Sabtu, 12 Mei 2012

Motivasi berprestasi


Robbins (1989 :175) mengemukkan, Mc Clelland et al. mengambil teori asalnya dengan konsep motivasi prestasi yang dikemukakan oleh Murray pada tahun 1938. Teori ini menyatakan bahwa individu yang tinggi motivasi berprestasi akan menunjukkan keutamaan yang tinggi kepada situasi yang sederhana, yaitu kemungkinan derajat mencapai keberhasilan dan kegagalan adalah sama.
Sebaliknya orang-orang yang rendah motivasi kerjanya suka kepada situasi yang sangat sukar atau sangat mudah mencapai keberhasilan. McClelland memberi ciri-ciri yang ada pada individu yang mempunyai motivasi kerja/pencapaian yang tinggi; a) suka membuat kerja yang berkaitan dengan prestasi, b) suka mengambil risiko yang sederhana, c) lebih suka membuat kerja yang mana individu itu bertanggungjawab bagi keberhasilan kerja itu, d) suka mendapat kemudahan tentang kerja itu, e) lebih mementingkan masa depan daripada masa sekarang dan masa yang telah lalu, dan f) tabah apabila menemui kegagalan.
Sifat-sifat tesebut dikatakan sebagai puncak yang membedakan seseorang. Seseorang individu itu lebih berhasil dari pada individu yang lain karena mereka mempunyai keinginan pencapaian yang lebih tinggi. Keinginan ini memberi mereka motivasi untuk bekerja dengan lebih tekun. Selanjutnya, McClellan menyatakan bahwa motivasi berprestasi bukan suatu yang boleh diwarisi. Disebabkan pengaruh situasi disekitarnya, maka motivasi berprestasi boleh dibentuk mengikut cara tertentu.Individu dengan kebutuhan tinggi untuk berprestasi lebih menyukai situasi pekerjaan dengan tanggung jawab pribadi, umpan balik, dan suatu resiko dengan derajat menengah.
Bila karakteristik-karakteristik ini berlaku, peraih prestasi tinggi akan termotivasi. Bukti dengan konsisten memperagakan, misalnya bahwa peraih prestasi tinggi sukses dalam kegiatan wiraswasta seperti menjalankan bisnis mereka sendiri dan mengelola unit mandiri di dalam sebuah organisasi yang besar.
McClelland (1976:230), mengemukakan motivasi berprestasi dalam dunia pendidikan merupakan kombinasi dari tiga faktor yaitu faktor keberhasilan  pendidikan, keberhasilan dalam melaksanakan tugas dan pengalaman sukses atau gagal dalam pelaksanaan tugas. Dalam motivasi keberhasilan ada enam kondisi eksperimen yaitu kondisi santai, netral, orientasi pada keberhasilan, sukses, gagal Peraih prestasi lebih menyukai pekerjaan yang menawarkan umpan balik resiko sedang tanggung jawab dan sukses gagal.
a.      Pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja
           Menurut Handoko (1992), ada banyak faktor yang mempengaruhi prestasi kerja karyawan. Karyawan bekerja dengan produktif atau tidak tergantung kepada motivasi, kepuasan kerja, tingkat stres, kondisi fisik pekerjaan, sistem kompensasi, desain pekerjaan dan aspek-aspek ekonomis, teknik serta keprilakuan lainnya.
           Performance kerja ini adalah fungsi dari motivasi untuk berproduksi dengan level tertentu. Motivasi ditentukan needs yang mendasari tujuan yang bersangkutan dan merupakan alat (instrumental) dari tingkah laku produksi terhadap tujuan yang dinginkan (As’ad, 1995).
           Menurut teori Atribusi atau Expectancy Theory yang pertama kali dikemukakan oleh Heider (1958) yang dikutip dari Anderson dan Butzin (1974) kinerja (performance = P) adalah hasil interaksi antara motivasi (M) dengan kemampuan dasar (ability = A) atau P=M x A dengan demikian orang yang tinggi motivasinya tetapi memiliki ability yang rendah akan menghasilkan performance yang rendah. Begitu pula halnya dengan orang yang sebenarnya mempunyai ability tinggi rendah motivasinya (As’ad,1995).
           Menurut Vromm (1964) tentang motivasi dan ability yang dikutip As’ad (1995) dikatakan bahwa performance kerja seseorang (P) merupakan fungsi dari interaksi perkalian antara motivasi dan ability (kecakapan = k). Sehingga rumusnya adalah P (M x K). Alasan dari hubungan pekalian ini adalah seseorang yang rendah pada salah satu komponennya maka prestasi kerjanya pasti akan rendah pula. Dengan kata lain apabila performance kerja (prestasi kerja) seseorang rendah, maka ini dapat merupakan hasil dari motivasi rendah, atau kemampuannya tidak baik, atau hasil kedua komponen (motivasi dan kemampuan) yang rendah.
           Vroom menggunakan persamaan matematis untuk mengintegrasikan konsep-konsep kekuatan atau kemampuan motivasi menjadi model yang dapat dipredikasi. Hanya ada tiga konsep kunci di dalam model Vroom yaitu harapan (expectancy), alat (instrumentally) dan penilaian (valensi) atau M = V x I x E (Kretner dan Kinicki, 2005).  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar