, 13 Oktober 2011

PENDEKATAN SUPERVISI PENDIDIKAN DALAM PENDEKATAN NON DIRECTIF


            Dahulu istilah yang banyak digunakan untuk kegiatan Supervisi adalah inspeksi, pemeriksaan, pengawasan atau penilikan. Dalam konteks sekolah sebagai sebuah organisasi pendidikan, supervisi merupakan bagian dari proses adiministrasi dan manajemen.Kegiatan supervisi melengkapi fungsi-fugsi adiministrasi yang ada di sekolah sebagai fungsiterakhir, yaitu penilaian terhadap semua kegiatan dalam mencapai tujuan. Supervisi mempunyai peran mengoptimalkan tanggung jawab dari semua program. Supervisi bersangkut paut dengan semua upaya penelitian yang tertuju pada semua aspek yang merupakan faktor penentu keberhasilan. Dengan mengetahui kondisi aspek – aspek tersebut secara rinci dan akurat, dapat diketahui dengan tepat pula apa yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas organisasi yang bersangkutan.
            Dari keempat istilah yang dahulu digunakan untuk kegiatan penelitian ini yang cenderung diartikan paling keras adalah inspeksi. Istilah ini mempunyai konotasi mencari – cari kesalahan orang – orang dalam melaksanakan kegiatan. Sedikit lebih lunak dari inspeksi adalah pemeriksaan, karena seolah – olah hanya melihat apa yang terjadi dalam kegiatan, belum tampak adanya upaya menilai.
            Berikutnya yang lebih dekat dengan pengertian istilah supervise adalah penilikan dan pengawasan. Kedua istilah ini menunjuk pada kegiatan bukan saja melihat apa yang terjadi dalam kegiatan keduanya seperti pemeriksaan, tetapi sudah mengadakan penilaian, yaitu mengidentifikasikan hal – hal yang sudah baik sesuai yang di harapkan dan hal – hal yang belum karena belum sesuai dengan harapan.
            Dilihat dari kelahirannya, supervisi berasal dari dua kata bahasa Inggris, yaitu super dan vision. Super yang bararti di atas dan vision yang berarti melihat, masih serumpun dengan inspeksi, pemeriksaan dan pengawasan, dan penilikan, dalam arti kegiatan yang dilakukan oleh atasan --- orang yang berposisi diatas, yaitu pimpinan --- terhadap hal – hal yang ada di bawahnya, yaitu yang menjadi bawahannya. Supervisi merupakan istilah yang dalam rumpun pengawasan tetapi sifatnya lebih human, manusiawi. Di dalam kegiatan supervise, pelaksanaan bukan mencari – cari kesalahan tetapi lebih banyak mengandung unsur pembinaan, agar kondisi pekerjaan yang sedang disupervisi dapat diketahui kekurangannya ( bukan semata – mata kesalahannya ) untuk dapa tdiberi tahu bagian yang perlu diperbaiki.      
            Dari penjelasan pengertian beberapa istilah tersebut dapat diringkaskan sebagai berikut :
*     Inspeksi                                :    Melihat untuk mencari - cari kesalahan.
*     Pemeriksaan                         :    Melihat apa yang terjadi dalam kegiatan.
*     Pengawasan dan Penilikan :    Melihat apa yang positif dan apa yang negatif.
*     Supervisi                              :    Melihat bagian mana dari kegiatan di sekolah yang masih negatif untuk diupayakan menjadi positif, dan melihat mana yang sudah positif untuk dapat ditingkatkan menjadi lebih positif lagi, yang penting adalah pembinaan.                   

            Di dalam Undang – Undang Nomor 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 Tentang Pendidikan Menengah ditegaskan bahwa pada jenjang pendidikan menengah, selain pengawasan, kepala sekolah juga mendapat tugas sebagai supervisior yang di harapkan dapat setiap kali berkunjung ke kelas dan mengamati kegiatan guru yang sedang mengajar. Namun sejauh ini koordinasi antara pengawas dan kepala sekolah dalam melakukan pembinaan terhadap guru belum terjadi secara efektif. Dari pengamatan lapangan dapat disimpulkan bahwa data yang dikumpulkan oleh pengawas tentang guru tertentu, belum dipadukan atau disinkronkan dengan data yang di kumpulkan oleh kepala sekolah. Penggiliran atau pengaturan tentang guru yang diobservasi pun belum secara baik dikoordinasikan, dan mungkin sekali bahwa diantara keduanya tidak saling tahu apa yang sudah mereka lakukan.  
            Meskipun dalam rancangan secara teoritik sudah ada pihak yang diharapkan dapat melakukan supervisi terhadap guru, yaitu kepala sekolah dan pengawas, namun belum dapat terlaksana dengan efektif. Dalam kenyataan beberapa tahun terakhir ini, baik pengawas maupun kepala sekolah, belum dapat menjalankan kegiatan supervisi dengan baik, bahkan semakin berkurang keefektifannya. Adapun alasan yang utama bertumpu pada dua hal, yaitu : (1) beban kerja pengawas dankepalasekolah terlalu berat, dan (2) latar belakang pendidikan mereka kurang sesuai dengan bidang studi yang disupervisi. Mengingat banyaknya bidang studi yang diajarkan oleh guru – guru di sekolah, terasa dan tampak akan sulit untuk mempretemukan antara keduanya. Oleh karena itu perlu di cari alternatif cara yang lebih tepat bagi kondisi lapangan, baik langsung maupun tidak, yang mengarah pada pencapaian tujuan pembelajaran secara optimal. Selain pelaksanaan yang belum sesuai dengan yang direncanakan, sebetulnya pengamatan kelas itu sendiri bukan merupakan satu – satunya metode pengumpulan data. Pandangan bahwa Supervisi adalah observasi kelas setapak demi setapak perlu di kikis dan di geser dengan pendangan lain sesuai dengan tuntutan kemajuan jaman serta relevan dengan kebutuhan.
Melalui supervisi pendidikan, seorang kepala sekolah dapat memberikan bimbingan,motivasidan arahan agar guru dapat meningkatkan profesionalismenya.
Untuk lebih jelasnya, marilah kita ikuti pembahasan selanjutnya
A.        Tujuan Supervisi Pendidikan
Secara umum tujuan supervisi pendidikan adalah:
1.       meningkatkan efektivitas dan efisiensi belajar-mengajar,
2.       mengendalikan penyelenggaraan bidang teknis edukatif di sekolah sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan kebijakan yang telah ditetapkan,
3.       menjamin   agar   kegiatan   sekolalah   berlangsung   sesuai  dengan   ketentuan yang  berlaku   sehingga   segala   sesuatunya   berjalan   lancar   dan   diperoleh    hasil yang optimal,
4.       menilai keberhasilan sekolah dalam pelaksanaan tugasnya.
5.       memberikan  bimbingan  langsung  untuk  memperbaiki  kesalahan, kekurangan    dan   kekhilafan    serta    membantu    memecahkan   masalah    yang   dihadapi      sekolah  sehingga dapat dicegah kesalahan dan penyimpangan yang lebih jauh.[1] 
Seorang supervisor itu hendaknya memberikan pelayanan dengan baik dapat mengatasi masalah-masalah dilapangan, memimpin kelompok kerja, melayani masyarakat, memberikan bimbingan dan arahan kepada guru.[2]
            Menurut Franklin Bobbitt yang dikutip oleh Thomas. J. Sergiovanni dalam bukunya Supervision of Teaching bahwa :  “Supervisors as addressing two initial tasks : guiding teachers in the selection of methods and preparing and renewing teachers.”[3] Maksudnya adalah para supervisor itu mempunyai dua tugas utama, yaitu memandu para guru dalam memilih metode dan menyiapkan serta memperbaharuinya. Tugas para supervisor itu sendiri adalah untuk menemukan prosedur yang lebih baik dalam menyelenggarakan tugas mengajar dan untuk membantu para guru memperoleh metode yang tepat dengan tujuan untuk memastikan prestasi belajar siswa untuk mencapai hasil  yang maksimal. 
Tujuan supervisi adalah memberikan layanan dan bantuan untuk meningkatkan kualitas mengajar guru di kelas yang pada gilirannya untuk meningkatkan kualitas belajar siswa. Bukan saja memperbaiki kemampuan mengajar tetapi juga mengembangkan potensi kualitas guru.[4]
Permasalahan yang dihadapi dalam melaksanakan supervisi di lingkungan sekolah adalah bagaimana cara mengubah pola pikir yang bersifat otokrat dan korektif menjadi sikap yang konstruktif dan kreatif, yaitu sikap yang menciptakan situasi dan relasi di mana guru-guru merasa aman dan diterima sebagai subjek yang dapat berkembang sendiri. Untuk itu, supervisi harus dilaksanakan berdasarkan data, fakta yang objektif.[5]  
Supandi (1996:252), menyatakan bahwa ada dua hal yang mendasari pentingnya supervisi dalam proses pendidikan.
  1. Perkembangan kurikulum merupakan gejala kemajuan pendidikan. Perkembangan tersebut sering menimbulkan perubahan struktur maupun fungsi kurikulum. Pelaksanaan kurikulum tersebut memerlukan penyesuaian yang terus-menerus dengan keadaan nyata di lapangan. Hal ini berarti bahwa guru-guru senantiasa harus berusaha mengembangkan kreativitasnya agar daya upaya pendidikan berdasarkan kurikulum dapat terlaksana secara baik. Namun demikian, upaya tersebut tidak selamanya berjalan mulus. Banyak hal sering menghambat, yaitu tidak lengkapnya informasi yang diterima, keadaan sekolah yang tidak sesuai dengan tuntutan kurikulum, masyarakat yang tidak mau membantu, keterampilan menerapkan metode yang masih harus ditingkatkan dan bahkan proses memecahkan masalah belum terkuasai. Dengan demikian, guru dan Kepala Sekolah yang melaksanakan kebijakan pendidikan di tingkat paling mendasar memerlukan bantuan-bantuan khusus dalam memenuhi tuntutan pengembangan pendidikan, khususnya pengembangan kurikulum.
 2. Pengembangan personal, pegawai atau karyawan senantiasa merupakan upaya yang terus-menerus dalam suatu organisasi. Pengembangan personal dapat dilaksanakan secara formal dan informal. Pengembangan formal menjadi tanggung jawab lembaga yang bersangkutan melalui penataran, tugas belajar, loka karya dan sejenisnya. Sedangkan pengembangan informal merupakan tanggung jawab pegawai sendiri dan dilaksanakan secara mandiri atau bersama dengan rekan kerjanya, melalui berbagai kegiatan seperti kegiatan ilmiah, percobaan suatu metode mengajar, dan lain sebagainya.[6]
Kegiatan supervisi pengajaran merupakan kegiatan yang wajib dilaksanakan dalam penyelenggaraan pendidikan. Pelaksanaan kegiatan supervisi dilaksanakan oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah dalam memberikan pembinaan kepada guru. Hal tersebut karena proses belajar-mengajar yang dilaksakan guru merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh karena kegiatan supervisi dipandang perlu untuk memperbaiki kinerja guru dalam proses pembelajaran.
Dalam makalah ini masalah yang dibahas adalah : Pendekatan Supervisi yang dilaksanakan oleh Kepala Sekolah sebagai Supervisor kepada guru-guru.
Secara rutin dan terjadwal Kepala Sekolah melaksanakan kegiatan supervisi kepada guru-guru dengan harapan agar guru mampu memperbaiki proses pembelajaran yang dilaksanakan. Dalam prosesnya, kepala sekolah memantau secara langsung ketika guru sedang mengajar. Guru mendesain kegiatan pembelajaran dalam bentuk Rencana Pembelajaran kemudian kepala sekolah mengamati proses pembelajaran yang dilakukan guru.
Saat kegiatan supervisi berlangsung, kepala sekolah menggunakan lembar observasi yang sudah dibakukan, yakni Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG). APKG terdiri atas APKG 1 (untuk menilai Rencana Pembelajaran yang dibuat guru) dan APKG 2 (untuk menilai pelaksanaan proses pembelajaran) yang dilakukan guru.
B.        Pendekatan Supervisi Pendidikan
            Pendekatan yang di gunakan dalam menerapkam supervisi modern didasarkan pada prinsip – prinsip psikologis. Suatu pendekatan atau teknik pemberian supervisi, sangat bergantung kepada protipe guru. Ada satu paradigma yang dikemukakan Glickman untuk memilah – milah guru dalam empat protipe guru. Ia mengemukakan setiap guru memiliki dua kemampuan dasar, yaitu berpikir abstrak dan komitmen serta kepedulian. Dengan demikian kita menemukan :
I.          Pada sisi I daya A+ K+. Guru semacam ini disebut guru yang profesional.
II.        Pada sisi II daya abstrak tinggi A+, tetapi komitmen (K-), disebut guru yang tukang kritik.
III.             Pada sisi III daya abstrak rendah (A-), tetapi komitmen tinggi (K+) disebut guru yang terlalu sibuk.
IV.             Pada sisi IV daya abstrak rendah (A-) dan juga komitmen rendah (K-) disebut guru yang tidak bermutu.
            Pendekatan dan perilaku serta teknik yang diterapkan dalam memberi supervise kepada guru – guru berdasarkan protipe guru seperti yang disebut di atas. Bila guru professional maka pendekatan yang digunakan adalah non – direktif.
            Perilaku supervisor (1) mendengarkan, (2) memberanikan, (3) menjelaskan, (4) menyajikan, (5) memecahkan masalah. Teknik yang diterapkan dialog dan mendengarkan aktif.
            Bila gurunya tukang kritik atau terlalu sibuk, maka pendekatan yang diterapkan adalah kolaboratif. Perilaku supervise (1) menyajikan, (2) Menjelaskan, (3) Mendengarkan, (4) memecahkan masalah, (5) negosiasi. Teknik yang di gunakan percakapan pribadi, dialog, menjelaskan.
            Bila gurunya tidak bermutu, maka pendekatan yang digunakan adalah direktif. Perilaku supervisor (1) Menjelskan, (2) menyajikan, (3) mengarahkan, (4) memberi contoh, (5) menetapkan tolak ukur, dan (6) menguatkan.
            Berdasarkan uraian singkat tentang paradigma kategori diatas, maka dapat diterapkan berbagaipendekatan teknik dan perilaku supervisi berdasar data mengenai guru yang sebenarnya yang memerlukan pelayanan supervisi. Berikut ini akan disajikan pendekatan non directif perilaku supervisor.
           
C.        Pendekatan Tidak Langsung ( Non – Direktif )

            Yang di maksud dengan pendekatan tidak langsung ( non – direktif ) adalah cara pendekatan terhadap permasalahan yang sifatnya tidak langsung. Perilaku supervisor tidak secara langsung menunjukkan permasalahan, tapi ia terlebih dulu mendengarkan secara aktif apa yang dikemukakan guru – guru. Ia memberi kesempatan sebanyak mungkin kepada guru untuk mengemukakan permasalahan yang mereka alami. Pendekan non – direktif ini berdasarkan pemahaman psikologis humanistik. Psikologi humanistik sangat menghargai orang yang akan di bantu. Oleh karena pribadi guru yang dibina begitu di hormati, maka ia lebih banyak mendengarkan permasalahan yang di hadapi guru – guru. Guru mengemukakan masalahnya. Supersior mencoba mendengarkan, memahami apa yang dialami guru – guru. Perilaku supervisor dalam pendekatan non – direktif adalah sebagai berikut :
(1)          Mendengarkan
(2)          Memberi penguatan
(3)          Menjelaskan
(4)          Menyajikan
(5)          Memecahkan masalah
Contoh penerapan pendekatan non – direktif. Percakapan kepala SMU dengan Pak Sakri, guru Bahasa Inggris :
Pak Sakri                :   Pada saat Istirahat Pak Sakri berdiri di dekat pintu ruang guru sambil termenung.
Kepala Sekolah      :    Menyapa : Pak Sakri, mengapa anda Termenung ?
                                    Apa yang anda pikirkan ?
                                    Lama, Pak Sakri berpikir. Lalu ia Mengungkapkan keluh kesahnya.
Pak Sakri                :    Saya sedang memikirkan si Tono siswa kelas II. Hasil belajarnya rata – rata baik semuanya. Hanya Bahasa Inggrisnya tidak baik. Saya sudah mendekati dia tapi dia diam saja.
Kepala Sekolah      :    Pak Sakri, saya pikir ada banyak cara untuk memahami Tono. Coba dekati dia lagi.
Pak Sakri                :    Baik Pak, saya memerlukan waktu untuk mendekati dia.
Kepala Sekolah      :    Saya percaya bahwa Pak Sakri akan berhasil

Pak Sakri mencoba mengajak Tono. Waktu istirahat Pak Sakri berjalan mendekati Tono, diajak berbincang tentang hobinya di rumah. Tono bercerita tentang kesibukannya di rumah. Tono mengatakan bahwa dia banyak membantu orang tua di rumah. Dan tidak ada buku bahasa inggris di rumah. Guru meminjamkan beberapa buku agar Tono membacanya.

Beberapa waktu kemudian Pak Sakri menceritakan kepada kepala sekolah bahwa Tono sekarang sudah rajin membaca buku bahasa inggris. Kadang – kadang dia membuat syair dalam bahasa Inggris yang sangat sederhana. Pak Sakri menyuruh Tono membaca syair itu dimuka kelas. Kepala sekolah meminta agar Tono mendeklamasikan syairnya kepada anak – anak di sekolah itu.
Sebulan kemudian Pak Sakri menceritakan kepada kepala sekolah bahwa Tono telah tampil dengan semangat baru bila mengikuti pelajaran bahasa Inggris.
Kepala Sekolah sangat gembira, karena Tono telah mengalami perubahan dan sudah senang dengan bahasa inggris. 
Akhir semester Pak Sakri melaporkan bahwa nilai bahasa Inggris Tono sangat memuaskan. Kepala Sekolah sangat gembira dan berterima kasih atas usaha Pak Sakri.

A.        KESIMPULAN
Supervisor dalam pendidikan adalah kepala sekolah, penilik sekolah, dan para pengawas ditingkat kabupaten/kotamadya, serta staf di kantor bidang yang ada di tiap provinsi.
1.       Kebijakan pendidikan harus ditopang oleh pelaku pendidikan yang berada di  front terdepan yakni guru melalui interaksinya dalam pendidikan. Upaya meningkatkan mutu pendidikan perlu dilakukan secara bertahap dengan mengacu pada rencana strategis. Keterlibatan seluruh komponen pendidikan (guru, Kepala Sekolah, masyarakat, Komite Sekolah, Dewan Pendidikan, dan isntitusi) dalam perencanaan dan realisasi program pendidikan yang diluncurkan sangat dibutuhkan dalam rangka mengefektifkan pencapaian tujuan.                                                                                                            
2.       Implementasi kemampuan professional guru mutlak diperlukan sejalan diberlakukannya otonomi daerah, khsususnya bidang pendidikan. Kemampuan professional guru akan terwujud apabila guru memiliki kesadaran dan komitmen yang tinggi dalam mengelola interaksi belajar-mengajar pada tataran mikro, dan memiliki kontribusi terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan pada tataran makro.                                                                                                                     
3.       Salah satu upaya peningkatan profesional guru adalah melalui supervisi  pengajaran. Pelaksanaan supervisi pengajaran perlu dilakukan secara sistematis oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah bertujuan memberikan pembinaan kepada guru-guru agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien. Dalam pelaksanaannya, baik kepala sekolah dan pengawas menggunakan lembar pengamatan yang berisi aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam peningkatan kinerja guru dan kinerja sekolah. Untuk mensupervisi guru digunakan lembar observasi yang berupa alat penilaian kemampuan guru (APKG), sedangkan untuk mensupervisi kinerja sekolah dilakukan dengan mencermati bidang akademik, kesiswaan, personalia, keuangan, sarana dan prasarana, serta hubungan masyarakat.                                                                                                              
4.       Implementasi kemampuan professional guru mensyaratkan guru agar mampu meningkatkan peran yang dimiliki, baik sebagai informator, organisator, motivator, director, inisiator, transmitter, fasilitator, mediator, dan evaluator sehingga diharapkan mampu mengembangkan kompetensinya.
5.       Mewujudkan kondisi ideal di mana kemampuan professional guru dapat diimplementasikan sejalan diberlakukannya otonomi daerah, bukan merupakan hal yang mudah. Hal tersebut lantaran aktualisasi kemampuan guru tergantung pada berbagai komponen system pendidikan yang saling berkolaborasi. Oleh karena itu, keterkaitan berbagai komponen pendidikan sangat menentukan implementasi kemampuan guru agar mampu mengelola pembelajaran yang efektif, selaras dengan paradigma pembelajaran yang direkomendasiklan Unesco, "belajar mengetahui (learning to know), belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be)".
B.        Saran-Saran                                                                                             
 1.      Hendaknya bagi pengawas agar menjadi contoh yang baik dalam segala aspek kependidikan dan pengajaran agar seorang pengawas itu menjadi lebih berkualitas di bidang keilmuannya sehingga menjadi idola bagi para guru  sebagai pembimbing mereka dalam bidang pendidikan dan pengajaran. 
2.       Hendaknya bagi seorang guru yang profesional itu selalu meningkatkan kedisiplinannya karena kedisiplinan itu sangat menentukan bagi kualitas keprofesionalan seorang guru tersebut, tanpa disiplin seakan-akan keprofesionalan seorang guru itu tidak akan berarti apa-apa.
3.       Baik pengawas maupun guru, hendaknya dapat bekerja sama dengan baik agar dalam hal meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran itu menjadi lebih baik untuk menyongsong era globalisasi dan era informasi ini.
DAFTAR PUSTAKA

Conlow Reck, 2003, Menjadi Supervisor Hebat , Penerjemah Komala Insiwi Suryo, Jakarta, PT Viktory Jaya Abadi.

Diana Townsend, & Butterworth. 1992. Your Child's Scholl. New York: A Plime Book.

Depdiknas.1997.Petunjuk Pengelolaan Adminstrasi Sekolah Dasar.Jakarta: Depdiknas.
________.2001.Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (Bk1).Jakarta: Depdiknas.
Fullan & Stiegerbauer.1991. The New Meaning of Educational Change. Boston: Houghton Mifflin Company.
Kunandar. 2007. Guru Profesional.Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada.

Surya, Mohamad,. 2002. Peran Organisasi Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. Seminar Lokakarya Internasional. Semarang : IKIP PGRI.
Supriadi, Dedi. 1999. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
____________. 2002. Laporan Akhir Tahun Bidang Pendidikan & Kebudayaan. Artikel. Jakarta : Kompas.
Suryasubrata.1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.                                                                                                                  
Suprihatin, MD. 1989. Administrasi Pendidikan (Fungsi dan Tanggung Jawab Kepala Sekolah sebagai Administrator dan Supervisor Sekolah. Semarang: IKIP Semarang Press.
Sahertian, Piet A. 2000. Konsep-Konsep dan Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
Supandi. 1996. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Jakarta: Departemen Agama Universitas Terbuka.
Thomas. J. Sergiovanni, 1982. Supervision of Teaching, Virginia: Association for Supervision and Curriculum Depelovment.

UU Sisdeknas Nomor 20 Tahun 2003. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006.


[1]Suprihatin, MD. 1989. Administrasi Pendidikan (Fungsi dan Tanggung Jawab Kepala Sekolah sebagai Administrator dan Supervisor Sekolah. Semarang: IKIP Semarang Press. h. 305.
[2] Conlow Reck, Menjadi Supervisor Hebat , Penerjemah Komala Insiwi Suryo, (Jakarta, PT Viktory Jaya Abadi, 2003), hal. 9.
[3]Thomas. J. Sergiovanni, Op. Cit. p. 18- 19.
[4]Sahertian, Piet A. 2000. Konsep-Konsep dan Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.h. 19.
[5] Ibid. h. 20.
[6]Supandi. 1996. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Jakarta: Departemen Agama Universitas Terbuka.h. 252.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar