A. Prinsip dan Pendekatan Pengembangan
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Pada prinsipnya, pengembangan budaya dan karakter bangsa tidak
dimasukkan sebagai pokok bahasan tetapi terintegrasi ke dalam mata pelajaran,
pengembangan diri, dan budaya sekolah. Oleh karena itu, guru dan sekolah
perlu mengintegrasikan nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya
dan karakter bangsa ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Silabus
dan Rencana Program Pembelajaran (RPP) yang sudah ada.
Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam
pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa mengusahakan agar peserta
didik mengenal dan menerima nilai-nilai budaya dan karakter bangsa sebagai
milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui
tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan
selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri. Dengan prinsip ini, peserta didik belajar melalui proses berpikir,
bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan
untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan sosial dan
mendorong peserta didik untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk sosial.
Berikut prinsip-prinsip yang
digunakan dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
1.
Berkelanjutan;
mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter
bangsa merupakan sebuah proses panjang, dimulai dari awal peserta
didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan. Sejatinya, proses
tersebut dimulai dari kelas 1 SD atau tahun pertama dan berlangsung paling
tidak sampai kelas 9 atau kelas akhir SMP. Pendidikan budaya dan karakter
bangsa di SMA adalah kelanjutan dari proses yang telah terjadi selama 9 tahun.
2.
Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah; mensyaratkan bahwa proses pengembangan
nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui setiap mata pelajaran,
dan dalam setiap kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler. Gambar 1 berikut ini
memperlihatkan pengembangan nilai-nilai melalui jalur-jalur itu:
3. Nilai
tidak diajarkan tapi dikembangkan; mengandung makna bahwa materi nilai budaya dan karakter bangsa bukanlah bahan ajar biasa; artinya,
nilai-nilai itu tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti halnya
ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, ataupun fakta seperti dalam
mata pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika, pendidikan
jasmani dan kesehatan, seni, dan ketrampilan.
|
Materi pelajaran biasa digunakan sebagai bahan
atau media untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Oleh
karena itu, guru tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada, tetapi
menggunakan materi pokok bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan
karakter bangsa. Juga, guru tidak harus mengembangkan proses belajar khusus
untuk mengembangkan nilai. Suatu hal yang selalu harus diingat bahwa satu aktivitas
belajar dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif,
afektif, dan psikomotor.
Konsekuensi dari prinsip ini, nilai-nilai budaya
dan karakter bangsa tidak ditanyakan dalam ulangan ataupun ujian. Walaupun
demikian, peserta didik perlu mengetahui pengertian dari suatu nilai yang
sedang mereka tumbuhkan pada diri mereka. Mereka tidak boleh berada dalam
posisi tidak tahu dan tidak paham makna nilai itu.
4. Proses
pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan; prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan
nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru. Guru menerapkan prinsip ”tut wuri
handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik. Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses
pendidikan dilakukan dalam suasana belajar yang menimbulkan rasa senang dan
tidak indoktrinatif.
Diawali dengan perkenalan terhadap pengertian
nilai yang dikembangkan maka guru menuntun peserta didik agar secara aktif. Hal
ini dilakukan tanpa guru mengatakan kepada
peserta didik bahwa mereka harus aktif, tapi guru merencanakan kegiatan belajar
yang menyebabkan peserta didik aktif merumuskan pertanyaan, mencari sumber
informasi, dan mengumpulkan informasi dari sumber, mengolah informasi yang
sudah dimiliki, merekonstruksi data, fakta, atau nilai, menyajikan hasil
rekonstruksi atau proses pengembangan nilai, menumbuhkan nilai-nilai budaya dan
karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi di
kelas, sekolah, dan tugas-tugas di luar sekolah.
B. Perencanaan Pengembangan Pendidikan Budaya
dan Karakter Bangsa
Perencanaan dan pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh kepala sekolah, guru, tenaga
kependidikan (konselor) secara bersama-sama sebagai suatu komunitas pendidik dan diterapkan ke dalam kurikulum melalui hal-hal berikut ini.
1.
Program Pengembangan Diri
Dalam program pengembngan diri, perencanaan dan pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui pengintegrasian ke dalam kegiatan sehari-hari sekolah
yaitu melalui hal-hal
berikut.
a. Kegiatan rutin sekolah
Kegiatan rutin merupakan
kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap
saat. Contoh kegiatan ini
adalah upacara pada hari besar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan (kuku, telinga, rambut, dan lain-lain) setiap hari Senin, beribadah bersama
atau shalat bersama setiap dhuhur
(bagi yang beragama Islam),
berdoa waktu mulai dan selesai pelajaran, mengucap salam bila bertemu guru, tenaga
kependidikan, atau teman.
b. Kegiatan spontan
Kegiatan spontan yaitu
kegiatan yang dilakukan secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini
dilakukan biasanya pada saat guru dan tenaga kependidikan yang lain mengetahui
adanya perbuatan yang kurang baik dari peserta didik yang harus dikoreksi pada
saat itu juga. Apabila guru mengetahui adanya perilaku dan sikap yang kurang
baik maka pada saat itu juga guru harus melakukan koreksi sehingga peserta
didik tidak akan melakukan tindakan yang tidak baik itu. Contoh kegiatan itu: membuang
sampah tidak pada tempatnya, berteriak-teriak sehingga mengganggu pihak lain,
berkelahi, memalak, berlaku tidak sopan, mencuri, berpakaian tidak senonoh.
Kegiatan spontan berlaku untuk
perilaku dan sikap peserta didik yang tidak baik dan yang baik sehingga perlu
dipuji, misalnya: memperoleh nilai tinggi, menolong orang lain, memperoleh
prestasi dalam olah raga atau kesenian, berani menentang atau mengkoreksi
perilaku teman yang tidak terpuji.
c. Keteladanan
Keteladanan adalah perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan yang lain dalam memberikan contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga
diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik untuk mencontohnya. Jika guru dan
tenaga kependidikan yang lain menghendaki agar peserta didik berperilaku dan
bersikap sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa maka guru dan
tenaga kependidikan yang lain adalah orang yang pertama dan utama memberikan
contoh berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai itu. Misalnya, berpakaian rapi, datang tepat pada
waktunya, bekerja keras, bertutur kata sopan, kasih sayang, perhatian terhadap
peserta didik, jujur, menjaga kebersihan.
d. Pengkondisian
Untuk mendukung keterlaksanaan
pendidikan budaya dan karakter bangsa maka sekolah harus dikondisikan sebagai
pendukung kegiatan itu. Sekolah harus mencerminkan kehidupan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang diinginkan. Misalnya, toilet yang selalu bersih, bak sampah ada di berbagai tempat dan selalu dibersihkan, sekolah terlihat rapi dan alat
belajar ditempatkan teratur.
2.
Pengintegrasian dalam mata pelajaran
Pengembangan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakater bangsa
diintegrasikan dalam setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran. Nilai-nilai tersebut dicantumkan dalam silabus dan RPP. Pengembangan nilai-nilai itu dalam silabus ditempuh melalui cara-cara
berikut ini:
a. mengkaji Standar Komptensi (SK) dan Kompetensi
Dasar (KD) pada Standar Isi (SI) untuk menentukan apakah nilai-nilai budaya dan
karakter bangsa yang tercantum itu sudah tercakup di dalamnya;
b. menggunakan tabel 1 yang memperlihatkan keterkaitan antara SK dan KD dengan nilai dan indikator
untuk menentukan nilai yang akan dikembangkan;
c. mencantumkankan nilai-nilai budaya dan
karakter bangsa dalam tabel 1 itu ke dalam silabus;
d. mencantumkan nilai-nilai yang sudah tertera dalam silabus ke dalam RPP;
e. mengembangkan proses pembelajaran peserta
didik secara aktif yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan
melakukan internalisasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai;
dan
f. memberikan bantuan kepada peserta didik, baik
yang mengalami kesulitan untuk menginternalisasi nilai maupun untuk
menunjukkannya dalam perilaku.
3.
Budaya Sekolah
Budaya sekolah cakupannya sangat luas,
umumnya mencakup ritual, harapan, hubungan, demografi, kegiatan kurikuler,
kegiatan ekstrakurikuler, proses mengambil keputusan, kebijakan maupun
interaksi sosial antarkomponen di sekolah. Budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah tempat peserta didik
berinteraksi dengan sesamanya, guru dengan guru, konselor dengan sesamanya, pegawai
administrasi dengan sesamanya, dan antaranggota kelompok masyarakat sekolah. Interaksi internal kelompok dan antarkelompok
terikat oleh berbagai aturan, norma, moral serta etika bersama yang berlaku di
suatu sekolah. Kepemimpinan, keteladanan, keramahan, toleransi, kerja keras,
disiplin, kepedulian sosial, kepedulian lingkungan, rasa kebangsaan, dan tanggung jawab merupakan nilai-nilai yang
dikembangkan dalam budaya sekolah.
Pengembangan nilai-nilai dalam
pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam budaya sekolah mencakup
kegiatan-kegiatan yang dilakukan kepala sekolah, guru, konselor, tenaga
administrasi ketika berkomunikasi dengan peserta didik dan menggunakan
fasilitas sekolah.
C. Pengembangan Proses Pembelajaran
Pembelajaran pendidikan budaya dan karakter bangsa menggunakan pendekatan proses belajar peserta
didik secara aktif dan berpusat
pada anak; dilakukan melalui berbagai kegiatan di kelas, sekolah, dan masyarakat.
1. Kelas, melalui proses belajar setiap mata pelajaran
atau kegiatan yang dirancang sedemikian rupa. Setiap kegiatan belajar mengembangkan
kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Oleh karena itu, tidak
selalu diperlukan kegiatan belajar khusus untuk mengembangkan nilai-nilai pada
pendidikan budaya dan karakter bangsa. Meskipun demikian, untuk pengembangan nilai-nilai
tertentu seperti kerja keras, jujur, toleransi, disiplin, mandiri, semangat
kebangsaan, cinta tanah air, dan gemar membaca dapat melalui kegiatan belajar
yang biasa dilakukan guru. Untuk pegembangan beberapa nilai lain seperti peduli
sosial, peduli lingkungan, rasa ingin tahu, dan kreatif memerlukan upaya
pengkondisian sehingga peserta didik memiliki kesempatan untuk memunculkan
perilaku yang menunjukkan nilai-nilai itu.
2. Sekolah, melalui berbagai kegiatan sekolah yang diikuti
seluruh peserta didik, guru, kepala sekolah, dan tenaga administrasi di sekolah itu, direncanakan
sejak awal tahun pelajaran, dimasukkan ke Kalender
Akademik dan yang dilakukan sehari-hari sebagai bagian dari budaya sekolah.
Contoh kegiatan yang dapat dimasukkan ke dalam program sekolah adalah lomba vocal group antarkelas tentang lagu-lagu
bertema cinta tanah air, pagelaran seni, lomba pidato bertema budaya dan
karakter bangsa, pagelaran bertema budaya dan karakter bangsa, lomba olah raga
antarkelas, lomba kesenian antarkelas, pameran hasil karya peserta didik
bertema budaya dan karakter bangsa, pameran foto hasil karya peserta didik
bertema budaya dan karakter bangsa, lomba membuat tulisan, lomba mengarang
lagu, melakukan wawancara kepada tokoh yang berkaitan dengan budaya dan
karakter bangsa, mengundang berbagai narasumber untuk berdiskusi, gelar wicara,
atau berceramah yang berhubungan dengan budaya dan karakter bangsa.
3. Luar sekolah, melalui kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan
lain yang diikuti oleh seluruh atau sebagian peserta didik, dirancang sekolah
sejak awal tahun pelajaran, dan
dimasukkan ke dalam Kalender Akademik. Misalnya, kunjungan
ke tempat-tempat yang menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air, menumbuhkan semangat kebangsaan, melakukan
pengabdian masyarakat untuk menumbuhkan kepedulian dan kesetiakawanan sosial (membantu
mereka yang tertimpa musibah banjir, memperbaiki atau membersihkan
tempat-tempat umum, membantu membersihkan atau mengatur barang di tempat ibadah
tertentu).
D. Penilaian Hasil Belajar
Penilaian pencapaian pendidikan nilai budaya
dan karakter didasarkan pada indikator. Sebagai contoh, indikator untuk nilai jujur
di suatu semester dirumuskan dengan “mengatakan dengan sesungguhnya
perasaan dirinya mengenai apa yang dilihat, diamati, dipelajari, atau dirasakan”
maka guru mengamati (melalui berbagai
cara) apakah yang dikatakan seorang peserta didik itu jujur mewakili perasaan
dirinya. Mungkin saja peserta didik menyatakan perasaannya itu secara lisan tetapi
dapat juga dilakukan secara tertulis atau bahkan dengan bahasa tubuh. Perasaan
yang dinyatakan itu mungkin saja memiliki gradasi dari perasaan yang tidak
berbeda dengan perasaan umum teman sekelasnya sampai bahkan kepada yang
bertentangan dengan perasaan umum teman sekelasnya.
Penilaian dilakukan secara terus menerus,
setiap saat guru berada di kelas atau di sekolah. Model anecdotal record
(catatan yang dibuat guru ketika melihat adanya perilaku yang berkenaan dengan
nilai yang dikembangkan) selalu dapat digunakan guru. Selain itu, guru dapat
pula memberikan tugas yang berisikan suatu persoalan atau kejadian yang
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan nilai yang
dimilikinya. Sebagai contoh, peserta didik dimintakan menyatakan sikapnya
terhadap upaya menolong pemalas, memberikan bantuan terhadap orang kikir, atau
hal-hal lain yang bersifat bukan kontroversial sampai kepada hal yang dapat
mengundang konflik pada dirinya.
Dari hasil pengamatan, catatan anekdotal,
tugas, laporan, dan sebagainya, guru dapat memberikan kesimpulan atau pertimbangan
tentang pencapaian suatu indikator atau bahkan suatu nilai. Kesimpulan atau pertimbangan
itu dapat dinyatakan dalam pernyataan
kualitatif sebagai berikut ini.
BT : Belum Terlihat (apabila peserta
didik belum memperlihatkan tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam
indikator).
MT : Mulai Terlihat (apabila peserta
didik sudah mulai memperlihatkan adanya tanda-tanda awal perilaku yang
dinyatakan dalam indikator tetapi belum konsisten).
MB : Mulai Berkembang (apabila
peserta didik sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku yang dinyatakan
dalam indikator dan mulai konsisten).
MK : Membudaya (apabila peserta didik terus
menerus memperlihatkan perilaku yang dinyatakan dalam indikator secara konsisten).
E. Indikator Sekolah dan Kelas
Ada 2 (dua) jenis indikator yang
dikembangkan dalam pedoman ini. Pertama,
indikator untuk sekolah dan kelas. Kedua,
indikator untuk mata pelajaran. Indikator sekolah dan kelas adalah penanda yang digunakan oleh kepala sekolah, guru, dan personalia sekolah dalam
merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi sekolah sebagai lembaga pelaksana
pendidikan budaya dan karakter bangsa. Indikator ini berkenaan juga dengan
kegiatan sekolah yang diprogramkan dan kegiatan sekolah sehari-hari (rutin). Indikator mata pelajaran menggambarkan perilaku afektif
seorang peserta didik berkenaan dengan mata pelajaran tertentu.
Indikator dirumuskan dalam bentuk perilaku peserta
didik di kelas dan sekolah yang dapat diamati melalui pengamatan guru ketika
seorang peserta didik melakukan suatu tindakan di sekolah, tanya jawab dengan
peserta didik, jawaban yang diberikan peserta didik terhadap tugas dan
pertanyaan guru, serta tulisan peserta
didik dalam laporan dan pekerjaan rumah.
Perilaku yang dikembangkan dalam indikator pendidikan budaya dan karakter bangsa bersifat progresif. Artinya,
perilaku tersebut berkembang semakin kompleks antara satu jenjang kelas ke jenjang
kelas di atasnya ( 1-3; 4-6; 7-9; 10-12), dan bahkan dalam jenjang kelas yang
sama. Guru memiliki kebebasan dalam menentukan berapa lama suatu perilaku harus
dikembangkan sebelum ditingkatkan ke perilaku yang lebih kompleks. Misalkan,”membagi
makanan kepada teman” sebagai indikator kepedulian sosial pada jenjang kelas
1 – 3. Guru dapat mengembangkannya menjadi “membagi makanan”, membagi pensil, membagi
buku, dan sebagainya.
Indikator berfungsi bagi guru sebagai kriteria untuk memberikan pertimbangan tentang perilaku
untuk nilai tertentu telah menjadi perilaku yang dimiliki peserta didik.
Untuk mengetahui bahwa suatu sekolah itu telah
melaksanakan pembelajaran yang mengembangkan budaya dan karakter bangsa, maka
ditetapkan indikator sekolah dan kelas antara lain seperti berikut ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar