Minggu, 04 September 2011

CONTOH PTK


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
      Menulis kreatif puisi merupakan salah satu ketrampilan bidang apresiasi sastra yang harus dikuasai oleh siswa SMP. Dalam kurikulum bahasa Indonesia, materi menulis krestif puisi terdapat dalam pembelajaran yang diajarkan di kelas VIII, yakni menuliskan pengalaman pribadi yang paling menarik dalam bentuk puisi atau cerita pendek. Akan tetapi, pada kenyataannya pembelajaran menulis puisi di sekolah masih banyak kendala dan cenderung untuk dihindari.
      Pembelajaran menulis puisi di SMP dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kamampuan siswa dalam mengapresiasikan karya sastra. Hal ini berkaitan erat dengan latihan mempertajam perasaan, penalaran, dan daya khayal, serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya dan lingkungan hidup. Seperti yang diungkapkan Pradopo (1987) bahwa puisi adalah ekspresi kreatif, yaitu ekspresi dari aktifitas jiwa yang memusatkan kesan -kesan (kondensasi). Kesan – kesan dapat diperoleh melalui pengalaman dan lingkungan. Oleh karena itu, anggapan bahwa menulis puisi sebagai aktifitas yang sulit sudah seharusnya dihilangkan, khususnya siswa SMP, karena mereka merupakan siswa yang rata – rata berusia 13 -14 tahun. Anak pada usia tersebut sudah dapat berpikir refleksif dan menyatakan operasi mentalnya dengan simbol -simbol (Pieget dalam Dahar, 1988). Artinya, mereka bisa mengungkapkan pikiran dan perasaan yang ada pada dirinya dalam bentuk puisi. Namun, kenyataanya di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang belum mampu melaksanakan kegiatan tersebut secara optimal.
      Di sekolah.........diperoleh informasi bahwa kemampuan siswa dalam menulis puisi masih rendah. Siswa mengalami kesulitan menuangkan pikiran – pikiran dan perasaannya dalam bentuk puisi. Kesulitan yang dihadapi siswa itu ditandai dengan beberapa hal seperti siswa kesulitan menemukan kata pertama dalam puisinya, mengembangkan ide menjadi puisi karena menimnya penguasaan kosakata, dan menulis puisi karena tidak terbiasa mengemukakan perasaan, pemikiran, dan imajinasinya kedalam puisi.
      Rendahnya kemampuan siswa dalam menulis puisi tersebut disebabkan kurang efektifnya pembelajaran yang diciptakan guru. Ketidakefektifan itu disebabkan oleh kurannya tepatnya strategi yang diterapkan guru dalam pembelajran. Strategi yang dipakai guru tidak dapat mengembangkan potensi -potensi yang ada pada diri siswa agar secara leluasa dapat mengekspresikan perasaannya. Pembelajaran menulis kreatif puisi cenderung bersifat teoritis informatif, bukan apresiatif produktif. Belajar yang diciptakan guru dikelas hanya sebatas memberikan informasi pengetahuan tentang sastra sehingga kemampuan mengekspresikan dan kemampuan mencipta kurang mendapat perhatian. Yang terjadi adalah proses transfer pengetahuan tentang sastra dari guru kepada siswa. Siswa kurang mendapat kesempatan untuk melakukan konstruksi pengetahuan dan melakukan pengembangan pengetahuan itu menjadi sebuah produk pengetahuan baru. Apalagi, didalm belajar hanya ada satu sumber belajar yang dari tahun ke tahun dianggap sakti mandraguna, yaitu buku pelajaran.
      Kondisi demikian hampir dihadapi oleh guru yang mengajarkan sastra. Namun demikian, hal itu bukannya tanpa alasan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan pembelajran menulis krestif puisi tidak dapat dilaksanakan dengan baik. Pertama, tidak semua guru bahasa memiliki kegemaran terhadap materi menulis kreatif puisi. Hal ini membuat motivasi guru dalam mengajarkan materi manulis kreatif puisi tidak muncul sehingga ada perasaan keraguan – keraguan dalam mengajarkannya. Kedua, mengajarkan menulis puisi bukan hanya berkaitan dengan kemampuan menggunakan bahasa, tetapi juga berhubungan dengan pengalian perasaan, norma, dan nilai – nilai estetika dalam bentuk media bahasa. Ketiga, sikap berpikir inovatif dan kreatif yang belum tumbuh pada guru sebagai upaya untuk mengembangkan diri. Akibatnya, proses belajar mengajar menulis kreatif puisi yang diciptakan monoton dan menjemukan. Guru belum berpikir lebih jauh untuk mengembangkan dan menciptakan suasana belajar yang menarik, bermakna, dan kontekstual.
      Pembelajaran menulis puisi dapat terjadi dengan efektif jika guru dapat menerapkan strategi – strategi pembelajaran yang dapat memberikan peluang kepada siswa untuk lebih aktif, kratif, dan inovatif. Strategi tersebut diharapkan dapat membuat siswa mempunyai keyakinan bahwa dirinya mampu belajar, yang dapat memanfaatkan potensi siswa seluas – luasnya.
      Berdasarkan uraian tersebut diatas maka peneliti ingin mencoba melakukan penelitian dengan judul “ Peningkatan Pembelajaran Menulis Puisi Melalui Metode Kontekstual Berbasis Masalah Pada Siswa Kelas….Tahun Pelajaran……………”.


B.   Rumusan Masalah         
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut:
  1. Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar siwa dengan diterapkannya pembelajaran berbasis masalah?
  2. Bagaimanakah pengaruh metode pembelajaran berbasis masalah terhadap motivasi belajar siswa?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
  1. Ingin mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkannya pembelajaran berbasis masalah.
  2. Ingin mengetahui pengaruh motivasi belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran berbasis masalah.

D. Manfaat Penelitian
Penulis mengharapkan dengan hasil penelitian ini dapat:
  1. Memberikan informasi tentang metode pembelajaran yang sesuai dengan materi bahasa Indonesia.
  2. Meningkatkan motivasi pada pelajaran bahasa Indonesia
  3. Mengembangkan metode pembelajaran yang sesuai dengan bidang studi bahasa Indonesia.

E. Batasan Masalah
Karena keterbatasan waktu, maka diperlukan pembatasan masalah meliputi:
  1. Penelitian inihanya dikenakan pada siswa kelas ………………………………… tahun pelajaran 2001/2002.
  2. Penelitian ini dilakukan pada bulan September semester ganjil tahun pelajaran 2001/2002.
  3. Materi yang disampaikan adalah pokok bahasan…………………






























BAB II
KAJIAN PUSTAKA

  1. Definisi Pembelajaran
            Pembelajaran adalah proses, cara menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berusaha tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman (KBBI, 1996:14)
            Sependapat dengan pernyataan tersebut Soetomo (1993:68) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah proses pengelolaan lingkungan seseorang yang dengan sengaja dilakukan sehingga memungkinkan dia belajar untuk melakukan atau mempertunjukkan tingkah laku tertentu pula. Sedangkan belajar adalah suatu proses yang menyebabkan tingkah laku yang bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan yang bersifat fisik, tetapi perubahan dalam kebiasaan, kecakapan, bertambah, berkembang daya pikir, sikap dan lain-lain (Soetomo, 1993:120)
            Pasal 1 Undang –undang No. 20 tahun 2003 tentang pendidikan nasional menyebutkan bahwa  pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
            Jadi pembelajaran adalah proses yang disengaja yang menyebabkan siswa belajar pada suatu lingkungan belajar untuk melakukan kegiatan pada siatuasi tertentu.

B.  Motivasi Belajar
1.   Pengertian Motivasi
Motif adalah daya dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu, atau keadaan seserang atau organisme yang menyebabkan kesiapan kesiapannya untuk memulai serangkaian tingkah laku atau perbuatan. Sedangkan motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu (Usman, 2000: 28).
Sedangkan menurut Djamarah (2002: 114) motivasi adalah suatu pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang kedalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Nur (2001: 3) bahwa siswa yang termotivasi dalam belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan meyerap dan mengendapkan mateti itu dengan lebih baik.
Jadi motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.
3.                  Macam-macam Motivasi
Menurut jenisnya motivasi dibedakan menjadi dua, yaitu:
a.   Motivasi Intrinsik
Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat dari dalam individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu atau belajar (Usman, 2000: 29).
 Sedangkan menurut Djamarah (2002: 115), motivasi instrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
Menurut Winata (dalam Erriniati, 1994: 105) ada beberapa strategi dalam mengajar untuk membangun motivasi intrinsik. Strategi tersebut adalah sebagai berikut:
1)               Mengaitkan tujuan belajar dengan tujuan siswa.
2)               Memberikan kebebasan dalam memperluas materi pelajaran              sebatas yang pokok.
3)               Memberikan banyak waktu ekstra bagi siswa untuk mengerjakan tugas dan memanfaatkan sumber belajar di       sekolah.
4)               Sesekali memberikan penghargaan pada siswa atas    pekerjaannya.
5)               Meminta siswa untuk menjelaskan hasil pekerjaannya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi instrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam individu yang berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar. Seseorang yang memiliki motivasi intrinsik dalam dirinya maka secara sadar akan melakukan suatu kegiatan yang tidak memerlukan motivasi dari luar dirinya.
b.         Motivasi Ekstrinsik
            Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu atau belajar. Misalnya seseorang mau belajar karena ia disuruh oleh orang tuanya agar mendapat peringkat pertama dikelasnya (Usman, 2000: 29).
            Sedangkan menurut Djamarah (2002: 117), motivasi ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar.
            Beberapa cara membangkitkan motivasi ekstrinsik dalam menumbuhkan motivasi instrinsik antata lain:
1)      Kompetisi (persaingan): guru berusaha menciptakan persaingan diantara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya dan mengatasi prestasi orang lain.
2)      Pace Making (membuat tujuan sementara atu dekat): Pada awal kegiatan belajar mengajar guru, hendaknya terlebih dahulu menyampaikan kepada siswa TIK yang akan dicapai sehingga dengan demikian siswa berusaha untuk mencapai TIK tersebut.
3)      Tujaun yang jelas: Motif mendorong individu untuk mencapai tujuan. Makin jelas tujuan, makin besar nilai tujuan bagi individu yang bersangkutan dan makin besar pula motivasi dalam melakuakan sesuatu perbuatan.
4)      Kesempurnaan untuk sukses: Kesuksesan dapat menimbulkan rasa puas, kesenangan dan kepercayaan terhadap diri sendiri, sedangkan kegagalan akan membawa efek yang sebaliknya. Dengan demikian, guru hendaknya banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk meraih sukses dengan usaha mandiri, tentu saja dengan bimbingan guru.
5)      Minat yang besar: Motif akan timbul jika individu memiliki minat yang besar.
6)      Mengadakan penilaian atau tes. Pada umumnya semua siswa mau belajar dengan tujuan memperoleh nilai yang baik. Hal ini terbukti dalam kenyataan bahwa banyak siswa yang tidak belajar bila tidak ada ulangan. Akan tetapi, bila guru mengatakan bahwa lusa akan diadakan ulangan lisan, barulah siswa giat belajar dengan menghafal agar ia mendapat nilai yang baik. Jadi, angka atau nilai itu merupakan motivasi yang kuat bagi siswa.
Dari uraian di atas diketahui bahwa motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul dari luar individu yang berfungsinya karena adanya perangsang dari luar, misalnya adanya persaingan, untuk mencapai nilai yang tinggi, dan lain sebagainya.

