Sabtu, 06 Agustus 2011

Seni Vokal Karungut

 Karungut dalam tradisi sastra Dayak Ngaju, karungut dikenal sebagai salah satu jenis puisi tradisional yang dituturkan dengan cara melantunkannya atau mendendangkannya secara lisan (oral poetry) pada acara-acara keramaian, acara adat atau di lingkungan pribadi seperti di dalam lingkungan rumah. Adianto (1987:18) menyatakan karungut berasal dari kata Karunya dalam bahasa Sangiang atau bahasa Sangen (bahasa Dayak Ngaju kuno) yang berarti sama dengan tembang, dandang gula, mijil, pangkur, dan asmaradhana di Jawa. Jenis puisi seperti ini diwariskan oleh nenek moyang mereka dalam bentuk lagu dan syair yang disusun sendiri (secara spontan) oleh penciptanya selama tidak menyimpang dari aturan (pakem) yang telah dianggap tetap atau baku oleh masyarakatnya.

Karungut dan Penciptanya
Orang yang menuturkan karungut disebut pengarungut. Pengarungut ini terdiri atas dua golongan, yakni pencipta (penyair) dan pelantun (penyanyi). Seorang penyair karungut umumnya pencipta sekaligus juga sebagai pelantun karungut ciptaannya atau orang lain, sedangkan seorang pelantun karungut belum tentu dapat menciptakan syair-syair karungut yang baik. Pelantun karungut biasanya hanya melantunkan karungut ciptaan orang lain. Karungut biasanya dilantunkan dengan iringan alat musik. Alat musik ini terdiri dari instrumen musik pokok dan instrumen musik tambahan. Instrumen musik pokok pengiring karungut itu adalah instrumen dasar yang harus ada dalam pelantunan karungut, instrumen tersebut sebuah atau lebih kacapi/kecapi bersenar dua atau bersenar tiga (lihat halaman ”Intrumen Musik Tradisional Kalimantan Tengah” di daftar isi blog ini). kacapi ini biasanya dimainkan langsung oleh pelantun karungut, secara sendiri atau dengan seorang atau lebih pemain kacapi yang lain.

Dalam perkembangannya instrumen musik pengiring karungut kemudian bertambah dengan instrumen lain sebagai tambahan atau pelengkap, yaitu berupa katambung (lihat halaman ”Intrumen Musik Tradisional Kalimantan Tengah” di daftar isi blog ini), gandang atau kendang (traditional drum), gong, reba, seruling dan lain-lain. Instrumen tambahan ini sifatnya tidak harus atau tidak mutlak ada. Fungsi instrumen tambahan adalah untuk lebih meramaikan pelantunan karungut. Instrumen pokok maupun tambahan dapat dimainkan oleh orang lain yang jumlahnya disesuaikan dengan keinginan. Tidak semua orang dapat mangarungut (melantunkan karungut) sambil memainkan kacapi, apalagi menciptakan karungut. Untuk dapat melantunkan dan menciptakan karungut diperlukan bakat dan keterampilan khusus.

Penciptakan karungut umumnya dianggap oleh masyarakatnya sebagai orang yang istimewa, akan tetapi tidak mendapatkan perlakuan yang khusus. Pangarungut (pencipta karungut) dianggap sebagai anggota masyarakat biasa. Pencipta karungut umumnya orang dewasa atau pemuda (pria maupun wanita). Pelantun karungut bisa pria wanita dewasa ataupun anak-anak.
Tidak ada persyaratan magis atau mantra dalam menciptakan syair karungut, yang diperlukan satu atau dua alat musik petik yang disebut kacapi. Tema yang diangkat biasanya berkisar tentang kejadian atau kehidupan sehari-hari, dongeng rakyat, memuji atau pemujaan terhadap tokoh tertentu, cerita tentang diri sendiri dan lain-lain.


Fungsi dan Kedudukan Karungut
Fungsi utama karungut adalah untuk menghibur dan sebagai sarana ekspresi estetik pengarungut dan masyarakatnya. Andianto (1987:18-19) juga menyebut fungsi karungut sebagai media pengajaran. Pada zaman dulu karungut muanya dipakai sebagai sarana bercerita, kemudian dipakai juga sebagai sarana pengajaran. Seorang guru atau seorang Balian (dukun) pada masanya menyampaikan pengajarannya kepada para siswanya dengan mengarungut (menyanyikan karungut). Begitu juga dengan siswanya dalam menjawab atau mengingat pelajaran dari gurunya dengan cara mengarungut. Dahulu penyampaian ajaran dengan mengarungut itu mula-mula menggunakan bahasa sangen (bahasa Dayak Ngaju kuno) yang kini sudah sangat jarang digunakan dan jarang ditemukan.

Karungut juga dipergunakan oleh para ibu untuk menghibur dan menidurkan anaknya. Pada saat-saat bekerja, di ladang dan di rumah, karungut dilantunkan untuk menghibur diri, untuk memberi semangat, serta mengurangi rasa bosan dan rasa lelah bekerja. Pada saat gotong-royong, karungut dapat membangkitkan semangat kebersamaan, juga pada saat acara pesta panen dan pesta perkawinan, karungut dilantunkan berfungsi sebagai media hiburan.


Jenis Karungut
Secara umum, jenis karungut yang terdapat di masyarakat terdiri dari 2 macam :
1). Karungut spontan
2). Karungut tak spontan

Karungut spontan adalah karungut yang tercipta secara spontan saat dinyanyikan. Penyair karungut tidak perlu menyusun konsep gagasannya terlebih dahulu untuk karungut yang akan diekspresikannya. Konsep tersebut dengan sendirinya ada dalam pikiran dan perasaannya, menyatu dalam perilaku dan kehidupannya.

Karungut tak spontan adalah katungut yang tercipta tidak secara spontan, karena penyair telah menyiapkan atau menuliskan apa yang akan diekpresikannya. Karungut tak spontan juga bisa berarti karungut yang dilantunkan oleh orang lain yang bukan penciptanya. Si pelantun hanya mengekspresikan secara tidak langsung gagasan penciptanya.


Berdasarkan temanya, Karungut dapat dibedakan atas sejumlah jenis karungut yang sangat luas, misalnya;

1). Karungut cinta (ungkapan rasa cinta)
2). Karungut dongeng atau pemujaan terhadap seorang tokoh, suatu benda, atau suatu tempat. (berisi cerita kehebatan tokoh, benda dan tempat yang diceritakan)
3). Karungut nasihat (berisi syair-syair nasihat)
Berdasarkan wilayah dialek bahasa penuturannya, ternyata bahasa yang digunakan dalam karungut tidak ditemukan unsur-unsur dialeknya, karena di wilayah dialek apapun bahasa karungut adalah bahasa Ngaju baku atau dialek kapuas-kahayan (baca juga ”Kalimantan Tengah” di daftar isi blog ini).

Contoh karungut menidurkan anak, perhatikan dua huruf pada tiap akhiran kalimat ;
TIRUH ANAK (3)

( ciptaan : Nyonya Bunbun, 1995)
Tiruh anak bawin haruei
Kantuk anak sampai halemei
Tawam anak bapam namuei
Manggau akam penyang karuhei
Ayun tuyang yoh ayun tuyang
Tiruh anak je bawi bujang
Katawam anak bapam halisang
Manggau akam panarung bujang

Tiruh anak yoh busu tempu
Kantuk anak nah masi aku
Aku anak bagawi kejau
Ikau melai barapi manjuhu

Dan seterusnya hingga 12 bait syair...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar