Minggu, 25 September 2011

KEPEMIMPINAN DAN KERJASAMA TIM


Kepemimpinan yang baik tidak selalu sama dengan suatu karakteristik yang dipunyai oleh orang-orang yang memiliki kedudukan tertentu. Dalam praktik, karakteristik kepemimpinan bisa dimiliki siapapun, dengan atau tanpa kedudukan. Karakteristik ini penting perananya dalam kehidupan berorganisasi. Kehidupan beroganisasi yang dimaksud bukan hanya untuk organisasi seperti partai dan organisasi-organisasi politik, agama dan organisasi non-profit lainnya, tetapi juga karier yang dipupuk dan dikembangkan kearah penyeliaan dan manajerial selalu diikuti dengan pengembangan karakteristik kepemimpinan. Hal ini diperlukan pula dalam pengembangan karier lateral, dengan peningkatan tanggungjawab. Kepemimpinan merupakan karakteristik dan kemahiran yang sangat berharga bari siapa pun dan hamper di manapun dia berada, bahkan dikeluarga sekalipun.
Kepemimpinan akan memimpin sebuah tim dan diharapkan untuk mampu bekerja dalam tim, bahkan juga membentuk tim untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dan untuk mencapai hasil yang maksimal bagi organisasi/perusahaan. Dalam hal kepemimpinan seseorang akan menentukan untuk tercapainya kualitas peningkatan mutu dalam sebuah organisasi seperti organisasi kependidikan,
Untuk memncapai kepemimpinan yang berkualitas dan pencapaian mutu yang lebih baik sangat perlu memahami karakteristik sebuah tim dan bagaimana manfaat kerja sebuah tim, serta perlu di perhatikan bagaimana proses komunikasi yang baik dalam sebuah tim, yang kemudian juga mencari kunci keberhasilan sebuah
A.    Definisi Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan suatu konsep abstrak, tetapi hasilnya nyata. Kadangkala kepemimpinan mengarah pada seni, tetapi seringkali pula berkaitan dengan ilmu. Pada kenyataanya, kepemimpinan merupakan seni sekaligus ilmu.
Ada banyak definisi mengenai kepemimpinan, tergantung pada perspektif yang digunakan. Kepemimpinan dapat didefinisikan berdasarkan penerapannya pada bidang militer, olehraga. Bisnis, pendidikan, industry, dan bidang-bidang lainnya.
Robbins (1991) mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi sekelompok anggota agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan.
Schriesheim, et al. (dalam Kreitner dan Kinicki, 1992, p. 516) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah proses pengaruh sosial dimana pemimpin mengupayakan partisipasi sukarela para bawahannya dalam usaha mencapai tujuan organisasi.
Gibson et al. (1991, p. 369) memberikan definisi kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi motivasi atau kompetensi individu-individu lainnya dalam suatu kelompok.
Ketiga definisi tersebut hanyalah sebagian dari definisi-definisi yang ada. Sedangkan dalam kaitannya dengan TQM, definisi yang diberikan oleh Goetsch dan Davis (1994, p. 192) adalah bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan untuk membangkitkan semangat orang lain agar bersedia dan memiliki tanggungjawab total terhadap usaha mencapai atau melampaui tujuan organisasi.
Definisi-definisi di atas pada hakikatnya mengandung kesamaan, di mana konsep dasarnya berkaitan dengan penerapannya dalam TQM, yaitu membangkitkan motivasi atau semangat orang lain, yaitu dengan jalan memberikan inspirasi atau mengilhami. Konsep ini mengandung pengertian bahwa motivasi tersebut telah ada dalam diri setiap karyawan dan motivasi yang ada tersebut bukanlah sekedar tanggapan temporer terhadap rangsangan eksternal. Kepemimpinan sendiri tidak hanya berada pada posisi puncak struktur organisasi perusahaan, tetapi juga meliputi setiap level yang ada dalam organisasi.

Istilah manajer dan pemimpin tidaklah perlu dicampuradukkan, karena kepemimpinan merupakan salah satu bagian dari manajemen. Manajer melaksanakan fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pelaksanaan, komunikasi, dan pengawasan. Termasuk di dalam fungsi-fungsi itu adalah perlunya memimpin dan megarahkan: Zaleznik dalam Robbins (1991) menyatakan bahwa tidak semua pemimpin adalah manajer. Seorang manajer yang diberi hak-hak tertentu (formal) dalam suatu organisasi belum tentu dapat menjadci seorang pemimpin yang efektif. Akan tetapi kemampuan untuk mempengaruhi orang lain yang didapatkan dari luar struktur formal adalah sama atau bahkan lebih penting daripada pengaruh formal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seorang pemimpin dapat muncul secara informal dari suatu kelompok dan dapat pula ditunjuk secara formal.

-          Karakteristik Pemimpin yang baik
Secara umum seorang pemimpin yang baik harus memiliki beberapa karakteristik berikut:
·         Tanggung jawab yang seimbang
Keseimbangan di sini adalah antara tanggungjawab terhadap pekerjaan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang yang harus melaksanakan pekerjaan tersebut.
·         Model peranan yang positif
Peranan adalah tanggungjawab, perilaku, atau prestasi yang diharapkan dari seseorang yang memiliki posisi khusus tertentu. Oleh karena itu seorang pemimpin yang baik harus dapat dijadikan panutan dan contoh bawahannya. Mereka melakukan apa yang diharapkan dari karyawannya, misalnya ia mengharapkan karyawannya untuk tepat waktu, maka pemimpin tersebut harus bersikap tepat waktu dalam memenuhi janji atau melaksanakan tugasnya.
·         Memiliki keterampilan komunikasi yang baik
Pemimpin yang baik harus bisa menyampaikan ide-idenya secara ringkas dan jelas, serta dengancara yang tepat.
·         Memiliki pengaruh positif
Pemimpin yang baik memiliki pengaruh terhadap karyawannya dan menggunakan pengaruh tersebut untuk hal-hal yang positif. Pengaruh adalah seni menggunakan kekuasaan untuk menggerakkan atau mengubah pandangan orang lain kearah suatu tujuan atau sudut pandang tertentu.
·         Mempunyai kemampuan untuk meyakinkan orang lain
Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang dapat menggunakan keterampilan komunikasi dan pengaruhnya untuk meyakinkan orang lain akan sudut pandangnya serta mengarahkan mereka apda tanggung jawab total terhadap sudut pandang tersebut.
-          Peranan Pemimpin yang baik
Disamping memiliki karakteristik sebagaimana telah dijelaskan di atas, seorang pemimpin yang baik harus dapat memainkan peranan penting dalam melakukan tigal hal berikut, yaitu (Bennis dan Nanus, 1985, pp. 184-186):
1.      Mengatasi penolakan terhadap perubahan
Orang-orang yang memiliki posisi manajmen seringkali berusaha mengatasi hal ini dengan menggunakan kekuasaan (power) dan kendali. Akan tetapi pemimpin mengatasi penolakan dengan menciptakan komitmen total secara sukarela terhdap tujuan dan nilai-nilai bersama.
2.      Menjadi perantara bagi kebutuhan kelompok-kelompok di dalam dan di luar organisasi
Bila terjadi konflik kepentingan antara perusahaan dengan salah satu pemasoknya, maka pemimpin harus dapat menemukan cara mengatasinya tanpa merugikan salah satu pihak.
3.      Membentuk kerangka etis yang menjadi dasar operasi setiap karyawan dan perusahaan secara keseluruhan.
      Kerangka etis ini dapat diwujudkan dengan cara:
·         Memberikan contoh perilaku etis
·         Memilih orang-orang yang berperilaku etis sebagai anggota tim
·         Mengkomunikasikan tujuan organisasi
·         Memperkuat perilaku yang sesuai di dalam dan di luar organisasi
·         Menyampaikan posisi-posisi etis,secara internal dan eksternal.
·          
Kepemimpinan bukanlah fungsi dari kharisma. Oleh karena itu seseorang tidak biasa hanya mengandalkan charisma yang ia miliki semata dalam usaha memimpin suatu kelompok tertentu. Bila seorang pemimpin mencoba menggunakan citra dan kharismanya semata untuk memimpin suatu organisasi, maka ia bukanlah pemimpin, tetapi misleader (Drucker, 1992, p. 122), yaitu:
·         Pemimpin menentukan dan mengungkapkan misi organisasi secara jelas
·         Pemimpin menetapkan tujuan, prioritas, dan standar
·         Pemimpin lebih memandang kepemimpinan sebagai tanggungjawab daripada suatu hak istimewa dari suatu kedudukan.
·         Pemimpin bekerja dengan orang-orang yang berpengetahuan dan tangguh, serta dapat memberikan kontribusi kepada organisasi.
·         Pemimpin memperoleh kepercayaan, respek, dan integritas.

-          Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya. Umumnya dikenal lima macam gaya kepemimpinan, yaitu otokratis, demokratis, partisipatif, orientasi pada tujuan, dan situasional.
1.      Kepemimpinan Otokratis
Kepemimpinan otokratis disbut juga kepemimpinan dictator atau direktif. Orang yang menganut pendekatan ini mengambil keputusan tanpa berkonsultasi dengan para karyawan yang harus melaksanakannya atau karyawan yang dipengaruhi keputusan tersebut. Mereka menentukan apa yang harus dilakukan orang lain dan mengharapkan mereka mematuhinya. Kritik yang muncul adalah bahwa pendekatan ini tidak akan efektif dalam jangka panjang. Kepemimpinan otokratis tidak sesuai dengan lingkungan TQM.
2.      Kepemimpinan Demokratis
Gaya kepemimpinan ini dikenal pula dengan istilah kepemimpinan konsultatif atau konsensus. Orang yang menganut pendekatan ini melibatkan para karyawan yang harus melaksanakan keputusan dalam proses pembuatannya. Sebenarnya yang membuat keputusan akhir adalah pemimpin, tetapi hanya setelah menerima masukan dan rekomendasi dari anggota tim. Kritik terhadap pendekatan ini menyatakan bahwa keputusan yang paling popular/disukai tidak selalu merupakan keputusan terbaik, dan bahwa kepemimpinan demokratis, sesuai dengan sifatnya, cenderung menghasilkan keputusan yang disukai daripada keputusan yang tepat. Gaya ini juga dapat mengarah pada kompromi yang ada pada akhirnya memberikan hasil yang tidak diharapkan.
3.      Kepemimpinan Partisipatif
Kepemimpinan partisipatif juga dikenal dengan isntilah kepemimpinan terbuka, bebas, atau nondirective. Orang yang menganut pendekatan ini hanya sedikit memegang kendali dalam proses pengambilan keputusan. Ia hanya menyajikan informasi mengenai suatu permasalahan dan memberikan kesempatan kepada anggota tim untuk mengembangkan strategi dan pemecahannya. Tugas pemimpin adalah mengarahkan tim kepada tercapainya konsensus. Asumsi yang mendasari gaya kepemimpinan ini adalah bahwa para karyawan akan lebih siap menerima tanggung jawab terhadap solusi, tujuan, dan strategi di mana mereka diberdayakan untuk mengembangkannya. Kritik terhadap pendektan ini menyatakan bahwa pembentukan konsensus banyak membuang waktu dan hanya berjalan bila semua orang yang terlibat memiliki komitmen terhadap kepentingan utama organisasi.
4.      Kepemimpinan Berorientasi pada Tujuan
Gaya kepemimpinan ini juga disebut kepemimpinan berdasarkan hasil atau berdasarkan sasaran. Orang yang menganut pendekatan ini meminta anggota tim untuk memusatkan perhatiannya hanya pada tujuan yang ada. Hanya strategi yang dapat menghasilkan kontribusi nyata dan dapat diukur dalam mencapai tujuan organisasilah yang dibahas. Pengaruh kepribadian dan faktor lainnya yang tidak berhubungan dengan tujuan organisasi tertentu diminimumkan. Kritik terhadap pendekatan ini menyatakan bahwa gaya kepemimpinan ini memiliki focus yang terlampau sempit, dan seringkali berfokus pada perhatian yang keliru.
5.      Kepemimpinan Situasional
Gaya kepemimpinan ini dikenal pula sebagai kepemimpinan tak tetap (fluid) atau kontingensi. Asumsi yang digunakan dalam gaya ini adalah bahwa tidak ada satu pun gaya kepemimpinan yang tepat bagi setiap manajer dalam segala kondisi. Oleh karena itu gaya kepemimpinan situsional akan menerapkan suatu gaya tertentu berdasarkan pertimbangan atas faktor-faktor seperti pemimpin, pengikut, dan situasi (dalam arti struktur tugas, peta kekuasaan, dan dinamika kemlompok). Pakar manajemen Mary Parker Follett menyatakan bahwa ketiga faktor tersebut merupakan variable-variabel kritis yang saling berhubungan dan berinteraksi. Pernyataannya ini dikenal dengan istilah hukum situasi (law of the situation).

Dengan demikian berdasarkan pertimabangkan terhadap faktor-faktor tersebut, seorang manajer memutuskan apakah akan menggunakan pendekatan otokratis, demokratis, partisipatif, atau berorientasi pada tujuan. Pada situasi yang berbeda, manajer yang sama dapat menerapkan gaya kepemimpinan yang berlainan. Pendukung TQM menolak kepemimpinan yang berlainan. Pendukung TQM menolak kepemimpinan situasional, karena pendekatan ini lebih mempertimbangkan aspek-aspek jangka pendek.

-          Gaya Kepemimpinan dalam Konteks TQM
Gaya kepemimpinan yang tepat dalam konteks TQM adalah kepemimpinan partisipatif yang lebih tinggi level/tingaktannya. Kepemimpinan partisipatif dalam pandangan tradisional meliputi usaha mencari masukan dari karyawan, sedangkan dalam pandangan TQM meliputi upaya mencari masukan dari karyawan yang diberdayakan, mempertimbangkan masukan tersebut, dan bertindak berdasarkan masukan itu. Jadi, perbedaan utamanya adalah pada pemberdayaan karyawan.
Agar gaya kepemimpinan partisipatif model TQM dapat diterapkan dengan baik, manajer harus didukung oleh para bawahannya, di mana mereka respek terhadapnya dan bersedia mengikutinya. Ada beberapa karakteristik yang harus dimiliki seorang manajer agar bawahannya dapat setia kepadanya. Karakteristik tersebut di antaranya meliputi:
·         Rasa tanggung jawab yang besar
·         Disiplin pribadi
·         Bersifat jujur
·         Memiliki kredibilitas tinggi
·         Menggunakan akal sehat (common sense), sehingga dapat menentukan kapan harus bersikap fleksibel dan kapan harus bersikap fleksibel dan kapan harus bersikap tegas
·         Memiliki energi dan stamina tinggi
·         Memegang teguh komitmen terhadap tujuan organisasi,s etiap orang yang bekerja dengannya, dan terhadap pengembangan pribadi dan profesionalnya secara berkesinambungan
·         Setia dan tabah dalam menghadapi segala situasi, termasuk situasi yang paling sulit.

Dalam rangka membentuk keanakbuahan (followership), ada enam paradigma dalam interaksi manusia yang harus diperhatikan. Melalui pemahaman ini maka dapat dipilih suatu pendekatan yang paling tepat dalam menjalin hubungan antar individu dalam suatu organisasi atau perusahaan. Keenam paradigm, menurut Covey )1994, pp. 204-232), meliputi:
1.      Menang/Menang adalah kerangka pikiran dan hati yang terus menerus mencari keuntungan bersama di dalam setiap interaksi manusia. Pendekatan ini berarti bahwa kesepakatan atau solusi memberikan keuntungan dan kepuasan yang timbal balik.
2.      Menang/Kalah adalah pendekatan otoriter yang berpendapat bahwa “Saya mendapatkan apa yang saya inginkan; Anda tidak mendapatkan apa yang Anda inginkan”. Orang yang menang/kalah cenderung menggunakan jabatan, kekuasaan, mandate, atau kepribadian untuk memperoleh apa yang mereka inginkan.
3.      Kalah/Menang adalah kerangka pikiran dan hati yang selalu menjadi pecundang, biasanya cepat menyenangkan atau memenuhi tuntutan orang lain. Mereka tidak mempunyai tuntutan, harapan, dan visi. Umumnya mereka mudah diintimidasi oleh kekuatan ego orang lain, karena kurang memiliki keberanian untuk emngekspresikan perasaan dan keyakinannya sendiri.
4.      Kalah/Kalah adalah pendekatan yang terjadi bila kedua pihak yang berinteraksi bersifat keras kepala, egois, dan ingin membalas dendam, yang hasilnya adalah keduanya rugi/kalah, apa pun keputusan yang dihasilkan.
5.      Menang  adalah suatu pendekatan yang menyatakan bahwa ‘Saya tidak menginginkan orang lain kalah, tetapi yang pasti saya ingi menang’. Sikap yang dipegang adalah ‘Saya mengurus diri saya sendiri dan kamu urus dirimu sendiri’.
6.      Menang/Menang atau Tidak Ada Transaksi adalah pendekatan yang tidak menghasilkan solusi sinergistik (solusi yang disepakati oleh kedua belah pihak). Ini berarti tidak ada harapan dan kontrak kerja yang ditetapkan, karena masing-masing pihak setuju untuk tidak melakukan kesepakatan.
Dari keenam paradigm tersebut yang paling tepat untuk membentuk dan mempertahankan pengikut (anak buah) adalah pendekatan menang/menang, karena dalam pendekatan ini kedua pihak bekerja sama untuk menemukan solusi yang terbaik. Paradigma ini sesuai pula dengan gaya kepemimpinan partisipatif model TQM.

B.     Kepemimpinan untuk pencapaian kualitas
Dalam perspektif TQM, kepemimpinan didasarkan pada filosofi bahwa perbaikan metode dan proses kerja secara berkesinambungan akan dapat memperbaiki kualitas, biaya, produktivitas, ROI, dan pada gilirannya juga meningkatkan daya saing. Filosofi ini dikemukakan pertama kali oleh Deming yang menyatakan bahwa setiap perbaikan metode dan proses kerja akan memberikan rangkaian hasil sebagai berikut:
·         Perbaikan kualitas
·         Penurunan biaya
·         Peningkatan produktivitas
·         Penurunan harga
·         Peningkatan pangsa pasar
·         Kelangsungan hidup yang lebih lama dalam industry/bisnis
·         Lapangan kerja yang lebih luas
·         Peningkatan ROI

Untuk dapat mencapai filosofi tersebut dibutuhkan kepemimpinan yang berorientasi pada peningkatan kualitas secara berkesinambungan. Kepemimpinan seperti itu memiliki beberapa karakteristik berikut (Ross, 1994, p. 34):
1.      Visible, committed, dan knowledgeable
Kepemimpinan yang baik mengembangkan fokus pada aspek kualitas, melibatkan setiap orang  dalam pendidikan dan pelatihan. Selain itu juga mengembangkan hubungan rutin dengan para karyawan, pelanggan, dan pemasok.
2.      Semangat misionaris
Pemimpin yang baik berusaha mempromosikan aspek kualitas di luar organisasi, baik melalui pemasok, distributor, maupun pelanggan.
3.      Target yang agresif
Kepemimpinan yang baik mengarah pada perbaikan yang bersifat incremental, tidak sekedar memperbaiki proses tetapi juga mengupayakan proses-proses yang berbeda.
4.      Strong driver
Tujuan yang ingin dicapai dalam aktivitas perbaikan ditetapkan dengan jelas dalam ukuran kepuasan pelanggan dan kualitas.
5.      Komunikasi nilai-nilai
Kepemimpinan yang baik melakukan perubahan budaya kea rah budaya kualitas secara efektif. Hal ini dilakukan dengan menyusun suatu sistem komunikasi yang jelas dan konsisten melalui kebijakan tertulis, misi, oedoman, dan pernyataan lainnya mengenai nilai-nilai kualitas.
6.      Organisasi
Struktur organisasi yang dimiliki adalah struktur datar (flat structure) yang memungkinkan adanya wewenang yang lebih besar bagi level-level yang lebih rendah. Setiap karyawan diberdayakan dan melibatkan dalam tim-tim perbaikan interdepartemental.
7.      Kontak dengan pelanggan
Para pelanggan memiliki akses untuk menghubungi CEO dan para manajer senior perusahaan.
Pada dasarnya karakteristik di atas mengandung prinsip-prinsip yang sama dengan prinsip-prinsip TQM (Scholtes dalam Goetsch dan Davis, 1994, pp. 197-199), yaitu meliputi:
1.      Fokus pada Pelanggan
Kepemimpinan demi kualitas membutuhkan focus pada pelanggan. Hal ini berarti tujuan utama organisasi adalah untuk memenuhi atau melampaui harapan pelanggan melalui suatu cara yang memberikan nilai abadi (lasting value) kepada para pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal.
2.      Obsesi tehadap Kualitas
Obsesi terhadap kualitas mengandung makna bahwa setiap karyawan secara agresif berusaha mencapai kualitas dalam rangka melampaui harapan pelanggan internal dan eksternal.
3.      Pemahaman Mengenai Struktur Pekerjaan
Proses pekerjaan perlu dianalisis untuk menentukan susunan struktural yang tepat (organisasi, urutan pekerjaan, alat yang digunakan, dan lain-lain). Bila struktur optimum telah tercapai maka proses pekerjaan harus dianalisis, dievaluasi, dan dipelajari terus menerus dalam rangka menyempurnakannya.
4.      Kebebasan yang Terkendali
Pengendalian dalam pengertian TQM adalah pengendalian manusia terhadap metode dan proses kerja. Pemimpin harus menjamin bahwa manajer dan karyawan mengendalikan proses dan metode kerja dengan jalan bersama-sama membakukannya. Tujuannya adalah untuk mengurangi variasi output dengan jalan mengurangi variasi proses kerja.
5.      Kesatuan Tujuan
Seorang pemimpin bertanggungjawab dalam menentukan dan menyampaikan misi organisasi secara jelas dan seksama agar semua karyawan memahami, meyakini dan bertanggung jawab terhadap misi tersebut. Dengan adanya kesatuan tujuan, maka semua karyawan bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama.
6.      Melacak Kesalahan Dalam Sistem
Diperlukan perubahan dalam focus atau penekanan, dari penilaian kesalahan karena adanya masalah menjadi penilaian sistem dalam rangka menemukan dan mengatasi masalah yang berhubungan dengan sistem.
7.      Kerja Sama Tim
Prinsip ini didasarkan pada keyakinan bahwa kerja sama tim akan dapat memberikan hasil yang jauh lebih baik daripada bekerja secara individual.
8.      Pendidikan dan Pelatihan yang Berkelanjutan
Dalam era teknologi tinggi, mesin yang paling penting dalam lingkungan kerja adalah pikiran manusia. Oleh karena itu belajar terus-menerus merupakan unsure yang fundamental dalam TQM.

Sementara itu Joseph M. Juran menyatakan bahwa kepemimpinan yang mengarah pada kualitas meliputi tiga fungsi manajerial, yaitu perencanaan, pengendalian, dan perbaikan kualitas secara berkesinambungan.


1.      Perencanaan Kualitas
Fungsi ini meliputi langkah-langkah: identifikasi pelanggan, identifikasi kebutuhan pelanggan, mengembangkan produk berdasarkan kebutuhan pelanggan, mengembangkan metode dan proses kerja yang dapat menghasilkan produk yang memnuhi atau melampaui harapan pelanggan, dan mengubah hasil perencanaan ke dalam tindakan.
2.      Pengendalian Kualitas
Fungsi ini mencakup langkah-langkah: evaluasi kinerja aktual, membandingkan kinerja actual, membandingkan kinerja actual dengan tujuan, dan melakukan tindakan perbaikan untuk emgatasi perbedaan kinerja yang ada.
3.      Perbaikan Kualitas
Fungsi ini terdiri atas langkah-langkah: membentuk infrastruktur untuk perbaikan kualitas secara berkesinambungan, identifikasi proses atau metode yang membutuhkan perbaikan, membentuk tim yang bertanggungjawab atas proyek perbaikan tertentu, dan menyediakan sumber daya serta pelatihan yang dibutuhkan tim perbaikan tersebut agar dapat mendiagnosis masalah dan mengidentifikasi penyebabnya, menemukan pemecahannya, dan melakukan perbaikan terhadap masalah tersebut.
Dalam pasar global yang kompetitif dan selalu berubah-ubah dengan cepat, setiap perusahaan menghadapi tantangan untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang ada. Untuk melakukan penyesuaian diri tersebut seringkali dibutuhkan adanya perubahan. Dalam kaitannya dengan cara menangani perubahan, manajer dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu:
1.      Driver, yaitu manajer yang memimpin dengan pedoman dan arah baru sebagai tanggapan terhadap perubahan. Driver bersifat proaktif dan memainkan peranan sebagai fasilitator dalam membantu karyawan dan organisasi untuk beradaptasi terhadap perubahan secara berkesinambungan.
2.      Rider, yaitu manajer yang hanya bereaksi bila telah terjadi perubahan.
3.      Spoiler, yaitu manajer yang secara aktif menolak perubahan.

C.    Karakteristik dan manfaat kerja sama tim
Kerja sama tim merupakan salah satu unsure fundamental dalam TQM. Tim merupakan sekolompok orang yang memiliki tuan bersama. Faktor-faktor yang mendasari perlunya dibentuk tim-tim tertentu dalam suatu perusahaan adalah:
·         Pemikiran dari 2 orang atau lebih cenderung lebih baik daripada pemikiran satu orang saja.
·         Konsep sinergi [1+1>2], yaitu bahwa hasil keseluruhan (tim) jauh lebih baik daripada jumlah bagiannya (anggota individual).
·         Anggota tim dapat saling mengenal dan saling percaya, sehingga mereka dapat saling membantu.
·         Kerja sama tim dapat menyebabkan komunikasi terbina dengan baik.

Tidak semua kumpulan orang dapat dikatakan tim. Untuk dapat dianggap sebagai tim maka sekumpulan orang tertentu harus memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.      Ada kesepakatan terhadap misi tim
Agar suatu kelompok dapat menjadi tim dan supaya tim tersebut dapat bekerja dengan efektif, semua anggotanya harus memahami dan menyepakati misinya.
2.      Semua anggota mentaati peraturan tim yang berlaku.
Suatu tim harus mempunyai peraturan yang berlaku, sehingga dapat membentuk kerangka usaha pencapaian misi. Suatu kelompok atau grup dapat menjadi tim manakala ada kesepakatan terhadap misi dan ketaatan terhadap peraturan yang berlaku.
3.      Ada pembagian tanggung jawab dan wewenang yang adil.
Keberadaan tim tidak meniadakan struktur dan wewenang. Tim dapat berjalan dengan baik apabila tanggung jawab dan wewenang dibagi dans etiap anggota diperlakukan secara adil.
4.      Orang beradaptasi terhadap perubahan.
Dalam TQM, perubahan bukan saja tak terelakkan tetapi juga diperlukan sekali. Sayangnya, orang umumnya menolak perubahan.