C.  Tujuh Komponen CTL (Contextual Teaching Learning)
1.      Konstruktivisme (Construktivism)
            Konstruktivisme (constructivisvism) merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
2.      Menemukan (Inquiry)
            Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya. Topik mengenai adanya dua jenis binatang melata, sudah seharusnya ditemukan sendiri oleh siswa, bukan "menurut buku".
3.      Bertanya (Questioning)
            Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari "bertanya". Sebelum tahu kota Palu, seseorang bertanya "Mana arah kota Palu?     Questioning merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL. bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong membimbing, dan menilai kemampuan berfikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiri, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek ynag belum diketahuinya.
4.      Masyarakat Belajar (Learning Community)
            Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Ketika seorang anak baru belajar meraut pensil dengan peraut elektronik, ia bertanya kepada temannya "Bagaimana caranya? tolong bantu aku!" Lalu temannya yang sudah biasa, menunjukkan cara mengoperasikan alat itu. Maka, dua orang anak itu sudah membentuk masyarakat belajar (learning community).
            Hasil belajar diperoleh dari "sharing" antara teman, antar kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Di ruang ini, di kelas ini, di sekitar sini, juga orang-orang yang ada di luar sana, semua adalah anggota masyarakat-belajar.
5.      Pemodelan (Modelling)
            Komponen CTL selanjutnya adalah pemodelan. Maksudnya, dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara melempar bola dalam olah raga, contoh karya tulis, cara melafalkan bahasa Inggris, dan sebaginya. Atau, guru memberi contoh cara mengerjakan sesuatu. Dengan begitu, guru memberi model tentang "bagaimana cara belajar".
Sebagian guru memberi contoh tentang cara bekerja sesuatu, sebelum siswa melaksanakan tugas. Misalnya, cara menemukan kata kunci dalam bacaan.    Dalam pembelajaran tersebut guru mendemonstrasikan cara menemukan kata kunci dalam bacaan dengan menelusuri bacaan secara cepat dengan memanfaatkan gerak mata (scanning). Ketika guru mendemonstrasikan cara membaca cepat tersebut, siswa menagamati guru membaca dan membolak balik teks. Gerak mata guru dalam menelusuri bacaan menjadi perhatian utama siswa. Dengan begitu siswa tahu bagaimana gerak mata yang efektif dalam melakukan scanning. Kata kunci yang ditemukan guru disampaikan kepada siswa sebagai hasil kegiatan pembelajran menemukan kata kunci secar cepat. Secara sederhana, kegiatan itu disebut pemodelan. Artinya ada model yang bisa ditiru dan diamati siswa, sebelum mereka berlatih menemukan kata kunci, guru menjadi model.
            Dalam pendekatan CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa bisa ditunjuk untuk memberikan contoh temannya cara melafalkan suatu kata. Jika kebetulan ada siswa yang pernah memenangkan lomba baca puisi atau memenangkan kontes berbahasa Inggris, siswa itu dapat ditunjuk untuk mendemonstrasikan keahliannya. Siswa "contoh" tersebut dikatakan sebagai model. Siswa lain dapat menggunakan model tersebut sebagai "standar" kompetensi yang harus dicapainya.
            Model juga dapat didatangkan dari luar. Seorang penutur asli berbahasa Inggris sekali waktu dapat dihadirkan di kelas untuk menjadi "model" cara berujar, cara bertutur kata, gerak tubuh ketika berbicara, dan sebagainya.
6.      Refleksi (Reflection)
            Refleksi juga bagian penting dalam pembelejaran dengan pendekatan CTL. Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Rfleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Misalnya, ketika pelajaran berakhir, siswa merenung "Kalau begitu, cara saya menyimpan file selama ini salah, ya! Mestinya, dengan cara yang baru saya pelajari ini, file komputer lebih tertata".
7.      Penilaian Yang Sebenarnya (Authentic Assessment)
            Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengindentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan belajar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan sepanjang proses pembelajaran, maka assessment tidak dilakukan di akhir priode (cawu/semester) pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar (seperti) EBTA/EBTANAS, tetapi dilakukan bersama dengan secara terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan pembelajaran.

E.  Pengajaran Berbasis Masalah
              Pengajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) adalah suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.
Pengajaran masalah digunakan untuk merangsang berfikir tingkat tinggi dalam suatu berorientasi masalah, termasuk di dalamnya belajar bagaimana belajar. Menurut Ibrahim dan Nur (2000: 2), “Pengajaran berbasis masalah dikenal dengan nama lain seperti Project-Based Teacihg (Pembelajaran proyek), Experienced-Based Education (pendidikan berdasarkan pengalaman), Authentic Laerning (pembelajaran Autentik), dan Achoered Intruction (Pembelajaran berakar pada kehidupan nyata)”.
            Peran guru dalam pengajaran berbasis masalah adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan, dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog. Pengajaran berbasis masalah tidak dapat dilaksanakan tanpa guru mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka. Secara garis besar pengajaran berbasis masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan ikuiri.
1.           Ciri-cirinya
Berbagai pengembangan pengajaran berbasis masalah telah mencoba menunjukkan ciri-ciri pengajaran berbasis masalah sebagai berikut :
a.                   Pengajuan pertanyaan atau masalah
Pengajaran berbasis masalah bukan hanya mengorganisasikan prinsip-prinsip atau keterampilan akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata yang autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi itu.
b.                  Berfokus pada keterkaitan antar disiplin
Meskipun pengajaran berbasis masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, Matematika, Ilmu Sosial), masalah yang akan diselidiki telah dipilih yang benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.
c.                   Penyelidikan Autentik
Pengajaran berbasis masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari pemecahan masalah nyata. Mereka harus menganalisasi dan mendefinisikan masalah, mengembangfkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat referensi, dan merumuskan kesimpulan, sudah barang tentu, metode penyelidikan yang digunakan bergantung pada masalah yang sedang dipelajari.
d.                  Menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya
Pengajaran berbasis masalah menurut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk itu dapat berupa transkip debat, laporan, model fisik, video atau program computer (Ibrahim & Nur, 2000: 5-7).
Pengajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa bekerja sama satu sama lain (paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil).
Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak paluang untuk berbagai inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berfikir.
2.        Tujuan Pembelajaran
Pengajaran berbassis masalah dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pengajaran berbasis masalah dikembangkan terutama untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berfikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual, belajar tentang berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi, dan menjadikan pembelajaran otonom dan mandiri. Uraian rinci terhadap ketiga tujuan itu dijelaskan lebih jauh oleh Ibrahin dan Nur (2000: 7-12 berikut ini :
a.                   Keterampilan Berfikir dan Keteranpilan Pemecahan Masalah
Berbagai macam ide telah digunakan untuk menggambarkan cara seseorang berfikir, tetapi apakah sebenarnya yang terlibat dalam proses befikir?. Apakah keterampilan berfikir itu dan terutama apakah keterampilan befikir itu?
-                      Berfikir adalah proses yang melibatkan operasi mental seperti induksi, deduksi, klasifikasi, dan penalaran.
-                      Berfikir adalah proses secara simbolik menyatakan (melalui bahasa) objek nyata dan kejadian-kejadian dan penggunaan pernyataan simbolik itu untuk menemukan prinsip-prinsip esensial tentang objek dan kejadian itu. Pernyataan simbolik (abstrak) seperti itu biasanya berbeda dengan operasi mental yang didasarkan pada tingkat konkret dari fakta dan kasusu khusus.
-                      Berfikir adalah kemampuan untuk menganalisis, mengkritik, dan mencapai kesimpulan berdasar pada inferensi atau pertimbangan yang seksama.
Tentan berfikir tingkat tinggi, Resnick (1987) memberikan penjelasan sebagai berikut :
-                      Berfikir tingkat tinggi adalah nonalgoritmik, yaitu alur tindakan yang tidak sepenuhnya dapat diterapkan sebelumnya.
-                      Berfikir tingkat tinggi cenderung kompleks. Keseluruhan alurnya tidak dapat diamati dari satu sudut pandang.
-                      Berfikir tingkat tinggi sering kali menghasilkan banyak solusi, masing-masing dengan keuntungan dan kerugian.
-                      Berfikir tingkat tinggi melibatkan pertimbangan dan interprestasi.
-                      Berfikir tingkat tinggi melibatkan ketidakpastian. Segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas tidak selamanya diketahui.
-                      Berfikir tingkat tinggi melibatkan banyak penerapan banyak criteria, yang kadang-kadang bertentangan satu sama lain.
-                      Berfikir tingkat tinggi melibatkan banyak pengaturan diri tentang proses berfikir. Kita tidak mengakui sebagai berfikir tingkat tinggi pada seseorang, jika ada orang lain yang membantunya pada setiap tahap.
-                      Berfikir tingkat tinggi melibatkan melibatkan pencarian makna, menemukan struktur pada kedalaman yang tampaknya tidak teratur.
-                      Berfikir tingkat tinggi adalah kerja keras. Ada pengarahan kerja mental besar-besaran saat melakukan berbagai jenis elaborasi dan pertimbangn yang dibutuhklan.
               Perlu dicatat, bahwa Resnick menggunakan kata-kata dan ungkapan seperti pertimbangan, pengaturan diri, pencarian makna, dan ketidak pastian. Hal ini berarti bahwa proses berfikir dan keterampilan yang perlu dikatifkan sangatlah kompleks. Resnick juga menekankan pentingnya konteks atau keterkaitan pada saat berfikir tentang berfikir. Meskipun proses memiliki beberapa kesamaan antarsituasi, prose situ juga berfariasi bergantung pada apa yang difikirkan sseorang. Sebagai contoh, proses yang kita gunakan untuk memikirkan matematika berbeda dengan yang digunakan untuk memikirkan puisi. Proses berfikir yang digunakan untuk memikirkan ide abstrak berbeda dengan yang digunakan untuk memikirkan situasi kehidupan nyata. Karena hakikat kekomplekan dan konteks dari keterampilan berfikir tingkat tinggi, maka keterampilan itu tidak dapat diajarkan menggunaan pendekatan yang dirancang untuk mengajarkan ide dan keterampilan yang lebih konkret. Keterampilan proses dan berfikir tingkat tinggi bagaimanapun juga jelas dapat diajarkan, dan kebanyakan program dan kurikulum dikembangkan untuk tujuan itu sangat mendasar diri pada pendekatan yang sama dengan poengajaran berbasis masalah.
b.                  Pemodelan Peran Orang Dewasa
Risnick juga memberikan rasional tentang bagaimana pengajaran berbasis masalah membantu siswa untuk kinerja dalam situasi kehidupan nyata dan belajar tentang pentingnya peran orang dewasa. Dalam banyak hal pengajaran berbasis masalah bersesuaian dengan aktivitas mental di luar  sekolah sebagaimana yang diperankan oleh orang dewasa.
1)            Pengajaran berbasis masalah memiliki unsur-unsur elajar magang. Hal tersebut mendorong pengamatan dan dialog dengan orang lain, sehingga secara bertahab siswa dapat memahami peran penting dari aktivitas mental dan belajat yang terjadi di luar sekolah.
2)            Pengajaran berbasis masalah melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan sendiri, yang memungkinkan siswa menginterprestasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan membangun pemahamannya tentang fenomena tersebut.
3.           Pembelajaran yang Otonom dan Mandiri
Pengajaran berbasis masalah berusaha membantu siswa menjadi pembelajar yang mandiri dan otonom. Bimbingan guru yang berulang-ulang mendorong dan mengarahkan siswa untuk mengajukan pertanyaan, mencari penyelesaian terhadap masalah nyata oleh mereka sendiri. Dengan begitu, siswa belajar menyelesaikan tugas-tugas mereka secara mandiri dalam hidupnya.
4.           Tahap Pengajaran Berbasis Masalah
Pengajaran berbasis masalah biasanya terdiri dari lima tahapan utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan satu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analsis hasil kerja siswa.
2.1. Tahap Pengajaran berbasis Masalah
Tahapan
Tingkah Laku Guru
Tahap 2
Orientasi siswa kepada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya.
Tahap 2
Mengorganisasi siswa untuk belajar
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengoranisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
Tahap 3
Membimbing penyelidikan individual dan kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penyelasan dan pemecahan masalahnya.
Tahap 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka berbagai tugas dengan temannya.
Tahap 5
Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masaah
Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.


5.           Lingkungan Belajar dan Sistem Manajemen
Tidak seperti lingkungan  belajar yang terstruktur secara ketat yang dibutuhkan dalam pembelajaran langsung atau penggunaan yang hati-hati kelompok kecil dalam pembelajaran kooperatif, lingkungan belajar dan sistem manajemen dalam pengajaran berbasis masalah dicirikan oleh sifatnya yang terbuka,  proses demokrasi, dan peran siswa yang aktif. Meskipun guru dan siswa melakukan tahapan pembelajaran yang terstruktur dan dapat diprediksi dalam pengajaran berbasis masalah, norma di sekitar pelajaran adalah norma inkuiri terbuka dan bebas mengemukakan pendapat. Lingkungan belajar menekankan peran sentral siswa, bukan guru yang ditekankan.

F.  Puisi
Norton (1983:321) dan Huck (1989:394) sama-sama menyatakan bahwa puisi sulit didefinisikan secara tepat. Namun demikian untuk kalangan tertentu puisi cukup disukai. Mengapa demikian? Karena bentuknya yang unik tidak panjang seperti cerpen atau novel.
Geogia di dalam Calkins (1989:297) menunjukkan empat karakteristik puisi,
yaitu :
1.      Puisi menggunakan bahasa yang padat, setiap kata penting;
2.      Biasanya bahasa puisi bersifat figuratif: simile, metafora, dan imajinasi;
3.      Puisi bersifat ritmis;
4.      Unit organisasinya: larik dan bait, sedangkan prosa, unit organisasinya kalimat dan paragraf.
Puisi yang bagus merupakan hasil penyulingan pengalaman yang tertangkap pikiran dan perasaan dari suatu objek dan intensifikasi serupa itu memerlukan pola struktur kata yang lebih tinggi dari pada prosa. Untuk kepentingan bunyi dan arti setiap kata harus dipilih lebih teliti. Dalam puisi bahasa sangat konotatif dan padat.

G.  Bahan Pembelajaran Puisi
Pembelajaran puisi memerlukan bahan terpilih. Hal ini dilakukan supaya tujuan tercapai, juga dapat memenuhi kebutuhan anak – anak dan proses pembelajaran berlangsung menyenangkan.
Sumardi, dkk (1985:20-23) memberikan rambu – rambu yang harus dipertimbangkan sewaktu memilih bahan pembelajran puisi.  Antara lain :
a.       Sesuai dengan lingkungan anak didik
b.      Sesuai dengan kelompok usia anak didik
c.       Keragaman sajak
d.      Kesesuaian sajak dengan siswa















































BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai.
Menurut Oja dan Sumarjan (dalam Titik Sugiarti, 1997; 8) mengelompokkan penelitian tindakan menjadi empat macam yaitu (a) guru bertindak sebagai peneliti, (b) penelitian tindakan kolaboratif, (c) Simultan terintegratif, dan (d) administrasi social ekperimental.
Dalam penelitian tindakan ini menggunakan bentu guru sebagai peneliti, penanggung jawab penuh penelitian tindakan adalah praktisi (guru). Tujuan utama dari penelitian tindakan ini adalah meningkatkan hasil pembelajaran di kelas dimana guru secara penuh terlibat dalam penelitian mulai dari perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi.
Dalam penelitian ini peneliti tidak bekerjasama dengan siapapun, kehadiran peneliti sebagai guru di kelas sebagai pengajar tetap dan dilakukan seperti biasa, sehingga siswa tidak tahu kalau diteliti. Dengan cara ini diharapkan didapatkan data yang seobjektif mungkin demi kevalidan data yang diperlukan.
Penelitian ini akan dihentikan apabila ketuntasan belajar secara kalasikal telah mencapai 85% atau lebih. Jadi dalam penelitian ini, peneliti tidak tergantung pada jumlah siklus yang harus dilalui.

A. Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian
1.   Tempat Penelitian
Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di ………………………………………………. tahun pelajaran 2001/2002.
2.   Waktu Penelitian
Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September semester gasal 2001/2002.
3.   Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas ………………………………..pada pokok bahasan …………

B.   Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Tim Pelatih Proyek PGSM, PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam  melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktek pembelajaran tersebut dilakukan (dalam Mukhlis,      2000: 3).
Sedangkah menurut Mukhlis (2000: 5) PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat sistematis reflektif oleh pelaku tindakan untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan.
Adapun tujuan utama dari PTK adalah untuk memperbaiki/meningkatkan pratek pembelajaran secara berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya adalah menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru (Mukhlis, 2000: 5).
            Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart  (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari sklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut.




 
















Gambar 3.1 Alur PTK
Penjelasan alur di atas adalah:
  1. Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran.
  2. Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya metode pembelajaran  model discovery .
  3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat.
  4. Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.
            Observasi dibagi dalam tiga putaran, yaitu putaran 1, 2 dan 3, dimana masing putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir masing putaran. Dibuat dalam tiga putaran dimaksudkan untuk memperbaiki sistem pengajaran yang telah dilaksanakan.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1.   Silabus
Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar.
2.   Rencana Pelajaran (RP)
Yaitu merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masing-masing RP berisi kompetensi dasar, indicator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran khusus, dan kegiatan belajar mengajar.
3.   Lembar Kegiatan Siswa
Lembar kegaian ini yang dipergunakan siswa untuk membantu proses pengumpulan data hasil eksperimen.

4.   Lembar Observasi Kegiatan Belajar Mengajar
a.       Lembar observasi pengolahan pembelajaran berbasis masalah, untuk mengamati kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran.
b.       Lembar observasi aktivitas siswa dan guru, untuk mengamati aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran.
5.   Tes formatif
Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Tes formatif ini diberikan setiap akhir putaran. Bentuk soal yang diberikan adalah pilihan ganda (objektif). Sebelumnya soal-soal ini berjumlah 46 .

D. Metode Pengumpulan Data
Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi pengolahan pembelajaran berbasis masalah, observasi aktivitas siswa dan guru, dan tes formatif.

E.   Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui keefektivan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiata pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran.
Untuk mengalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran.
Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu:
  1. Untuk menilai ulangan atu tes formatif
Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:
Dengan            :      = Nilai rata-rata
                           Σ X   = Jumlah semua nilai siswa
                                       Σ N   = Jumlah siswa
2.   Untuk ketuntasan belajar
Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari sama dengan 65%. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:
           






















BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Data penelitian yang diperoleh berupa hasil uji coba item butir soal, data observasi berupa pengamatan pengelolaan pembelajaran berbasis masalah dan pengamatan aktivitas siswa dan guru pada akhir pembelajaran, dan data tes formatif siswa pada setiap siklus.
            Data hasil uji coba item butir soal digunakan untuk mendapatkan tes yang betul-betul mewakili apa yang diinginka. Data ini selanjutnya dianalisis tingkat validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda.
            Data lembar observasi diambil dari dua pengamatan yaitu data pengamatan penglolaan pembelajaran berbasis masalah yang digunakan untuk mengetahui pengaruh penerapan metode pembelajaran berbasis masalah dalam meningkatkan prestasi
            Data tes formatif untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran berbasis masalah.

A.     Analisis Item Butir Soal
Sebelum melaksanakan pengambilan data melalui instrumen penelitian berupa tes dan mendapatkan tes yang baik, maka data tes tersebut diuji dan dianalisi. Uji coba dilakukan pada siswa di luar sasaran penelitian. Analisis tes yang dilakukan meliputi:
  1. Validitas
Validitas butir soal dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan tes sehingga dapat digunakan sebagai instrument dalam penelitian ini. Dari perhitungan 46 soal diperoleh 16 soal tidak valid dan 30 soal valid. Hasil dari validits soal-soal dirangkum dalam tabel di bawah ini.

   Tabel 4.1. Soal Valid dan Tidak Valid Tes Formatif Siswa
Soal Valid
Soal Tidak Valid
1, 2, 5, 6, 7, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 17, 19, 21, 23, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 36, 37, 38, 39, 41, 42, 43, 44, 45
3, 4, 8, 15, 16, 18, 20, 22, 24, 31, 32, 33, 34, 35, 40, 46

  1. Reliabilitas
Soal-soal yang telah memenuhi syarat validitas diuji reliabilitasnya. Dari hasil perhitungan diperoleh koefisien reliabilitas r11 sebesar 0, 775. Harga ini lebih besar dari harga r product moment. Untuk jumlah siswa (N = 22) dengan r (95%) = 0,423. Dengan demikian soal-soal tes yang digunakan telah memenuhi syarat reliabilitas.
  1. Taraf Kesukaran (P)
Taraf kesukaran digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaran soal. Hasil analisis menunjukkan dari 46 soal yang diuji terdapat:
-          20 soal mudah
-          16 soal sedang
-          10 soal sukar
  1. Daya Pembeda
Analisis daya pembeda dilakukan untuk mengetahui kemampuan soal dalam membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah.
Dari hasil analisis daya pembeda diperoleh soal yang berkriteria jelek sebanyak 14 soal, berkriteria cukup 20 soal, berkreteria baik 10 soal, dan yang berkriteria tidak baik 2 soal. Dengan demikian soal-soal tes yang digunakan telah memenuhi syara-syarat validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda.

B.   Analisis Data Penelitian Persiklus
1.   Siklus I
a.    Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 1, LKS 1, soal tes formatif 1, dan alat-alat pengajaran yang mendukung.
b.    Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan pada tanggal 4 September 2001 di kelas VI dengan jumlah siswa 22 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus I adalah sebagai berikut:

         Tabel 4.2. Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus I
No. Urut
Nilai
Keterangan
No. Urut
Nilai
Keterangan
T
TT
T
TT
1
60

12
60

2
70

13
80

3
70

14
70

4
60

15
80

5
80

16
70

6
80

17
90

7
70

18
60

8
70

19
60

9
60

20
70

10
80

21
70

11
50

22
60

Jumlah
750
7
4
Jumlah
770
8
3
Jumlah Skor 1520
Jumlah Skor Maksimal Ideal 2200
Rata-Rata Skor Tercapai 69,09
                            
Keterangan:     T                                                          : Tuntas
TT                                                        : Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas                    : 15
Jumlah siswa yang belum tuntas         : 7
Klasikal                                               : Belum tuntas
Tabel 4.3. Rekapitulasi Hasil Tes Siklus I
No
Uraian
Hasil Siklus I
1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
69,09
15
68,18

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan metode pembelajaran berbasis masalah diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 69,09 dan ketuntasan belajar mencapai 68,18% atau ada 15 siswa  dari 22 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 68,18% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan metode pembelajaran berbasis masalah.
2.   Siklus II
a.    Tahap perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 2, LKS 2, soal tes formatif II, dan alat-alat pengajaran yang mendukung.
b.    Tahap kegiatan dan pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II dilaksanakan pada tanggal 12 September 2001 di kelas VI dengan jumlah siswa 22 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa selama proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrument yang digunakan adalah tes formatif II. Adapun data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut.






                                    Tabel 4.4. Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus II
No. Urut
Nilai
Keterangan
No. Urut
Nilai
Keterangan
T
TT
T
TT
1
60

12
90

2
80

13
80

3
80

14
80

4
90

15
80

5
90

16
80

6
60

17
60

7
80

18
80

8
70

19
70

9
60

20
60

10
80

21
80

11
90

22
80

Jumlah
840
8
3
Jumlah
840
9
2
Jumlah Skor 1680
Jumlah Skor Maksimal Ideal 2200
Rata-Rata Skor Tercapai 76,36


Keterangan:          T                                                          : Tuntas
TT                                                        : Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas                    : 17
Jumlah siswa yang belum tuntas         : 5
Klasikal                                               : Belum tuntas 

Tabel 4.5. Rekapitulasi Hasil Tes Siklus II
No
Uraian
Hasil Siklus II
1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
76,36
17
77,27

Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 76,36 dan ketuntasan belajar mencapai 77,27% atau ada 17 siswa dari 22 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah megalami peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini karena setelah guru menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran akan selalu diadakan tes sehingga pada pertemuan berikutnya siswa lebih termotivasi untuk belajar. Selain itu siswa juga sudah mulai mengerti apa yang dimaksudkan dan diinginkan guru dengan menerapkan metode pembelajaran berbasis masalah.
3.   Siklus III
a.    Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 3, LKS 3, soal tes formatif 3, dan alat-alat pengajaran yang mendukung
b.    Tahap kegiatan dan pengamatan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus III dilaksanakan pada tanggal 19 September 2001 di kelas VI dengan jumlah siswa 22 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus II, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus II tidak terulang lagi pada siklus III. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif III dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes formatif III. Adapun data hasil peneitian pada siklus III adalah sebagai berikut:








                 Tabel 4.6. Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus III
No. Urut
Nilai
Keterangan
No. Urut
Nilai
Keterangan
T
TT
T
TT
1
90

12
90

2
90

13
90

3
90

14
90

4
80

15
60

5
90

16
90

6
80

17
80

7
90

18
70

8
60

19
70

9
90

20
80

10
90

21
90

11
60

22
80

Jumlah
910
9
2
Jumlah
890
10
1
Jumlah Skor 1800
Jumlah Skor Maksimal Ideal 2200
Rata-Rata Skor Tercapai 81,82

Keterangan:     T                                                          : Tuntas
TT                                                        : Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas                    : 19
Jumlah siswa yang belum tuntas         : 3
Klasikal                                               : Tuntas 

                                           Tabel 4.7. Rekapitulasi Hasil Tes Siklus III
No
Uraian
Hasil Siklus III
1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
81,82
19
86,36

Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar 81,82 dan dari 22 siswa yang telah tuntas sebanyak 19 siswa dan 3 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 86,36% (termasuk kategori tuntas).  Hasil pada siklus III ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus III ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran berbasis masalah sehingga siswa menjadi lebih terbiasa dengan pembelajaran seperti ini sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi yang telah diberikan. Pada siklus III ini ketuntasan secara klasikal telah tercapai, sehingga penelitian ini hanya sampai pada siklus III.
c.    Refleksi
Pada tahap ini akah dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan penerapan pembelajaran berbasis masalah. Dari data-data yang telah diperoleh dapat duraikan sebagai berikut:
1)      Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup besar.
2)      Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif selama proses belajar berlangsung.
3)      Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik.
4)      Hasil belajar siswa pada siklus III mencapai ketuntasan.
d.    Revisi Pelaksanaan
Pada siklus III guru telah menerapkan pembelajaran berbasis masalah dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakan selanjutnya adalah memaksimalkan dan mepertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.


C. Pembahasan
1.   Ketuntasan Hasil belajar Siswa
Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis masalah memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar meningkat dari sklus I, II, dan II) yaitu masing-masing 68,18%, 77,27%, dan 86,36%. Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai.
2.   Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran berbasis masalah dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap prestasi belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan.
3.   Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia pada pokok bahasan ………… yang paling dominan adalah bekerja dengan menggunakan alat/media, mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa dapat dikategorikan aktif.
Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan langah-langkah pembelajaran berbasis masalah dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan kegiatan LKS/menemukan konsep, menjelaskan/melatih menggunakan alat, memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar.





































BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan         
Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.   Pembelajaran dengan berbasis masalah memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (68,18%), siklus II (77,27%), siklus III (86,36%).
  1. Penerapan metode pembelajaran berbasis masalah mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang ditunjukan dengan hasil wawancara dengan sebagian siswa, rata-rata jawaban siswa menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat dengan metode pembelajaran berbasis masalah sehingga mereka menjadi termotivasi untuk belajar.

B.   Saran
Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar bahasa Indonesia lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut:
  1. Untuk melaksanakan model berbasis masalah memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan model berbasis masalah dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal.
  2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan berbagai metode pembelajaran, walau dalam taraf yang sederhana,  dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
  3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakuakan di ………………………………… tahun pelajaran 2001/2002.











DAFTAR PUSTAKA


Arikunto, Suharsimi. 1997. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Berg, Euwe Vd. (1991). Miskonsepsi bahasa Indonesia dan Remidi Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana.

Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Joyce, Bruce dan Weil, Marsh. 1972. Models of Teaching Model. Boston: A Liyn dan Bacon.

Masriyah. 1999. Analisis Butir Tes. Surabaya: Universitas Press.

Mukhlis, Abdul. (Ed). 2000. Penelitian Tindakan Kelas. Makalah Panitia Pelatihan Penulisan Karya Ilmiah untuk Guru-guru se-Kabupaten Tuban.

Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya. University Press. Universitas Negeri Surabaya.

Soedjadi, dkk. 2000. Pedoman Penulisan dan Ujian Skripsi. Surabaya; Unesa Universitas Press.

Suryosubroto, B. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT. Rineksa Cipta.

Usman, Uzer. 2000. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Widoko. 2002. Metode Pembelajaran Konsep. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.


































PENINGKATAN PEMBELAJARAN MENULIS PUISI MELALUI METODE KONTEKSTUAL BERBASIS MASALAH PADA SISWA KELAS…………….
TAHUN PELAJARAN……………









KARYA ILMIAH


OLEH
………………………………..
NIP: ……………………………
















DINAS PENDIDIKAN …………………………………..
…………………………………………
………………………………………………




















HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN

Setelah membaca dan mencermati karya ilmiah yang merupakan ulasan hasil penelitian yang tidak dipublikasikan tetapi didokumentasikan di perpustakaan ………………………………….. hasil karya dari:

Nama               : ……………………….
NIP                 : ……………………….
Unit Kerja       : ………………………………
Judul               :  Peningkatan Pembelajaran Menulis Puisi Melalui Metode Kontekstual Berbasis Masalah Pada Siswa Kelas….Tahun Pelajaran……………


Menyetujui dan mengesahkan untuk diajukan mendapatkan Penetapan Angka Kredit Kenaikan Pangkat dalam jabatan fungsional guru.


     Mengetahui                                                  
Ketua PD PGRI II                                             Kepala …………………
       …………………….                                       ……………………………
                       
                       

 ………………………………                                           …………………………..
          NPA:                                                                             NIP: ……………….

 

 

 

 

 

 























HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN


Karya Ilmiah ini diajukan sebagai syarat untuk memenuhi penetapan angka kredit kenaikan pangkat dalam jabatan fungsional guru. Karya ilmiah ini tidak dipublikasikan tetapi telah disetujui dan disahkan untuk didokumentasikan di perpustakaan …………………………………..
           
Pada Hari        : ……………………
            Tanggal           : ……………………



                  Pustakawan                                                              Kepala
                           

            ………………….                                                  …………………………..
             NIP: ……………….                                                NIP: …………………































KATA PENGANTAR

            Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, hanya dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan karya ilmiah dengan judul “Peningkatan Pembelajaran Menulis Puisi Melalui Metode Kontekstual Berbasis Masalah Pada Siswa Kelas….Tahun Pelajaran…………….”, penulisan karya ilmiah ini kami susun untuk dipakai dalam bacaan di perpustakaan sekolah dan dapat dipakai sebagai perbandingan dalam pembuatan karya ilmiah bagi teman sejawat juga anak didik pada latihan diskusi ilmiah dalam rangka pembinaan karya ilmiah remaja.
            Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu terima kasih ucapkan dengan tulus dan sedalam-dalamnya kepada:
1.      Yth. Kepala Dinas Pendidikan …………………………………….
2.      Yth. Ketua PD II PGRI ………………………….
3.      Yth. Rekan-rekan Guru ……………………………….
4.      Semua pihak yang telah banyak membantu sehingga penulisan ini selesai.
Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini jauh dari sempurna untuk itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak selalu penulis harapkan.                                                                           
                                                                                               Penulis






























ABSTRAK

…………………., 200X. Peningkatan Pembelajaran Menulis Puisi Melalui Metode Kontekstual Berbasis Masalah Pada Siswa Kelas….Tahun Pelajaran……………
Kata Kunci: bahasa Indonesia, metode berbasis masalah

Berhasilnya tujuan pembelajaran ditentukan oleh banyak faktor diantaranya adalah faktor guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar, karena guru secara langsung dapat mempengaruhi, membina dan meningkatkan kecerdasan serta keterampilan siswa. Untuk mengatasi permasalahan di atas dan guna mencapai tujuan pendidikan secara maksimal, peran guru sangat penting dan diharapkan guru memiliki cara/model mengajar yang baik dan mampu memilih model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan konsep-konsep mata pelajaran yang akan disampaikan.
Permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah: (a) Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar siswa dengan diterapkannya pembelajaran berbasis masalah? (b) Bagaimanakah pengaruh metode pembelajaran berbasis masalah terhadap motivasi belajar siswa?
Tujuan dari penelitian tindakan ini adalah: (a) Ingin mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkannya pembelajaran berbasis masalah. (b) Ingin mengetahui pengaruh motivasi belajar siswa setelah diterapkannya metode pembelajaran berbasis masalah.
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas ………………………………………. Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar mengajar.
Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (68,18%), siklus II (77,27%), siklus III (86,36%).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah metode berbasis masalah dapat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar Siswa ……………………………., serta metode pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran bahasa Indonesia.


DAFTAR ISI


Halaman
Halaman Judul .................................................................................................                 
Lembar Pengesahan ..................................................................................................
Kata Pengantar ..........................................................................................................
Abstrak ......................................................................................................................
Daftar Isi ...................................................................................................................
BAB ..... I       PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang  Masalah .............................................................
B.     Perumusan Masalah......................................................................
C.     Tujuan Penelitian .........................................................................
D.    Manfaat Penelitian ......................................................................
E.     Batasan Masalah .........................................................................
BAB      II       TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Pembelajaran..................................................................
B. Motivasi.............................................................................. .........                              
C. Komponen CTL..................................................................
D. Pengajaran Berbasis Masalah.......................................................
E. . Prestasi Belajar bahasa Indonesia.......................................
F. . Puisi....................................................................................
G. Bahan Pembelajaran Puisi...................................................
BAB     III      METODOLOGI PENELITIAN
A.    Tempat, Waktu, dan Subyek Penelitian ......................................
B.     Rancangan Penelitian  .................................................................
C.     Instrumen Penelitian ...................................................................
D.    Metode Pengumpulan Data  .......................................................
E.     Teknik Analisis Data ...................................................................
BAB     IV      HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.    Analisi Item Butir Soal  ..............................................................
B.     Analisis Data Penelitian Persiklus  ..............................................
C.     Pembahasan .......................................................................          
BAB     V      PENUTUP
A.    Kesimpulan .................................................................................
B.     Saran ...........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................  












Tidak ada komentar:

Posting Komentar